Advertisement

Mendorong Semangat Nawacita untuk Membesarkan Bangsa dengan Spririt Nasionalisasi Aset Migas


BAB I
PENDAHULUAN
I.I Kondisi Makro (Global)
Latar belakang terjadinya kolonialisasi terhadap bumi Nusantara adalah kelengkapan kekayaan alam yang terkandung dalam isi perut bumi pertiwi, yang tentunya tidak semua negara dianugrahi kekayaan SDA seperti yang ada di negeri gemah ripah loh jinawi ini. Akhirnya banyak negara yang berlomba agar bisa menguasai sepenuhnya tanah pertiwi. Semua sumber – sumber energi dan alat – alat produksi dikuasai penjajah pada saat itu, yang akhirnya menjadi sebuah kegiatan monopoli atas hajat hidup manusia Nusantara.  Peristiwa sejarah itu sepatutnya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua di era kemerdekaan ini, dan menjadi tanggung jawab yang tidak bisa dielakan lagi untuk merawat dan melindungi kekayaan tersebut. Lantas apakah kondisi kekinian lebih membaik ketimbang masa kolonialisasi dulu? Mari kita pecahkan jawabannya bersama – sama.  Sebelum bicara lebih jauh menyoal energi, khususnya bisnis industri hulu migas di Indonesia dan kontribusinya  terhadap kondisi ekonomi, sosial, politik dan budaya. Akan menjadi suatu hal lebih positif jika kita semua menyamakan pandangan atau persepsi terhadap minyak dan gas bumi (Baca: Migas) itu sendiri. Menyatukan persepsi ini sangat penting, agar kita mengetahui letak permasalahan utamanya serta solusi atau strategi apa yang harus diterapkan, dengan harapan industri migas bisa diperuntukan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai amanat konstitusi (Baca: UUD 1945 dan Pancasila). Baiklah, langsung saja kita diskusikan bersama. Pertama,  migas  merupakan kebutuhan semua negara di dunia. Merupakan suatu keharusan bagi kita semua – terutama Pemerintah – untuk memperhatikan peta perpotilitikan dunia (Baca: geopolitik). Lambat laun seiring dengan semakin menurunnya cadangan minyak dunia, geopolitik yang sebelumnya berpusat di timur tengah (Baca: Arab Spring) mulai bergeser ke wilayah Equator. Ingat, Indonesia – dilintasi garis khatulistiwa - sumber energi baik konvensional sampai terbarukan berserakan dari ufuk barat-timur. Berlatar belakang kondisi tersebut tidak salah kalau Presiden RI Jokowi Dodo mengungkapkan bahwa kekayaan alam Indonesia (Baca: Sumber Daya Alam) bisa jadi menguntungkan dan sangat bisa menjadi ancaman[1].  Kedua, konflik – konflik dibelahan dunia terjadi akibat persaingan kepentingan antar negara untuk menguasai energi[2].Contoh kecil, di Venazuela yang memiliki cadangan minyak paling besar setara dengan 17,55% cadangan migas dunia[3]. Sebaliknya, seperti yang diungkapkan Gatot, justru krisis dan kekurangan pangan terjadi. Akibatnya, kejahatan dan pembunuhan semakin massif. Sebanyak 34.000 warga Venezuela mengungsi ke Kolombia. Kemudian sebanyak 4 juta penduduk Suriah juga mengungsi[4]. Miris memang, ternyata kekayaan alam tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan, termasuk di Indonesia (Baca: Kutukan Sumber Daya Alam)[5].
