Showing posts with label Esay. Show all posts
Showing posts with label Esay. Show all posts

Mendorong Semangat Nawacita untuk Membesarkan Bangsa dengan Spririt Nasionalisasi Aset Migas


BAB I
PENDAHULUAN
I.I Kondisi Makro (Global)
Latar belakang terjadinya kolonialisasi terhadap bumi Nusantara adalah kelengkapan kekayaan alam yang terkandung dalam isi perut bumi pertiwi, yang tentunya tidak semua negara dianugrahi kekayaan SDA seperti yang ada di negeri gemah ripah loh jinawi ini. Akhirnya banyak negara yang berlomba agar bisa menguasai sepenuhnya tanah pertiwi. Semua sumber – sumber energi dan alat – alat produksi dikuasai penjajah pada saat itu, yang akhirnya menjadi sebuah kegiatan monopoli atas hajat hidup manusia Nusantara.  Peristiwa sejarah itu sepatutnya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua di era kemerdekaan ini, dan menjadi tanggung jawab yang tidak bisa dielakan lagi untuk merawat dan melindungi kekayaan tersebut. Lantas apakah kondisi kekinian lebih membaik ketimbang masa kolonialisasi dulu? Mari kita pecahkan jawabannya bersama – sama.  Sebelum bicara lebih jauh menyoal energi, khususnya bisnis industri hulu migas di Indonesia dan kontribusinya  terhadap kondisi ekonomi, sosial, politik dan budaya. Akan menjadi suatu hal lebih positif jika kita semua menyamakan pandangan atau persepsi terhadap minyak dan gas bumi (Baca: Migas) itu sendiri. Menyatukan persepsi ini sangat penting, agar kita mengetahui letak permasalahan utamanya serta solusi atau strategi apa yang harus diterapkan, dengan harapan industri migas bisa diperuntukan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai amanat konstitusi (Baca: UUD 1945 dan Pancasila). Baiklah, langsung saja kita diskusikan bersama. Pertama,  migas  merupakan kebutuhan semua negara di dunia. Merupakan suatu keharusan bagi kita semua – terutama Pemerintah – untuk memperhatikan peta perpotilitikan dunia (Baca: geopolitik). Lambat laun seiring dengan semakin menurunnya cadangan minyak dunia, geopolitik yang sebelumnya berpusat di timur tengah (Baca: Arab Spring) mulai bergeser ke wilayah Equator. Ingat, Indonesia – dilintasi garis khatulistiwa - sumber energi baik konvensional sampai terbarukan berserakan dari ufuk barat-timur. Berlatar belakang kondisi tersebut tidak salah kalau Presiden RI Jokowi Dodo mengungkapkan bahwa kekayaan alam Indonesia (Baca: Sumber Daya Alam) bisa jadi menguntungkan dan sangat bisa menjadi ancaman[1].  Kedua, konflik – konflik dibelahan dunia terjadi akibat persaingan kepentingan antar negara untuk menguasai energi[2].Contoh kecil, di Venazuela yang memiliki cadangan minyak paling besar setara dengan 17,55% cadangan migas dunia[3]. Sebaliknya, seperti yang diungkapkan Gatot, justru krisis dan kekurangan pangan terjadi. Akibatnya, kejahatan dan pembunuhan semakin massif. Sebanyak 34.000 warga Venezuela mengungsi ke Kolombia. Kemudian sebanyak 4 juta penduduk Suriah juga mengungsi[4]. Miris memang, ternyata kekayaan alam tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan, termasuk di Indonesia (Baca: Kutukan Sumber Daya Alam)[5].
I.II Kondisi Mikro (Internal)
Persoalan migas di Indonesia begitu komplek, mulai dari regulasi yang tumpang tindih, perijinan yang berbelit - belit, birokrasi yang rumit, praktik KKN yang merasuk hingga pori – pori kulit. Selain itu, soal investasi dan kontrak bagi produksi – bukan bagi hasil - juga mengisi sederet persoalan energi dalam negeri.  Indonesia, dalam peta perdagangan internasional diposisikan hanya sebagai penyedia bahan mentah (Baca: Teori Sitem Dunia)[6]. Menariknya lagi, ini yang paling penting, kemisikinan, kesenjangan sosial, justru terjadi di wilayah dimana perusahaan – perusahaan raksasa asing beroperasi di wilayah NKRI. Lihat saja, daerah – daerah penghasil migas atau tambang - dimana mayoritas dikelola oleh perusahaan multinasional -   justru dengan angka kemiskinan tertinggi dan Index Pembangunan Manusia (IPM) yang sangat rendah. Contoh kecilnya jangan  jauh - jauh ke Papua, Kalimantan atau Sumatra. Di Pulau Jawa, yang merupakan pusat pemerintahan saja kondisi itu belum bisa diatasi. Penulis beberapa hari kebelakang sempat mengunjungi daerah Sedari, desa paling ujung dari Karawang Jawa Barat. Gizi buruk, akses transportasi, akses air, akses pendidikan, akses ekonomi semuanya serba terbelakang terjadi di wilayah tersebut. Lantas bagaimana dengan kondisi diluar Jawa? Silahkan cari sendiri. Namun, kondisi lebih membaik ketika tahun 2008 blok migas di Karawang tersebut diakuisisi oleh Pertamina (Baca: PHE ONWJ). Akses air bersih sekarang tersedia, akses jalan mulai dibangun. Secara keseluruhan masyarakat mulai diberdayakan. Kondisi tersebut tidak pernah terjadi selama puluhan tahun perusahaan asing bercokol. Fakta tersebut artinya perusahaan nasional sudah mampu mengelola, dan jauh lebih peduli terhadap kondisi bermanfaat sekitar[7]. Ketiga,  ini yang terahir, krisis energi  migas diseluruh dunia sudah bukan menjadi rahasia umum. Indonesia bukan lagi negara kaya akan migas, krisis ini sudah diambang pintu dan menjadi perhatian publik. Tahun 2043 migas diperkirakan akan habis, dan di Indonesia itu sendiri akan habis pada tahun 2027 jika tidak segera ditemukan cadangan migas baru. Maka kegiatan Investasi untuk Eksplorasi harus dioptimalkan. Karena memang seperti yang diungkapkan SKK Migas iklim investasi sektor hulu migas sedang lesu, perlu kebijakan untuk mendorong invesatasi. Pada prinisipnya penulis sepakat dengan kebijakan tersebut selama memenuhi kaidah keadilan, kemanusiaan dan demokrasi seraya tetap mengutamakan kepentingan nasional. Maka dari itu bisa sejalan dengan Nawacita yang diusung oleh Presiden kita, dimana pada saat kampanye menekankan akan mengupayakan kedaulatan energi berbasis kepentingan nasional[8].  Dengan begitu, Presiden menyadari betul dengan sadar bahwa Indonesia belum berdaulat dalam sektor energi. Partisipasi dari seluruh elemen sangat dibutuhkan untuk mengawal dan mendorong bahkan membantu pemerintah mewujudkan visi -  misinya tersebut.
BAB II
              PEMBAHASAN

