Di Kuningan Mondok Gratis Bagi Para Santri, Ini Dia Ponpesnya!
Kuningan, Fokuscirebon.com - Sewilayah 3 Cirebon terkenal dengan beberapa pondok pesantrennya. Ponpes tersebut tidak bisa lepas dari budaya dan sejarah yang ada. Kita sering berfikir bahwa pesantren itu tidak nyaman dan mahal. Di kuningan, Jawa Barat terdapat pesantren yang sejak tahun 2000 silah menbebaskan semua biaya untuk para santrinya, Subhanallah. Di pesantren tersebut hanya di wajibkan menuntut ilmu, tanpa ada kewajiban membayar sepeserpun.
Manis Lor yang identik dengan basis Ahmadiyah, rupanya terdapat sebuah pondok pesantren (ponpes) salaf. Ya, Ponpes Al Muttaqin.
Sejak berdiri pada 2000 silam, Ponpes Al Muttaqin tidak pernah bergantung pada bantuan pemerintah. Namun, mampu menampung ratusan santri yatim tanpa pungutan biaya.
Kegiatan santri Ponpes Al Muttaqin setiap harinya selain salat lima waktu, juga mengaji kitab kuning, menghafal Alquran, dan berbagai aktivitas keagamaan lainnya. Asrama putra dan putri dipisahkan.
Tampak seorang ulama muda mengatur para santri berusia SD, SMP dan SMA, untuk menikmati hidangan takjil buka puasa bersama. Dialah Moch Saeful Ramdhoni, pengasuh Ponpes Al Muttaqin.
Ulama muda asli warga Manis Lor itu merupakan lulusan Ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Setelah menuntaskan pesantrennya, dia bertekad mengabdikan diri membimbing santri-santri yang sebagian besar yatim.
“Ponpes ini didirikan pada tahun 2000, tepat zaman milenium. Awalnya tidak sebesar ini. Masjid dan bangunan asrama berdiri di atas lahan sekitar 300 bata,” sebut Kiai Saiful kepada Radar Kuningan.
Dalam membimbing para santri, Saiful diabantu tujuh pengurus ponpes. “Kami gunakan untuk membimbing para anak yatim agar menjadi anak bangsa yang bermanfaat untuk agama dan negara kelak,” tuturnya.
Saat ini, asrama putra dan putri dihuni 53 santri untuk menimba ilmu. Ditambah sekitar 80-an santri kalong yang tidak menginap. Jumlahnya menjadi 130-an orang.
Saeful menyebutkan, pesantrennya menggeratiskan biaya santri yang mayoritas yatim itu. Termasuk untuk mengenyam pendidikan formal di SD, SMP atau SMA, para santri malah dibiayai pondok pesantren.
Bahkan, pesantren yang dibinanya juga tidak bergantung pada pemerintah. Lalu dari manakah biaya hidup dan pendidikan para santrinya selama ini?
“Itulah kehendak Allah SWT. Alhamdulillah meskipun tanpa menggantungkan diri ke pemerintah, kami sering mendapatkan bantuan dari para donatur yang tidak mengikat. Saya teringat ketika sedang membangun masjid, tiba-tiba ada amplop di bawah pintu berisi uang Rp 25 juta entah dari siapa,” ungkapnya.Klik Radar Cirebon, untuk Info lengkapnya atau langsung kunjungwi website resminya Al-Muttaqin.
Manis Lor yang identik dengan basis Ahmadiyah, rupanya terdapat sebuah pondok pesantren (ponpes) salaf. Ya, Ponpes Al Muttaqin.
Sejak berdiri pada 2000 silam, Ponpes Al Muttaqin tidak pernah bergantung pada bantuan pemerintah. Namun, mampu menampung ratusan santri yatim tanpa pungutan biaya.
Kegiatan santri Ponpes Al Muttaqin setiap harinya selain salat lima waktu, juga mengaji kitab kuning, menghafal Alquran, dan berbagai aktivitas keagamaan lainnya. Asrama putra dan putri dipisahkan.
Tampak seorang ulama muda mengatur para santri berusia SD, SMP dan SMA, untuk menikmati hidangan takjil buka puasa bersama. Dialah Moch Saeful Ramdhoni, pengasuh Ponpes Al Muttaqin.
Ulama muda asli warga Manis Lor itu merupakan lulusan Ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Setelah menuntaskan pesantrennya, dia bertekad mengabdikan diri membimbing santri-santri yang sebagian besar yatim.
“Ponpes ini didirikan pada tahun 2000, tepat zaman milenium. Awalnya tidak sebesar ini. Masjid dan bangunan asrama berdiri di atas lahan sekitar 300 bata,” sebut Kiai Saiful kepada Radar Kuningan.
Dalam membimbing para santri, Saiful diabantu tujuh pengurus ponpes. “Kami gunakan untuk membimbing para anak yatim agar menjadi anak bangsa yang bermanfaat untuk agama dan negara kelak,” tuturnya.
Saat ini, asrama putra dan putri dihuni 53 santri untuk menimba ilmu. Ditambah sekitar 80-an santri kalong yang tidak menginap. Jumlahnya menjadi 130-an orang.
Saeful menyebutkan, pesantrennya menggeratiskan biaya santri yang mayoritas yatim itu. Termasuk untuk mengenyam pendidikan formal di SD, SMP atau SMA, para santri malah dibiayai pondok pesantren.
Bahkan, pesantren yang dibinanya juga tidak bergantung pada pemerintah. Lalu dari manakah biaya hidup dan pendidikan para santrinya selama ini?
“Itulah kehendak Allah SWT. Alhamdulillah meskipun tanpa menggantungkan diri ke pemerintah, kami sering mendapatkan bantuan dari para donatur yang tidak mengikat. Saya teringat ketika sedang membangun masjid, tiba-tiba ada amplop di bawah pintu berisi uang Rp 25 juta entah dari siapa,” ungkapnya.Klik Radar Cirebon, untuk Info lengkapnya atau langsung kunjungwi website resminya Al-Muttaqin.