I.II Kondisi Mikro (Internal)
Persoalan migas di Indonesia begitu komplek, mulai dari regulasi yang tumpang tindih, perijinan yang berbelit - belit, birokrasi yang rumit, praktik KKN yang merasuk hingga pori – pori kulit. Selain itu, soal investasi dan kontrak bagi produksi – bukan bagi hasil - juga mengisi sederet persoalan energi dalam negeri.  Indonesia, dalam peta perdagangan internasional diposisikan hanya sebagai penyedia bahan mentah (Baca: Teori Sitem Dunia)[6]. Menariknya lagi, ini yang paling penting, kemisikinan, kesenjangan sosial, justru terjadi di wilayah dimana perusahaan – perusahaan raksasa asing beroperasi di wilayah NKRI. Lihat saja, daerah – daerah penghasil migas atau tambang - dimana mayoritas dikelola oleh perusahaan multinasional -   justru dengan angka kemiskinan tertinggi dan Index Pembangunan Manusia (IPM) yang sangat rendah. Contoh kecilnya jangan  jauh - jauh ke Papua, Kalimantan atau Sumatra. Di Pulau Jawa, yang merupakan pusat pemerintahan saja kondisi itu belum bisa diatasi. Penulis beberapa hari kebelakang sempat mengunjungi daerah Sedari, desa paling ujung dari Karawang Jawa Barat. Gizi buruk, akses transportasi, akses air, akses pendidikan, akses ekonomi semuanya serba terbelakang terjadi di wilayah tersebut. Lantas bagaimana dengan kondisi diluar Jawa? Silahkan cari sendiri. Namun, kondisi lebih membaik ketika tahun 2008 blok migas di Karawang tersebut diakuisisi oleh Pertamina (Baca: PHE ONWJ). Akses air bersih sekarang tersedia, akses jalan mulai dibangun. Secara keseluruhan masyarakat mulai diberdayakan. Kondisi tersebut tidak pernah terjadi selama puluhan tahun perusahaan asing bercokol. Fakta tersebut artinya perusahaan nasional sudah mampu mengelola, dan jauh lebih peduli terhadap kondisi bermanfaat sekitar[7]. Ketiga,  ini yang terahir, krisis energi  migas diseluruh dunia sudah bukan menjadi rahasia umum. Indonesia bukan lagi negara kaya akan migas, krisis ini sudah diambang pintu dan menjadi perhatian publik. Tahun 2043 migas diperkirakan akan habis, dan di Indonesia itu sendiri akan habis pada tahun 2027 jika tidak segera ditemukan cadangan migas baru. Maka kegiatan Investasi untuk Eksplorasi harus dioptimalkan. Karena memang seperti yang diungkapkan SKK Migas iklim investasi sektor hulu migas sedang lesu, perlu kebijakan untuk mendorong invesatasi. Pada prinisipnya penulis sepakat dengan kebijakan tersebut selama memenuhi kaidah keadilan, kemanusiaan dan demokrasi seraya tetap mengutamakan kepentingan nasional. Maka dari itu bisa sejalan dengan Nawacita yang diusung oleh Presiden kita, dimana pada saat kampanye menekankan akan mengupayakan kedaulatan energi berbasis kepentingan nasional[8].  Dengan begitu, Presiden menyadari betul dengan sadar bahwa Indonesia belum berdaulat dalam sektor energi. Partisipasi dari seluruh elemen sangat dibutuhkan untuk mengawal dan mendorong bahkan membantu pemerintah mewujudkan visi -  misinya tersebut.