II. I Regulasi Sebagai Pedoman Bisnis Inudtri Hulu Migas
Berbagai persoalan dalam industri hulu migas ini, dilihat dari perspektif keamanan apabila dianalisi merupakan ancaman.  Sebetulnya persoalan ini bisa diatasi, karena setiap negara memiliki hak untuk melaksanakan dan melindungi kepentingan nasionalnya. Salah satunya dengan revisi amandemen UUD 1945, dimana saat ini hampir 99% produk hukum di Indonesia berpihak kepada para pemodal, pastinya bertentangan dengan cita – cita berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). UU yang tidak berpihak kepada kepentingan nasional – terutama yang menguasai hajat hidup orang banyak- perlu direvisi, khususnya soal UU MIGAS no 22 Tahun 2001.  Menurut beberapa ahli UU migas tersebut merupakan cikal bakal terjadinya liberalisasi di sektor migas. Menurut penulis, akar persoalan yang terjadi di sektor bisnis hulu migas yaitu ada pada peraturan perundang – undangan yang berlaku tersebut dan ego sektoral antar institusi didalamnya. Sejarah membuktikan bahwa negri ini mudah hancur ketika konflik dalam negeri berkepanjangan. Maka perlu adanya regulasi yang mengatur bisnis industri hulu migas, karena bersangkutan dengan hajat hidup orang banyak. Kepastian hukum tersebut yang juga harus diperhatikan. Penulis sepakat dengan adanya wacana  revisi UU tentang migas, terutama soal klausul Pertamina yang kembali mendapatkan hak ekslusif sebagai perusahaan nasional, SKK MIGAS yang jadi BUMN, KKKS serta klausul  Cost Recovery.  Tiga klausul tersebut yang sangat krusial. Jika penerapan revisi itu sukses dilakukan, dengan berpedoman pada kepentingan nasional maka penulis yakin ancaman penguasaan migas bisa diatasi, dan persoalan produksi bisa lebih maksimal.
II.II Tentang Investasi Bisnis Sektor Hulu Migas 
Krisis energi bisa terjadi kapan saja, jika Indonesia tidak segera menemukan cadangan migas baru. Tidak ada cara lain untuk mengatasinya selain membuka investasi untuk melakukan eksplorasi . Penulis tidak anti terhadap asing, hanya saja beberapa watak kapitalistik yang mencekiknya tersebut perlu diminimalisir. Seperti mencari keuntungan semaksimal mungkin dan melakukan monopoli. Hal tersebut dibuktikan dengan permintaan Investor yang ingin mendapatkan eksklusifitas dimana perlakuan pemerintah dan masyarakat pada umumnya terhadap perusahan minyak asing dan afiliasinya di bandingkan dengan perusahaan nasional[9]. Diantaranya yaitu kemudahan perijinan, intensif pajak, serta adanya Cost Recovery. Adanya beberapa aturan yang mengesampingkan kepentingan nasional berakibat kepada Pemerintah yang gagal membangun industri dalam negri[10]. Migas merupakan sumberdaya sangat strategis, dimana migas merupakan kebutuhan pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak. Maka dari itu menurut penulis perlu adanya ‘proteksi’ dari Pemerintah terhadap bisnis hulu migas. Di negara – negara kapitalis sekalipun, seperti Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa -  walaupun saat ini memasuki era perdagangan bebas –  proteksi untuk melindungi industrinya dan penduduknya tetap diberlakukan[11]. Soal investasipun sama, perlu beberapa kebijakan yang memproteksi kepentingan dalam negri dan tetap menarik bagi investor sehingga keuntungan bisa diperoleh kedua belah pihak. Dimana penerimaan negara dari sektor migas bisa lebih maksimal, yang akhirnya pembangunan bisa lebih optimal. Namun perlu diingat, strategis ini hanya untuk jangka pendek. Sedangkan pembangunan yang berkelanjutan di masa yang akan datang, merupakan suatu kesalahan besar apabila terus mengandalkan investasi dari sektor migas. Dikarenakan migas merupakan sumber daya tidak dapat diperbaharui yang suatu saat bisa habis. Investasi pada sektor lain  diantaranya Investasi untuk energi terbarukan, Investasi pada sektor pariwisata, jasa dan telekomunikasi bisa jadi solusi untuk mengurangi ketergantung atas pembangunan yang mengandalkan pemasukan dari bisnis migas.
II.III Kontrak Bisnis yang Sesuai Amanat Konstitusi
Indonesia, melalui Founding Father dengan jelas memasukan poin dalam konstitusi bahwa tanah, air, bumi, dll yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai dan dikelola oleh negara demi kemakmuran rakyat. Apabila dilihat dari konstitusi Indonesia susuai dengan amanat UUD dan Pancasila seharusnya Indonesia mengunakan paham State Property. Kuasa pertambangan migas tidak pernah, bahkan tidak boleh dipindah tangankan dari pemerintah kepada swasta. Dalam opersionalnya, pemerintah umumnya berbentuk badan pelaksanan atau perusahaan minyak nasional (NOC). Dengan cara demikian, pemerintah dapat mempengaruhi dan menentukan target produksi, biaya maksmial, serta manajemen perusahaan. Saat ini kontrak yang berlau yaitu Product Shering Contract atau PSC (Baca: Kontrak Bagi Produksi) yang mulai   diberlakukan sejak zaman Orde Baru. Tujuannya jelas untuk menyerap teknologi, dana dan SDM, agar suatu saat Indonesia bisa mengelolanya secara mandiri (Baca: Berdiri Di Atas Kaki Sendiri). Kontrak yang diterapkan saat ini, menurut penulis terdapat klausul yang merugikan negara, diantaranya soal Cost Recovery dan Insentif pajak. Cost recovery (Baca: Dana Talangan) yang ditanggung pemerintah berlaku sepanjang kontrak masih berjalan, dan dihitung dalam pembagian hasil produksi. Biaya – biaya tersebut mencakup biaya gaji, catering, biaya keamanan, sewa mobil, sewa peralatan, biaya operasi, biaya studi g7g, biaya manitanance, bahkan sampai CSR. Dengan sistem ini negara tidak mendapatkan keuntungan – karena bagi produksi, bukan bagi hasil yang dihitung dari total keuntungan yang didapatkan -  dari perusahaan yang menjalankan bisnis migas, padahal minyak yang diambil berasal dari perut bumi Indonesia. Coba cek, berapa keuntungan perusahaan yang beroprasi di blok – blok Migas Indonesia? Cost Recovery tersebut bisa dilakukan asal kontrak perjanjian dirubah menjadi bagi hasil, dimana Pemerintah bisa memenuhi kebutuhan energy dalam negri juga mendapatkan keuntungan didalamnya bisa masuk ke kas negara.  