BAB II
              PEMBAHASAN

II. I Regulasi Sebagai Pedoman Bisnis Inudtri Hulu Migas
Berbagai persoalan dalam industri hulu migas ini, dilihat dari perspektif keamanan apabila dianalisi merupakan ancaman.  Sebetulnya persoalan ini bisa diatasi, karena setiap negara memiliki hak untuk melaksanakan dan melindungi kepentingan nasionalnya. Salah satunya dengan revisi amandemen UUD 1945, dimana saat ini hampir 99% produk hukum di Indonesia berpihak kepada para pemodal, pastinya bertentangan dengan cita – cita berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). UU yang tidak berpihak kepada kepentingan nasional – terutama yang menguasai hajat hidup orang banyak- perlu direvisi, khususnya soal UU MIGAS no 22 Tahun 2001.  Menurut beberapa ahli UU migas tersebut merupakan cikal bakal terjadinya liberalisasi di sektor migas. Menurut penulis, akar persoalan yang terjadi di sektor bisnis hulu migas yaitu ada pada peraturan perundang – undangan yang berlaku tersebut dan ego sektoral antar institusi didalamnya. Sejarah membuktikan bahwa negri ini mudah hancur ketika konflik dalam negeri berkepanjangan. Maka perlu adanya regulasi yang mengatur bisnis industri hulu migas, karena bersangkutan dengan hajat hidup orang banyak. Kepastian hukum tersebut yang juga harus diperhatikan. Penulis sepakat dengan adanya wacana  revisi UU tentang migas, terutama soal klausul Pertamina yang kembali mendapatkan hak ekslusif sebagai perusahaan nasional, SKK MIGAS yang jadi BUMN, KKKS serta klausul  Cost Recovery.  Tiga klausul tersebut yang sangat krusial. Jika penerapan revisi itu sukses dilakukan, dengan berpedoman pada kepentingan nasional maka penulis yakin ancaman penguasaan migas bisa diatasi, dan persoalan produksi bisa lebih maksimal.
II.II Tentang Investasi Bisnis Sektor Hulu Migas 
Krisis energi bisa terjadi kapan saja, jika Indonesia tidak segera menemukan cadangan migas baru. Tidak ada cara lain untuk mengatasinya selain membuka investasi untuk melakukan eksplorasi . Penulis tidak anti terhadap asing, hanya saja beberapa watak kapitalistik yang mencekiknya tersebut perlu diminimalisir. Seperti mencari keuntungan semaksimal mungkin dan melakukan monopoli. Hal tersebut dibuktikan dengan permintaan Investor yang ingin mendapatkan eksklusifitas dimana perlakuan pemerintah dan masyarakat pada umumnya terhadap perusahan minyak asing dan afiliasinya di bandingkan dengan perusahaan nasional[9]. Diantaranya yaitu kemudahan perijinan, intensif pajak, serta adanya Cost Recovery. Adanya beberapa aturan yang mengesampingkan kepentingan nasional berakibat kepada Pemerintah yang gagal membangun industri dalam negri[10]. Migas merupakan sumberdaya sangat strategis, dimana migas merupakan kebutuhan pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak. Maka dari itu menurut penulis perlu adanya ‘proteksi’ dari Pemerintah terhadap bisnis hulu migas. Di negara – negara kapitalis sekalipun, seperti Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa -  walaupun saat ini memasuki era perdagangan bebas –  proteksi untuk melindungi industrinya dan penduduknya tetap diberlakukan[11]. Soal investasipun sama, perlu beberapa kebijakan yang memproteksi kepentingan dalam negri dan tetap menarik bagi investor sehingga keuntungan bisa diperoleh kedua belah pihak. Dimana penerimaan negara dari sektor migas bisa lebih maksimal, yang akhirnya pembangunan bisa lebih optimal. Namun perlu diingat, strategis ini hanya untuk jangka pendek. Sedangkan pembangunan yang berkelanjutan di masa yang akan datang, merupakan suatu kesalahan besar apabila terus mengandalkan investasi dari sektor migas. Dikarenakan migas merupakan sumber daya tidak dapat diperbaharui yang suatu saat bisa habis. Investasi pada sektor lain  diantaranya Investasi untuk energi terbarukan, Investasi pada sektor pariwisata, jasa dan telekomunikasi bisa jadi solusi untuk mengurangi ketergantung atas pembangunan yang mengandalkan pemasukan dari bisnis migas.
II.III Kontrak Bisnis yang Sesuai Amanat Konstitusi
Indonesia, melalui Founding Father dengan jelas memasukan poin dalam konstitusi bahwa tanah, air, bumi, dll yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai dan dikelola oleh negara demi kemakmuran rakyat. Apabila dilihat dari konstitusi Indonesia susuai dengan amanat UUD dan Pancasila seharusnya Indonesia mengunakan paham State Property. Kuasa pertambangan migas tidak pernah, bahkan tidak boleh dipindah tangankan dari pemerintah kepada swasta. Dalam opersionalnya, pemerintah umumnya berbentuk badan pelaksanan atau perusahaan minyak nasional (NOC). Dengan cara demikian, pemerintah dapat mempengaruhi dan menentukan target produksi, biaya maksmial, serta manajemen perusahaan. Saat ini kontrak yang berlau yaitu Product Shering Contract atau PSC (Baca: Kontrak Bagi Produksi) yang mulai   diberlakukan sejak zaman Orde Baru. Tujuannya jelas untuk menyerap teknologi, dana dan SDM, agar suatu saat Indonesia bisa mengelolanya secara mandiri (Baca: Berdiri Di Atas Kaki Sendiri). Kontrak yang diterapkan saat ini, menurut penulis terdapat klausul yang merugikan negara, diantaranya soal Cost Recovery dan Insentif pajak. Cost recovery (Baca: Dana Talangan) yang ditanggung pemerintah berlaku sepanjang kontrak masih berjalan, dan dihitung dalam pembagian hasil produksi. Biaya – biaya tersebut mencakup biaya gaji, catering, biaya keamanan, sewa mobil, sewa peralatan, biaya operasi, biaya studi g7g, biaya manitanance, bahkan sampai CSR. Dengan sistem ini negara tidak mendapatkan keuntungan – karena bagi produksi, bukan bagi hasil yang dihitung dari total keuntungan yang didapatkan -  dari perusahaan yang menjalankan bisnis migas, padahal minyak yang diambil berasal dari perut bumi Indonesia. Coba cek, berapa keuntungan perusahaan yang beroprasi di blok – blok Migas Indonesia? Cost Recovery tersebut bisa dilakukan asal kontrak perjanjian dirubah menjadi bagi hasil, dimana Pemerintah bisa memenuhi kebutuhan energy dalam negri juga mendapatkan keuntungan didalamnya bisa masuk ke kas negara.  Jika dilihat dari perbandingan pola term and condition PSC beberapa negara Indonesia tergolong mengobral sektor migas. Contoh, Durasi masa eksplorasi Indonesia paling lama yaitu 10 tahun dan bisa diperpanjang, sedangkan Malaysia 5 tahun, Vietnam 5 tahun, Brunei 8 tahun. Cost recovery pun terlihat Nampak sangat berbeda. Indonesia 100%, , Malaysia none, brunei non, Vietnam 40% . Pengenaan atas pajak pun penulis rasa masih penting untuk penerimaan negara. Tidak adil rasanya perusahaan yang mendapat keuntungan dari hasil bumi dan keringat serta kerja keras warga Indonesia justru minim dikenakan pajak. Sementara rakyat yang penghasilannya memprihatinkan sekalipun tetap membayar pajak. Aspek – aspek non-ekonomi (Sosial, Pilitik, Budaya) pun harus difikirkan, karena dampaknya memerlukan cost yang lebih mahal[12]. Salah satunya soal gagasan Pajak karbon (Baca: Tax Carbon) mulai diterapkan kepada industri – industri penyumbang pemanasan global, Indonesiapun bisa mengadopsi kebijakan tersebut. Menurut penulis perlu perubahan mendasar dalam kontrak bisnis hulu migas, melihat berbagai perkembangan dan kemajuan industri hulu migas dalam negri, penulis memiliki pendapat bahwa sistem kontrak yang paling sesuai dengan amanat konstitusi adalah kontrak jasa. Dinegara – negara penghasil migas pun telah berlaku sistem kontrak tersebut.  Pada sistem ini, swasta hanya bertindak sebagai pekerja. Swasta yang berkerjasama dengan pemerintah hanya diberikan fee, atas jasa yang diberikannya. Dengan sistem seperti ini pemerintah melalui perusahaan minyak nasional yang dibentuknya memiliki kuasa penuh dengan menentukan segalanya. Kebijakan pengelolan 100% ditangan pemerintah.