Jika dilihat dari perbandingan pola term and condition PSC beberapa negara Indonesia tergolong mengobral sektor migas. Contoh, Durasi masa eksplorasi Indonesia paling lama yaitu 10 tahun dan bisa diperpanjang, sedangkan Malaysia 5 tahun, Vietnam 5 tahun, Brunei 8 tahun. Cost recovery pun terlihat Nampak sangat berbeda. Indonesia 100%, , Malaysia none, brunei non, Vietnam 40% . Pengenaan atas pajak pun penulis rasa masih penting untuk penerimaan negara. Tidak adil rasanya perusahaan yang mendapat keuntungan dari hasil bumi dan keringat serta kerja keras warga Indonesia justru minim dikenakan pajak. Sementara rakyat yang penghasilannya memprihatinkan sekalipun tetap membayar pajak. Aspek – aspek non-ekonomi (Sosial, Pilitik, Budaya) pun harus difikirkan, karena dampaknya memerlukan cost yang lebih mahal[12]. Salah satunya soal gagasan Pajak karbon (Baca: Tax Carbon) mulai diterapkan kepada industri – industri penyumbang pemanasan global, Indonesiapun bisa mengadopsi kebijakan tersebut. Menurut penulis perlu perubahan mendasar dalam kontrak bisnis hulu migas, melihat berbagai perkembangan dan kemajuan industri hulu migas dalam negri, penulis memiliki pendapat bahwa sistem kontrak yang paling sesuai dengan amanat konstitusi adalah kontrak jasa. Dinegara – negara penghasil migas pun telah berlaku sistem kontrak tersebut.  Pada sistem ini, swasta hanya bertindak sebagai pekerja. Swasta yang berkerjasama dengan pemerintah hanya diberikan fee, atas jasa yang diberikannya. Dengan sistem seperti ini pemerintah melalui perusahaan minyak nasional yang dibentuknya memiliki kuasa penuh dengan menentukan segalanya. Kebijakan pengelolan 100% ditangan pemerintah.
II.IIII Mendorong Spirit Nasionalisasi Migas di Indonesia
Sejalan dengan visi – misi Nawacita Presiden Jokowi Dodo yang memiliki niatan pengusahaan kedaulatan energi berbasis kepentingan nasional, perlu beberapa strategi dan kebijakan yang paling mendasar pula, dan berani out off the box. Apabila mau jujur, dalam hati, ketahanan energi Indonesia memang masih rapuh. Memenuhi kebutuhan energi dalam negri masih bergantung kepada Impor. Sehingga kedaulatan energi sangat sulit untuk dicapai. Mau tidak mau, untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negri dan membangun kedaulatan serta ketahanan  strategi tidak melulu mengandalkan investasi seolah – olah tidak ada cara lain. Ada beberapa kebijakan yang bisa diterapkan. Misalnya melakukan gerakan masif  nasionalisasi asset di sektor migas. Pernyataan – pernyatan yang mengatakan Indonesia belum siap untuk mengelola energinya sendiri itu bisa ditangkis. Kenaikan produksi drastis terjadi ketika Pertamina mengakuisisi beberapa blok sperti blok ONWJ, blok Cepu dan Blok Mahakam.  Terdapat delapan kontrak yang akan habis pada tahun 2018 yang akan datang, menurut penulis peluang tersebut merupakan momentum untuk kembali ‘merebut’ blok yang ada di Indonesia.  Direktur Pertamina  Dwi Soetjipto menuturkan, perseroan berkomitmen menambah keterlibatannya dalam mengelola blok migas di dalam negeri. Pertamina akan mengambil alih blok migas yang habis kontraknya serta membeli sebagian saham di blok migas yang segera habis kontraknya. Upaya ini ditempuh Pertamina lantaran produksi minyak perseroan masih jauh dari kebutuhan. Dwi memaparkan, untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional yang saat ini mencapai 1,6 juta barel per hari (bph). Sementara kemampuan produksi kilang hanya sebesar 880.000 bph dan produksi minyak di hulu oleh Pertamina tidak sampai 300.000 bph. Maka upaya nasionalisasi tersebut akan dilakukan Pertamina. Sedangkan kebijakan lainnya yang perlu dilakukan adalah membatasi jumlah Impor perusahaan multinasional, yang terlebih dahulu mementingkan kebutuhan dalam negri. Kendala utama yang dialami industry dalam negri terkait bisnis hulu migas yaitu praktik KKN dan akses terhadap modal. Perusahaan asing jelas memiliki dana tak terbatas karena di sokong oleh lembaga – lembaga keungan dunia. Sedangkan diskrimatif dialami perusahaan dalam negri, dimana bunga bank ketika melakukan pinjaman jauh lebih besar ketimbang pada perusahaan asing. Jelas, Pemerintah tidak bisa mengintervensi Bank Indonesia yang secara vertical langsung kepada Bank Dunia. Insentif kepada perusahaan atau industry dalam negri menurut penulis harus diperhatikan, dengan begitu bisa membuat perusahaan lokal survive dan mampu bersaing baik dari segi modal maupun teknologi.
         BAB III
KESIMPULAN