II.IIII Mendorong Spirit Nasionalisasi Migas di Indonesia
Sejalan dengan visi – misi Nawacita Presiden Jokowi Dodo yang memiliki niatan pengusahaan kedaulatan energi berbasis kepentingan nasional, perlu beberapa strategi dan kebijakan yang paling mendasar pula, dan berani out off the box. Apabila mau jujur, dalam hati, ketahanan energi Indonesia memang masih rapuh. Memenuhi kebutuhan energi dalam negri masih bergantung kepada Impor. Sehingga kedaulatan energi sangat sulit untuk dicapai. Mau tidak mau, untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negri dan membangun kedaulatan serta ketahanan  strategi tidak melulu mengandalkan investasi seolah – olah tidak ada cara lain. Ada beberapa kebijakan yang bisa diterapkan. Misalnya melakukan gerakan masif  nasionalisasi asset di sektor migas. Pernyataan – pernyatan yang mengatakan Indonesia belum siap untuk mengelola energinya sendiri itu bisa ditangkis. Kenaikan produksi drastis terjadi ketika Pertamina mengakuisisi beberapa blok sperti blok ONWJ, blok Cepu dan Blok Mahakam.  Terdapat delapan kontrak yang akan habis pada tahun 2018 yang akan datang, menurut penulis peluang tersebut merupakan momentum untuk kembali ‘merebut’ blok yang ada di Indonesia.  Direktur Pertamina  Dwi Soetjipto menuturkan, perseroan berkomitmen menambah keterlibatannya dalam mengelola blok migas di dalam negeri. Pertamina akan mengambil alih blok migas yang habis kontraknya serta membeli sebagian saham di blok migas yang segera habis kontraknya. Upaya ini ditempuh Pertamina lantaran produksi minyak perseroan masih jauh dari kebutuhan. Dwi memaparkan, untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional yang saat ini mencapai 1,6 juta barel per hari (bph). Sementara kemampuan produksi kilang hanya sebesar 880.000 bph dan produksi minyak di hulu oleh Pertamina tidak sampai 300.000 bph. Maka upaya nasionalisasi tersebut akan dilakukan Pertamina. Sedangkan kebijakan lainnya yang perlu dilakukan adalah membatasi jumlah Impor perusahaan multinasional, yang terlebih dahulu mementingkan kebutuhan dalam negri. Kendala utama yang dialami industry dalam negri terkait bisnis hulu migas yaitu praktik KKN dan akses terhadap modal. Perusahaan asing jelas memiliki dana tak terbatas karena di sokong oleh lembaga – lembaga keungan dunia. Sedangkan diskrimatif dialami perusahaan dalam negri, dimana bunga bank ketika melakukan pinjaman jauh lebih besar ketimbang pada perusahaan asing. Jelas, Pemerintah tidak bisa mengintervensi Bank Indonesia yang secara vertical langsung kepada Bank Dunia. Insentif kepada perusahaan atau industry dalam negri menurut penulis harus diperhatikan, dengan begitu bisa membuat perusahaan lokal survive dan mampu bersaing baik dari segi modal maupun teknologi.
         BAB III
KESIMPULAN

III.I Industri Hulu Migas Membesarkan Bangsa
                Tidak terasa kita telah sampai kepada akhir pembahasan, setelah diatas mendiskusikan kondisi mengenai bisnis hulu migas yang merupakan sektor energy paling strategis untuk saat ini. Namun, sangat disayangkan bisnis ini belum terlalu optimal dan maksimal memberikan kontribusinya. Bayangkan saja oleh teman - teman sekalian, sudah lebih dari 100 tahun industri energi bercokol di bumi Zamrud Khatulistiwa. Namun, kiprah industri energi nasional masih rendah, masih berpegang teguh pada perusahaan asing untuk mencukupi energi dalam negri. Perlu perubahan revolusioner mengenai bisnis hulu migas. Modernitas sejatinya adalah pola pikir yang menatap jauh kedepan.  Adanya keyakinan bahwa penguasaan sumber energi  akan menjadi kunci kemandirian dan kemajuan bangsa menjadi yang utama. Tentunya dengan regulasi dan kebijakan yang mendukung, salah satunya bisa dengan cara Restorasi UUD 45. Tidak lain dan tiak bukan adanya restorasi tersebut bertujuan merevisi, menelaah dan menganalisis peraturan perundang – undangan yang tidak berpihak terhadap kepentingan nasional. Seperti yang kita kehaui juga, nilai tambah dari industri ini sedikit sekali diserap oleh negara, karena kita diposisikan sebagai penyedia bahan mentah. Berbeda jika memiliki kekuatan memproduksi semuanya dalam negri. Perlu diyakini pula, selama kita masih memiliki ketergantungan yang berkelanjutan terhadap negara maju (melalui MNCnya) sehingga kita tidak bisa melepas ikatan yang akhirnya hajat hidup kita dikuasai seutuhnya,  lebih berbahaya dari kolonialisasi itu sendiri (Baca: Neo Imperialisme dan Kolonialisme). Maka dari itu, mengupayakan kedaulatan energi menjadi solusi pasti dengan berbagai terobosan – seperti dijelaskan sebelumnya - yang akan dibuat yaitu dengan mengeluarkan berbagai  strategi untuk menjaga dan meningkatkan produksi jangka pendek, maupun panjang dengan nasionalisasi asset beserta investasi yang bijaksana dan adil. Kemudian berkomitmen meningkatkan industri dalam negri dengan berbagai kebijakan proteksi, termasuk industri energi migas baik hulu-hilir. Perlu diingat pula, selama ini kita luput terlalu dalam akan kisah – kisah kejayaan masa lampau itu.  Selama ini kita juga bangga dan merasa besar hidup di negara yang dikarunia anugrah paling lengkap ketimbang negara lain. Pola pikir kita harus dirubah, bukan karena nama besar negara, apalagi besar mengandalkan bangsa lain, itu hanya mimpi disiang bolong, jauh panggang dari pada api. Justru generasi – generasi penerus bangsa bersama seluruh warga yang harus gotong royong membesarkan bangsa sehingga yang dimaksud Indonesia adil dan makmur itu tidak lagi jadi utopis. Bukannya begitu? “Ingatlah Nak, apapun yang datang dari luar bangsamu sifatnya selalu imperialistik. Mereka tidak akan sedikitpun memikirkan kepentingan bangsamu. Karena monyet tetaplah monyet[13]
DAFTAR REFERENSI
1. Statement Presiden Jokowi Dodo melihat kekayaan SDA Indonesia di media swasta yang penulis lupa namanya dan kapan berita itu terbit,
2. Buku yang ditulis oleh Jendral TNI Gatot Nurmantyo dengan judul “Memahami Ancaman, menyadari Jati Diri Sebagai Modal Membangun Menuju Indonesi Emas”
3. Persentasi Seri Mengenal Industri Hulu Migas: Masa Depan Indonesia oleh Dr. A Rinto Pudyantoro
4. Persentasi Panglima TNI dalam acara Kuliah Umum yang digelar di Universitas Indonesia, diterbitkan oleh Koran Pikiran Rakyat (PR) edisi, Kamis 17 November 2016.
5. Majalah Indonesia Global Justice Edisi IV – Desember 2011 dengan judul “Mengakhiri Dominasi Modal Asing”
6. Berkaca pada Teori Sistem Dunia, dimana dunia dibagi menjadi tiga lapisan. Posisi Indonesia berada pada lapisan paling bawah, yaitu pherypheri; dimana Indonesia memiliki sumber daya alam serta manusianya yang melimpah. Namun, tidak memiliki kekuatan produksi dan penguasaan alat – alat produksi[1]
7. Penulis melihat langsung kondisi di blok PHE ONWJ saat melakukan kunjungan ke area tersebut pada tanggal 17 November 2016
8.  Persentasi Pak Rianto Pada Saat Pembekalan sebelum kunjungan Indutri Hulu Migas, tanggal 15 November di Gedung Kartini, Jakarta Selatan.