III.I Industri Hulu Migas Membesarkan Bangsa
                Tidak terasa kita telah sampai kepada akhir pembahasan, setelah diatas mendiskusikan kondisi mengenai bisnis hulu migas yang merupakan sektor energy paling strategis untuk saat ini. Namun, sangat disayangkan bisnis ini belum terlalu optimal dan maksimal memberikan kontribusinya. Bayangkan saja oleh teman - teman sekalian, sudah lebih dari 100 tahun industri energi bercokol di bumi Zamrud Khatulistiwa. Namun, kiprah industri energi nasional masih rendah, masih berpegang teguh pada perusahaan asing untuk mencukupi energi dalam negri. Perlu perubahan revolusioner mengenai bisnis hulu migas. Modernitas sejatinya adalah pola pikir yang menatap jauh kedepan.  Adanya keyakinan bahwa penguasaan sumber energi  akan menjadi kunci kemandirian dan kemajuan bangsa menjadi yang utama. Tentunya dengan regulasi dan kebijakan yang mendukung, salah satunya bisa dengan cara Restorasi UUD 45. Tidak lain dan tiak bukan adanya restorasi tersebut bertujuan merevisi, menelaah dan menganalisis peraturan perundang – undangan yang tidak berpihak terhadap kepentingan nasional. Seperti yang kita kehaui juga, nilai tambah dari industri ini sedikit sekali diserap oleh negara, karena kita diposisikan sebagai penyedia bahan mentah. Berbeda jika memiliki kekuatan memproduksi semuanya dalam negri. Perlu diyakini pula, selama kita masih memiliki ketergantungan yang berkelanjutan terhadap negara maju (melalui MNCnya) sehingga kita tidak bisa melepas ikatan yang akhirnya hajat hidup kita dikuasai seutuhnya,  lebih berbahaya dari kolonialisasi itu sendiri (Baca: Neo Imperialisme dan Kolonialisme). Maka dari itu, mengupayakan kedaulatan energi menjadi solusi pasti dengan berbagai terobosan – seperti dijelaskan sebelumnya - yang akan dibuat yaitu dengan mengeluarkan berbagai  strategi untuk menjaga dan meningkatkan produksi jangka pendek, maupun panjang dengan nasionalisasi asset beserta investasi yang bijaksana dan adil. Kemudian berkomitmen meningkatkan industri dalam negri dengan berbagai kebijakan proteksi, termasuk industri energi migas baik hulu-hilir. Perlu diingat pula, selama ini kita luput terlalu dalam akan kisah – kisah kejayaan masa lampau itu.  Selama ini kita juga bangga dan merasa besar hidup di negara yang dikarunia anugrah paling lengkap ketimbang negara lain. Pola pikir kita harus dirubah, bukan karena nama besar negara, apalagi besar mengandalkan bangsa lain, itu hanya mimpi disiang bolong, jauh panggang dari pada api. Justru generasi – generasi penerus bangsa bersama seluruh warga yang harus gotong royong membesarkan bangsa sehingga yang dimaksud Indonesia adil dan makmur itu tidak lagi jadi utopis. Bukannya begitu? “Ingatlah Nak, apapun yang datang dari luar bangsamu sifatnya selalu imperialistik. Mereka tidak akan sedikitpun memikirkan kepentingan bangsamu. Karena monyet tetaplah monyet[13]
DAFTAR REFERENSI
1. Statement Presiden Jokowi Dodo melihat kekayaan SDA Indonesia di media swasta yang penulis lupa namanya dan kapan berita itu terbit,
2. Buku yang ditulis oleh Jendral TNI Gatot Nurmantyo dengan judul “Memahami Ancaman, menyadari Jati Diri Sebagai Modal Membangun Menuju Indonesi Emas”
3. Persentasi Seri Mengenal Industri Hulu Migas: Masa Depan Indonesia oleh Dr. A Rinto Pudyantoro
4. Persentasi Panglima TNI dalam acara Kuliah Umum yang digelar di Universitas Indonesia, diterbitkan oleh Koran Pikiran Rakyat (PR) edisi, Kamis 17 November 2016.
5. Majalah Indonesia Global Justice Edisi IV – Desember 2011 dengan judul “Mengakhiri Dominasi Modal Asing”
6. Berkaca pada Teori Sistem Dunia, dimana dunia dibagi menjadi tiga lapisan. Posisi Indonesia berada pada lapisan paling bawah, yaitu pherypheri; dimana Indonesia memiliki sumber daya alam serta manusianya yang melimpah. Namun, tidak memiliki kekuatan produksi dan penguasaan alat – alat produksi[1]
7. Penulis melihat langsung kondisi di blok PHE ONWJ saat melakukan kunjungan ke area tersebut pada tanggal 17 November 2016
8.  Persentasi Pak Rianto Pada Saat Pembekalan sebelum kunjungan Indutri Hulu Migas, tanggal 15 November di Gedung Kartini, Jakarta Selatan.
9. Pelajaran Ekonomi, disusun oleh Drs. Sumardi Ramon, SH, Penerbit Sinar Wijaya Surabaya
10. Kumpulan Esay Prof. Sarbini Sumadinata mengenai Aspek – Aspek Non-Ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
11. http://esdm.go.id/berita/40-migas/2766-pertamina-mencapai-rekor-tertinggi-produksi-migas.html      Diakses pda pukul 12:30 WIB, tanggal 23 November 2016
12.  http://www.pertamina.com/news-room/siaran-pers/produksi-migas-pertamina-hingga-juli-capai-640-ribu-boepd/   diakses pada pukul 12:37 WIB, tanggal 23 November 2016
13.   http://migas.esdm.go.id/post/read/delapan-kontrak-migas-akan-berakhir-2018  diakses pada pukul 12:50 WIB, tanggal 23 November 2016.
14. http://www.beritasatu.com/ekonomi/348667-pertamina-siap-ambil-alih-blok-migas-yang-habis-kontrak.html   diakses pada pukul 12:55 WIB, tanggal 23 November 2016.
15. Tetralogi Bumi Manusia, karya Pramoedya Ananta Toer
16. Buku Dialog Tanya Jawab Migas yang Ditulis oleh A. Rinto Pudyantoro yang diterbitkan oleh UP45 PRESS


[1] Statement Presiden Jokowi Dodo melihat kekayaan SDA Indonesia di media swasta yang penulis lupa namanya dan kapan berita itu terbit,
[2]  Buku yang ditulis oleh Jendral TNI Gatot Nurmantyo dengan judul “Memahami Ancaman, menyadari Jati Diri Sebagai Modal Membangun Menuju Indonesi Emas”
[3] Persentasi Seri Mengenal Industri Hulu Migas: Masa Depan Indonesia oleh Dr. A Rinto Pudyantoro
[4] Persentasi Panglima TNI dalam acara Kuliah Umum yang digelar di Universitas Indonesia, diterbitkan oleh Koran Pikiran Rakyat (PR) edisi, Kamis 17 November 2016.
[5] Majalah Indonesia Global Justice Edisi IV – Desember 2011 dengan judul “Mengakhiri Dominasi Modal Asing”

[6] ).  Berkaca pada Teori Sistem Dunia, dimana dunia dibagi menjadi tiga lapisan. Posisi Indonesia berada pada lapisan paling bawah, yaitu pherypheri; dimana Indonesia memiliki sumber daya alam serta manusianya yang melimpah. Namun, tidak memiliki kekuatan produksi dan penguasaan alat – alat produksi[6]
[7] Penulis melihat langsung kondisi di blok PHE ONWJ saat melakukan kunjungan ke area tersebut pada tanggal 17 November 2016
[9]  Persentasi Pak Rianto Pada Saat Pembekalan sebelum kunjungan Indutri Hulu Migas, tanggal 15 November di Gedung Kartini, Jakarta Selatan.
[10] Majalah Indonesian Global Justice dengan tema “Mengakhiri Dominasi Modal Asing” Edisi IV tahun 2011
[11] Pelajaran Ekonomi, disusun oleh Drs. Sumardi Ramon, SH, Penerbit Sinar Wijaya Surabaya
[12] [12] Esay Prof. Sarbini Sumadinata mengenai Aspek – Aspek Non-Ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

[13]  Novel Pramodya Ananta Toer yang merupakan Tetralogi Pulau Buru  dengan judul “Bumi Manusia”.
Mencerminkan bak orang pnggiran, tampak aslinya raja yang rakus kekuasaan. Berkelakuan bagikan pemimpin, Belakang layar seperti jadi bocah ingusan Bersikap seolah rendah hati padahal tirani. Bertindak so tegas, padahal berwatak culas, buas Menutupi kesedihan dengan cengengesan Mengungkapkan Kesenangan dengan Kemewahan Tampil bergaya negarwan, Kebijakan yang dikeluarkan menguntungkan pengusahawan. Dibentuk akan pemimpin ideal, Tersebut cuma rekayasa tangan kapital Mengatasnamakan kemanusiaan, Timbul pengangguran, kemiskinan. kelapran Mengucapkan kerakyatan, Muncul kepermukaan sebuah kediktatoran. Dibuktikan Menangkap Mengasingkan Mereka yang memberikan kritikan Dengan alas an dan tuduhan penghasutan. Kau terlalu pintar sandiwara, fiktif belaka Kau angkuh merasa bisa, Kacau dalam bisa merasa Memanusiakan manusia, Itulah kunci utama Untukmu, yang selalu dengan atas nama. Bukan atas cita - cita bangsa, Pancasila Dan UUD seribu sembilan ratuh empat puluh lima

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sosker/sajak-sandiwara_5876d9b4707a61ca093b5810
Mencerminkan bak orang pnggiran, tampak aslinya raja yang rakus kekuasaan. Berkelakuan bagikan pemimpin, Belakang layar seperti jadi bocah ingusan Bersikap seolah rendah hati padahal tirani. Bertindak so tegas, padahal berwatak culas, buas Menutupi kesedihan dengan cengengesan Mengungkapkan Kesenangan dengan Kemewahan Tampil bergaya negarwan, Kebijakan yang dikeluarkan menguntungkan pengusahawan. Dibentuk akan pemimpin ideal, Tersebut cuma rekayasa tangan kapital Mengatasnamakan kemanusiaan, Timbul pengangguran, kemiskinan. kelapran Mengucapkan kerakyatan, Muncul kepermukaan sebuah kediktatoran. Dibuktikan Menangkap Mengasingkan Mereka yang memberikan kritikan Dengan alas an dan tuduhan penghasutan. Kau terlalu pintar sandiwara, fiktif belaka Kau angkuh merasa bisa, Kacau dalam bisa merasa Memanusiakan manusia, Itulah kunci utama Untukmu, yang selalu dengan atas nama. Bukan atas cita - cita bangsa, Pancasila Dan UUD seribu sembilan ratuh empat puluh lima

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sosker/sajak-sandiwara_5876d9b4707a61ca093b5810
Mencerminkan bak orang pnggiran, tampak aslinya raja yang rakus kekuasaan. Berkelakuan bagikan pemimpin, Belakang layar seperti jadi bocah ingusan Bersikap seolah rendah hati padahal tirani. Bertindak so tegas, padahal berwatak culas, buas Menutupi kesedihan dengan cengengesan Mengungkapkan Kesenangan dengan Kemewahan Tampil bergaya negarwan, Kebijakan yang dikeluarkan menguntungkan pengusahawan. Dibentuk akan pemimpin ideal, Tersebut cuma rekayasa tangan kapital Mengatasnamakan kemanusiaan, Timbul pengangguran, kemiskinan. kelapran Mengucapkan kerakyatan, Muncul kepermukaan sebuah kediktatoran. Dibuktikan Menangkap Mengasingkan Mereka yang memberikan kritikan Dengan alas an dan tuduhan penghasutan. Kau terlalu pintar sandiwara, fiktif belaka Kau angkuh merasa bisa, Kacau dalam bisa merasa Memanusiakan manusia, Itulah kunci utama Untukmu, yang selalu dengan atas nama. Bukan atas cita - cita bangsa, Pancasila Dan UUD seribu sembilan ratuh empat puluh lima

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sosker/sajak-sandiwara_5876d9b4707a61ca093b5810
Mencerminkan bak orang pnggiran, tampak aslinya raja yang rakus kekuasaan. Berkelakuan bagikan pemimpin, Belakang layar seperti jadi bocah ingusan Bersikap seolah rendah hati padahal tirani. Bertindak so tegas, padahal berwatak culas, buas Menutupi kesedihan dengan cengengesan Mengungkapkan Kesenangan dengan Kemewahan Tampil bergaya negarwan, Kebijakan yang dikeluarkan menguntungkan pengusahawan. Dibentuk akan pemimpin ideal, Tersebut cuma rekayasa tangan kapital Mengatasnamakan kemanusiaan, Timbul pengangguran, kemiskinan. kelapran Mengucapkan kerakyatan, Muncul kepermukaan sebuah kediktatoran. Dibuktikan Menangkap Mengasingkan Mereka yang memberikan kritikan Dengan alas an dan tuduhan penghasutan. Kau terlalu pintar sandiwara, fiktif belaka Kau angkuh merasa bisa, Kacau dalam bisa merasa Memanusiakan manusia, Itulah kunci utama Untukmu, yang selalu dengan atas nama. Bukan atas cita - cita bangsa, Pancasila Dan UUD seribu sembilan ratuh empat puluh lima

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sosker/sajak-sandiwara_5876d9b4707a61ca093b5810

Mendongkrak Ekonomi Di Ciayumajakuning dengan Konsep Ekowisata!

Mendongkrak Ekonomi Di Ciayumajakuning dengan Konsep Ekowisata!
Mampir Nulis, Esay, fokuscirebon.com - Seperti yang sudah diketahui bersama, bahwa wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning)memiliki potensi wisatanya yang luar biasa. Mulai dari wisata budaya, wisata religi, sampai wisata alam ada di Caruban Nagari tersebut. Namun, sayangnya keberadaan objek wisata tersebut belum terlalu menguntungkan, terutama bagi warga sekitar. Bagaimana dan konsep seperti apa yang bisa memberdayakan warga sekitar dan mendongkrak ekonomi warga melalui program ekowisata? Simak Esay dibawah ini guys!