9. Pelajaran Ekonomi, disusun oleh Drs. Sumardi Ramon, SH, Penerbit Sinar Wijaya Surabaya
10. Kumpulan Esay Prof. Sarbini Sumadinata mengenai Aspek – Aspek Non-Ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
11. http://esdm.go.id/berita/40-migas/2766-pertamina-mencapai-rekor-tertinggi-produksi-migas.html      Diakses pda pukul 12:30 WIB, tanggal 23 November 2016
12.  http://www.pertamina.com/news-room/siaran-pers/produksi-migas-pertamina-hingga-juli-capai-640-ribu-boepd/   diakses pada pukul 12:37 WIB, tanggal 23 November 2016
13.   http://migas.esdm.go.id/post/read/delapan-kontrak-migas-akan-berakhir-2018  diakses pada pukul 12:50 WIB, tanggal 23 November 2016.
14. http://www.beritasatu.com/ekonomi/348667-pertamina-siap-ambil-alih-blok-migas-yang-habis-kontrak.html   diakses pada pukul 12:55 WIB, tanggal 23 November 2016.
15. Tetralogi Bumi Manusia, karya Pramoedya Ananta Toer
16. Buku Dialog Tanya Jawab Migas yang Ditulis oleh A. Rinto Pudyantoro yang diterbitkan oleh UP45 PRESS


[1] Statement Presiden Jokowi Dodo melihat kekayaan SDA Indonesia di media swasta yang penulis lupa namanya dan kapan berita itu terbit,
[2]  Buku yang ditulis oleh Jendral TNI Gatot Nurmantyo dengan judul “Memahami Ancaman, menyadari Jati Diri Sebagai Modal Membangun Menuju Indonesi Emas”
[3] Persentasi Seri Mengenal Industri Hulu Migas: Masa Depan Indonesia oleh Dr. A Rinto Pudyantoro
[4] Persentasi Panglima TNI dalam acara Kuliah Umum yang digelar di Universitas Indonesia, diterbitkan oleh Koran Pikiran Rakyat (PR) edisi, Kamis 17 November 2016.
[5] Majalah Indonesia Global Justice Edisi IV – Desember 2011 dengan judul “Mengakhiri Dominasi Modal Asing”

[6] ).  Berkaca pada Teori Sistem Dunia, dimana dunia dibagi menjadi tiga lapisan. Posisi Indonesia berada pada lapisan paling bawah, yaitu pherypheri; dimana Indonesia memiliki sumber daya alam serta manusianya yang melimpah. Namun, tidak memiliki kekuatan produksi dan penguasaan alat – alat produksi[6]
[7] Penulis melihat langsung kondisi di blok PHE ONWJ saat melakukan kunjungan ke area tersebut pada tanggal 17 November 2016
[9]  Persentasi Pak Rianto Pada Saat Pembekalan sebelum kunjungan Indutri Hulu Migas, tanggal 15 November di Gedung Kartini, Jakarta Selatan.
[10] Majalah Indonesian Global Justice dengan tema “Mengakhiri Dominasi Modal Asing” Edisi IV tahun 2011
[11] Pelajaran Ekonomi, disusun oleh Drs. Sumardi Ramon, SH, Penerbit Sinar Wijaya Surabaya
[12] [12] Esay Prof. Sarbini Sumadinata mengenai Aspek – Aspek Non-Ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

[13]  Novel Pramodya Ananta Toer yang merupakan Tetralogi Pulau Buru  dengan judul “Bumi Manusia”.