Pendahuluan

Sebagai daerah yang berada di ujung timur Jawa Barat (Jabar), Ciawimajakuning memiliki banyak potensi dan keunggulan, tak salah apabila Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar mengkalsifikasikan daerah Cirebon (Kab/Kota) Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning) atau yang kerap disebut kawasan Metropolitan Cirebon Raya dalam rencana tata ruang Pemprov Jabar sebagai daerah yang memiliki kekuatan ekonomi yang baru dan besar di Jabar setelah Bandung Raya. (Kompasiana: Ciayumajakuning Masa Depan Jabar Bagian Timur)

Beberpaa potensi yang bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi; Sumber Daya Alam (perikanan, pertanian, perkebunan, perdagangan, minyak dan gas). Geografis yang strategis (berada ditengah – tengah pulau jawa, dilalui jalur pantura, tol cipali, bandara dan pelabuhan pun sedang disiapkan). Topografi yang mendukung (perairan, pesisir, pantai, dataran dan pegunungan). Pemerintah daerah pun bersepakat akan memproyeksikan kawasan ciayumajakuning sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang prestisius, baik skala regional, nasional bahkan internasional. Hal ini bisa dibuktikan dengan mulai menjamurnya hotel, pusat perbelanjaan di Ciayumajakuning, pembangunan akses tol, bandara dan pelabuhan.(merawatnurani.blogspot.com: Menuju Metropilitan Cirebon Raya)

Potensi lainnya dalam bidang manufaktur seperti industri batik, rotan, makanan olahan dan perdagangan pun dimiliki.Dari beberapa potensi yang dimiliki wilayah Ciayumajakuning dengan beberapa keunggulannya maka bisa menjadi suatu potensi baru yaitu potensi pariwisata yang apabila dikelola bisa memberikan kontribusi yang besar untuk pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitar. Potensi pariwisata; di Kota dan Kabupaten Cirebon memiliki potensi wisata budaya dan religi, Kuningan dan Majalengka memiliki potensi wisata alamnya, dan Indramayu potensi wisata baharinya. Tidak hanya itu, potensi budaya dan kearifan lokal di Ciayumajakuning pun menjadi aset luar biasa. Kesemua itu apabila terintegrasi jelas akan menghasilkan output yang luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi. (kabar-cirebon.com: Pembangunan BIJB dan Tol Cipali Potensi Ekonomi Luar Biasa)
Mendongkrak Ekonomi Di Ciayumajakuning dengan Konsep Ekowisata!
BACA JUGA: Lomba Menulis Gratis dengan Hadiah Total Puluhan Juta

Akan tetapi, sebelum membahas lebih lanjut terkait konsep kepariwisataan seperti apa yang bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi, kita akan membahas berbagai permasalahan yang akan dihadapi untuk bisa mencapai target tersebut. Hal yang penting dalam mengembangkan pariwisata yaitu bagaimana caanya para back packer bisa menikmati perjalanan wisatanya dengan rasa aman dan nyaman. Karena salah satu prasarat penting dalam kepariwisataan yaitu adanya kemudahan dan rasa aman bagi pengunjung wisata. Untuk itu, ketersediaan infrastruktur penunjang seperti akses jalan menuju lokasi wisata, transportasi massal, paket – paket wisata, serta isu – isu kriminalitas dari mulai yang terkecil seperti pencopetan dan terorisme harus bisa diatasi oleh pemerintah.

Terkadang penulis geram, tak jarang petinggi atau pejabat di Jabar (baik pejabat daerah Kota/Kab) dalam ekspose menggembar – gemborkan kelengkapan kekayaan dan potensi wisata di Jabar – termasuk daerah Ciayumajakuning- yang juga memiliki potensi luar biasa. Yang menjadi pertanyaan penulis untuk kesekian kalinya, akankah para back packer bisa menikmati perjalanan wisatanya dalam suasana aman dan nyaman. Lebih dari pada itu yang paling utama, sudah terbangunkah jejaring perhubungan yang nyaman, aman, mudah, dan teragendakan? Konsep kepariwisataan seperti apa yang bisa memberikan sumbangsih terhadap perekonomian, sudahkah dibuat grand designnya ? Menurut penulis konsep Ekowisata mungkin bisa dijadikan alternatif untuk menjawab pertanyan diatas.

Ekowisata sebagai Konsep Pariwisata yang Berkelanjutan

Pariwisata yang berkelanjutan yaitu konsep pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang dan juga  masa yang akan datang.  Konsep pariwisata ini pun memiliki norma untuk tidak merusak alam, budaya,  agar dapat diwariskan pada generasi penerus bangsa. Pada dasarnya, pariwisata berkelanjutan sangat memperhatikan aspek keseimbangan alam, lingkungan, budaya dan ekonomi agar pariwisata terus berkesinambungan.

Pariwisata berkelanjutan dapat diterapkan pada daerah tujuan wisata mana pun dan pada semua jenis aktivitas priwisata, termasuk potensi pariwisata di Ciawimajakuning. Pariwisata berkelanjutan memiliki prinsip mencakup kualitas, kesinambungan serta keseimbangan aspek – aspek lingkungan, budaya dan manusia. Untuk mewujudkannya, terdapat berbagai jenis pariwisata yang dapat kita pilih, dan agar  sektor pariwisata bisa berdampak langsug terhadap peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah dapat dipilih konsep ekowisata.

BACA JUGA: Aplikasi Chating Buatan Google dengan Nama Allo, Mau Nyoba Klik Disini

Ekowisata merupakan pariwisata bertanggung jawab yang dilakukan pada tempat – tempat alami, serta memberi kontribusi terhadap kelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan bagi msyarakat setempat (TIES – The International Ecotourism Society). Hal yang perlu ditekankan kepada para penyedia jasa pariwisata, daerah tujuan maupun pemerintah setempat daerah yang ingin berorientasi pada ekowisata harus memiliki kebijakan dan program tersendiri terkait pelestarian lingkungan, budaya setempat dan maanfaat ekonomi terhadap masyarakat setempat. Karena pada banyak tempat, produk – produk wisata yang dijual kebanyakan menyematkan kata “eko” atau dalam kata lain “kembali ke alam” hanya sebagai label untuk menarik wisatawan yang tidak diiringi dengan semangat melestrikan atau melibatkan masyarakat setempat dalam produk wisata. Alhasil,  dunia pariwisata tidak akan berdampak banyak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat dan daerah.

Prinsip dan Ciri Ekowisata

Ekowisata pun memiliki beberapa ciri yang harus dipahami oleh pemangku kebijakan atau pengusaha yang bergerak dibidang pariwisata. Ciri atau karakterisitik ekowisata beda dengan wisata massal/konvensional. Pertama, dalam pengembangan ekowisata tentunya perlu sarana transportasi. Konsep ekowisata menekankan agar usaha pariwisata lebih banyak menggunakan sarana transportasi lokal, sarana akomodasi lokal, yang dikelola oleh masyarakat setempat dan membedakan kehidupan masyarakat setempat dalam menumbuhkan pendapatan ekonominya.

Ke-dua, karakteristik ekowisata pun tidak hanya menampilkan berbagai atraksi wisata, akan tetapi menawarkan pula peluang untuk menghargai lingkungan secara berkesinambungan. Ke-tiga, wisatawan memiliki keterlibatan langsung dalam pelestarian lingkungan, dengan harapan agar kesadaran akan keberadaan sumber daya dan lingkungan. Menurut Choy (1998:179) prinsip tersebut melputi: (1) lingkungan ekowisata harus bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang relatif belum tercemar dan terganggu, (2) ekowisata harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi langsung kepada masyarakat setempat, (3) pendidikan dan pengalaman ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya yang terkit, sambil berolah pengalaman yang mengesankan.

Pendekatan Pengembangan Ekowisata

1.    Pendekatan partisipasi dan pemberdayaan: pendekatan ini harus mampu menghasilkan model partisipasi masyarakat setempat. Partisipasi tersebut yaitu melibatkan masyarakat dalam penyusunan perencanan sejak awal, dimana masyarakat bisa menyampaikan gagasannya.

2.    Pendekatan Sektor Publik: peran sektor publik atau pemerintah pun diperlukan untuk pengembangakn ekowisata, pemerintah memiliki otoritas untuk menyusun kebijakan dan pengendalian tentang manfaat sumberdaya alam dan lingkungan. Terutama yaitu pemerintah memiliki akses yang cukup tinggi dengan penyandang dana, seperti bank, investor dan donatur.

3.    Pendekatan pengembangan infrastruktur: penyedian infrastruktur dasar adalah hal yang tak boleh luput dari perhatian. Karena tanpa adanya sarana dan prasarana potensi wisata akan hanya menjadi potensi tidak menjadi objek yang akan memberikan sumbangan besar untuk warga dan juga daerah. Infrastruktur seperti jalan, sarana transportasi, air bersih, jaringan telekomunikasi, listrik dan lainnya. Apalagi dijaman yang modern ini bisa memanfaatkan teknologi untuk membuat sebuah aplikasi yang memudahkan para wisatawan dan juga masyarakat setempat. Teknologi tinggi harus mampu menghindari kerusakan lingkungan dsn kerusakan pemandangan yang bertolak belakang dengan konfigurasi alam sekitarnya.

4.    Pendekatan pengelolaan Ekowisata: untuk terkendalinya pengelolaan ekowisata secara professional dibutuhkan manajemen/pengelolaan kawasan ekowisata yang berdasarkan aspek – aspek sumberdaya manusa, seperti keungan, aspek material, aspek pengelolaan/bentuk usaha dan aspek pasar. Kelima unsur terebut dapat diorganisasikan dalam bentuk koperasi , PT, maupun perorangan.
Standar Pembinaan Ekowisata

            Roger A. Lnlaster (1983;5) mengemukakan beberapa pembinaan terkait ekowisata, standard pembinaan ekowisata akan diuraikan berdasarkan pendekatan melalui pembinaan antara lain:
1.    Standar pembinaan lingkungn ekowisata

a.    Sektor pemerintah berkewajiban untuk membina dan melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta budaya lokal, (2) peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteran masyrakat, (3) menyempurnakan prasarana dasar di wilayah sekitarnya, (4) menumbuhkan dan meningkatkan lembaga – lembaga kemasyarakatan untuk berpartisipasi, (5) mengembangkan segmen pasar ekowisata bersama usaha pariwisata, (6) menetapkan lokasi ekowisata yang berdasarkan penelitian merupakan daerah yang perlu dibuat perencanaannya lebih lanjut., (7) menyusun kebijakan pengembangan ekowisata yng pada gilirinnya dapt dinaungi payung hukum baik berupa Peraturan Gubernur, Wlalikota , Bupati maupun Peraturan Daerah.

b.    Swasta/ Usaha pariwisata: (1) Pemanfaatan sarana dan fasilitas milik penduduk lokal, untuk tercapainya pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui bimbingan dan tuntunan dalam menata sarana, (2) mengembangkan tema-tema paket wisata eko yang memiliki daya saing dan daya pemikat yang mencerminkn karkter dan citra ekowisata kepada wisatawan. (3) Mendorong tingkat pendapatan masyrakat melalui pemanfaatan hasil kreatifitas, inovasi masyarakat (merchandise), (4) mendorong bertumbuh kembangnya kewirausahan masyrakat setempat, (5) melakukan berbagai kegiatan promosi melalui berbagai teknik promosi dan pemasaran pasar wisata dengan tetap mendasarkan pendekatan kosnep pemsaran sosil.

c.    Masyarakat
1.    Dalam penataan ruang ekosiwata masyarakat berhak untuk: (1) berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, (2) mengetahui secara terbuka rencan tata kawasan dan rencana rinci kawasan ekowisata

2.    Mendorong partisipsi masyarakat. 

Menurut Brandon dalam buku yang ditulis Budi Riyanto (2005:227) terdapat sepuluh aspek yang intinya memberikan peran partisipsi local dalam menyusun perencanaan, penciptaan pemilikn saham, meningkatkn keuntungn dan financial masyarakat dengan memanfaatkan agen perubaan atau kaum intelektual dalam pengembanagn ekowisat. Kemampuan intelektual dalam pengalamanny berorganisasi ditengah – tengah msyrakat dalAh penting.

Peranan sektor publik (Pemerintah)

Pemerintah harus berupaya mengeluarkan paket – paket kebijakan diantaranya yaitu: (1) melakukan penelitian terhadap sumber daya alam, (2) partisipasi masyarakat secara berkesinambungan melalui pengembangan ekonomi kerakyatan dalam bentuk mengelola seluruh potensi ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak, (3) peningkatan aset dan kapabilitas masyarakat dan perlindungan masyarakat dari praktik dan kekuatan yang memiskinkan dan meminggirkan masyarakat lokal. Pemerintah pun harus melaksanakan  fungsinya dengn baik sebagai regulator dan fasilitator yang dapat menciptakan iklim  kondusif bagi peningkatan akses partisipasi masyarakat. Pemerintahpun harus mampu menjembatani hubungan kemitraan antara organisasi masyarakat sipil dengn sektor bisnis.
Pemerintah juga perlu mempersiapkan diri untuk mewujudkan suatu destinasi pariwisata yang lebih bertanggung jawab, serta berkomitmen untuk menyediakan pelayanan yang senantiasa mendukung pelestarian alam dan kebudayaan setempat. Menurut Unesco untuk memnuhi kebutuhan dan pelayanan pariwisata harus didukung oleh berbagai komponen diantaranya yaitu :

1.    Objek dan Daya Tarik Wisata
Mengapa wisatawan berkunjung kesuatu daerah? Setiap wisatawan pasti memiliki lasan yang berbeda terkait kunjungannya ke suatu objek wisata. Namun kebanyakan wisatwan datang untuk menikmati hal – hal yang tidak dpat ia temukan dalam kehidupn keshriannya. Alam, budaya sert sejarah sutu derah merupakn bagian dari objek dan daya tarik wisata. Objek dan daya tarik wisata dengan kata lain yaitu atraksi wisata. Iklim, pntai, flora, fauna , gua, air terjun, sert hutan yang indah termsuk atrksi wisata alam. Atraski wisata budaya mislny arsitektur rumah tradisional, situs arkeologi, benda seni dan kerajinan, ritual atau upacar budaya(Sebutkan objek dan potensi wist di Cirebon)

2.    Trasnportasi dan Infrastruktur
Sarana dan prasaran trasnportasi untuk menunjang dunia pariwisata harus mulai dikonsep, entah itu oleh pemerintah provinsi atau daerah. Akses ini begitu penting untuk memudahkan wisatawan, selain itu bias juga mempercepat arus perputaran ekonomi apabila antar objek wisata bias saling terhubung. Kota Bandung contohnya mengeluarkan Bus Bandung City Tour, ini merupakan bentuk penyediaan transportasi. Masih banyak lagi yang bias ditiru dan diterpakan di Ciayumajakuning.

3.    Sapta Pesona
Bagaiman membuat wisatawan betah dan ingin terus kembali ke tempat kita? Terdapat dua poin penting untuk menjawab ertanyaan tersebut. Pertama, pelayanan yang baik. Pelayanan yang baik ini tidak hany meliputi fasilitas yang disediakan, namun terkait jug kodisi sosil kultur masyarakat setempat. Bayangkan jika kita sudah merencakanan perjalanan wisata, ketika sampai menemui supir yang kasar dan menipu penumpang, banyak copet, pedagang asongan yang memaksa membeli dagangannya, akomodsi yang tidak layak. Bagaimana rasanya?
Tentu kita semua tidak ingin hal ini terjadi di tempat kita. Ke-dua, menjag keindahan dan kelestarin alam serta budaya yng merupakan asset pariwisata.  Bagaimana caranya mewujudkan hal tersebut? Departemen Kebudayaan Pariwista RI memiliki program yang disebut sapta pesona. Terdapat tujuh unsur yang enam diantaranya penting diterapkan untuk memberikan pelaynan yang baik serta menjg dan merawat keindahan alam daerah wisata, yaitu: Aman, tertib, bersih, indah, ramah dan kenangan.
 Selain ke tujuh unsur tersebut terdapat pula beberapa unsur penting yang tak bleh luput dari peahaman. Dalam mendukung pariwisata sangat penting untuk: (1) tetap mempertahankan nilai – nilai adat istiadat, norma dan agama yang berlaku, (2) menjaga kelestarian budaya dan lingkungan, (3)memastikan keberlanjutan usaha pariwisata sehingga dapat meningkatkan perekonomian. Dari berbagai penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa ekowisata memiliki tujuan, manfaat serta sasaran yang jelas diantaranya yaitu:

Tujuan Ekowisata: (1) mendorong usaha pelestarian dan pembangunan berkelanjutan, (2) membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di daerah tujuan wisata; baik bgi wisatawan, masyarakat setempat, maupun par penentu kebijakan di bidang kebudayaan dan pariwisata, (3) mengurangi dampak negative berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan daan budaya local akibat kegiatan wisata serta memberikan keuntungan ekonomi secara langsung, mengembangkan ekonomi masyrakat dan pemberdayaan masyarakat dengan menciptakan produk wisata alternative yang mengedepankan nilai – nilai dan keunikan lokal (Kearifan lokal).

BACA JUGA: Sejarah dan Mitos Jalan Karanggetas di Kota Cirebon, Mengerikan!

Manfaat Ekowisata: (1) memberikan edukasi kepada wisatawan tentang fungsi dan manfaat lingkungan alam dan budaya, (2) meningkatkan kesadaran dan penghargaan akan lingkungan dan budaya, (3) bermanfaat secara ekologi, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat setempat. Sasaran Ekowisata: (1) terwujudnya kesdaran antara wisatawan dengan msyarakt setempat tentang konservasi, (2) terwujudnya organisasi masyarakat setempat yang bertujuan mengelola usaha pariwisata guna menunjang kebutuhan wisatawan selama berada dilokasi wisata, (3) terwujudnya prinsip saling pengertian melalui prinsip kemitraan dengan cara meningkatklan pemahaman yang sama mengenai lingkungan.
\
Dalam artikel ini penulis mencoba memberikan pemahaman seputar kepariwisataan yang bisa dijadikan rujukan oleh pemerintah untuk mengembangkan potensi wisata yang ada agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Penulis hanya mengingatkan, potensi pariwisata yang ada untuk cepat diberdayakan. Karena kalau tidak, potensi hanyalah tinggal potensi yang sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap perekonomian. Pariwisata akan berdampak ketika sudah menjadi objek (destinasi) bukan potensi. Pemerintah harus segera mengorientasikan pikiran kewenangannya untuk mengembangkan potensi wisata daerahnya (kerjasama dan menghilangkan ego sektoral) untuk menjadi objek wisata yang unggul dan memberikan pertumbuhan ekonomi.  Akankah pariwisata di Ciayumajakuning tetap menjadi potensi, bukan objek?Politik sebagai bisnis tak lagi mementingkan moralitas dan idelaisme, kecuali keuntungan individu dan kelompok, demokrasi jelas akan kontraprodukti. So, Qou Vadis Pariwisata Ciawimajakuning?

Notes:
- Tulisan ini Ditulis Oleh Epri Fahmi Aziz Mahasiswa FE Unswagati
- Tulisan Diatas pernah dipostingkan di akun blog penulis
- Sebarkan jika dirasa bermanfaat


Featured

Recent Posts Widget