Mencerminkan bak orang pnggiran, tampak aslinya raja yang rakus kekuasaan. Berkelakuan bagikan pemimpin, Belakang layar seperti jadi bocah ingusan Bersikap seolah rendah hati padahal tirani. Bertindak so tegas, padahal berwatak culas, buas Menutupi kesedihan dengan cengengesan Mengungkapkan Kesenangan dengan Kemewahan Tampil bergaya negarwan, Kebijakan yang dikeluarkan menguntungkan pengusahawan. Dibentuk akan pemimpin ideal, Tersebut cuma rekayasa tangan kapital Mengatasnamakan kemanusiaan, Timbul pengangguran, kemiskinan. kelapran Mengucapkan kerakyatan, Muncul kepermukaan sebuah kediktatoran. Dibuktikan Menangkap Mengasingkan Mereka yang memberikan kritikan Dengan alas an dan tuduhan penghasutan. Kau terlalu pintar sandiwara, fiktif belaka Kau angkuh merasa bisa, Kacau dalam bisa merasa Memanusiakan manusia, Itulah kunci utama Untukmu, yang selalu dengan atas nama. Bukan atas cita - cita bangsa, Pancasila Dan UUD seribu sembilan ratuh empat puluh lima

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sosker/sajak-sandiwara_5876d9b4707a61ca093b5810
Mencerminkan bak orang pnggiran, tampak aslinya raja yang rakus kekuasaan. Berkelakuan bagikan pemimpin, Belakang layar seperti jadi bocah ingusan Bersikap seolah rendah hati padahal tirani. Bertindak so tegas, padahal berwatak culas, buas Menutupi kesedihan dengan cengengesan Mengungkapkan Kesenangan dengan Kemewahan Tampil bergaya negarwan, Kebijakan yang dikeluarkan menguntungkan pengusahawan. Dibentuk akan pemimpin ideal, Tersebut cuma rekayasa tangan kapital Mengatasnamakan kemanusiaan, Timbul pengangguran, kemiskinan. kelapran Mengucapkan kerakyatan, Muncul kepermukaan sebuah kediktatoran. Dibuktikan Menangkap Mengasingkan Mereka yang memberikan kritikan Dengan alas an dan tuduhan penghasutan. Kau terlalu pintar sandiwara, fiktif belaka Kau angkuh merasa bisa, Kacau dalam bisa merasa Memanusiakan manusia, Itulah kunci utama Untukmu, yang selalu dengan atas nama. Bukan atas cita - cita bangsa, Pancasila Dan UUD seribu sembilan ratuh empat puluh lima

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sosker/sajak-sandiwara_5876d9b4707a61ca093b5810
Mencerminkan bak orang pnggiran, tampak aslinya raja yang rakus kekuasaan. Berkelakuan bagikan pemimpin, Belakang layar seperti jadi bocah ingusan Bersikap seolah rendah hati padahal tirani. Bertindak so tegas, padahal berwatak culas, buas Menutupi kesedihan dengan cengengesan Mengungkapkan Kesenangan dengan Kemewahan Tampil bergaya negarwan, Kebijakan yang dikeluarkan menguntungkan pengusahawan. Dibentuk akan pemimpin ideal, Tersebut cuma rekayasa tangan kapital Mengatasnamakan kemanusiaan, Timbul pengangguran, kemiskinan. kelapran Mengucapkan kerakyatan, Muncul kepermukaan sebuah kediktatoran. Dibuktikan Menangkap Mengasingkan Mereka yang memberikan kritikan Dengan alas an dan tuduhan penghasutan. Kau terlalu pintar sandiwara, fiktif belaka Kau angkuh merasa bisa, Kacau dalam bisa merasa Memanusiakan manusia, Itulah kunci utama Untukmu, yang selalu dengan atas nama. Bukan atas cita - cita bangsa, Pancasila Dan UUD seribu sembilan ratuh empat puluh lima

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sosker/sajak-sandiwara_5876d9b4707a61ca093b5810
Mencerminkan bak orang pnggiran, tampak aslinya raja yang rakus kekuasaan. Berkelakuan bagikan pemimpin, Belakang layar seperti jadi bocah ingusan Bersikap seolah rendah hati padahal tirani. Bertindak so tegas, padahal berwatak culas, buas Menutupi kesedihan dengan cengengesan Mengungkapkan Kesenangan dengan Kemewahan Tampil bergaya negarwan, Kebijakan yang dikeluarkan menguntungkan pengusahawan. Dibentuk akan pemimpin ideal, Tersebut cuma rekayasa tangan kapital Mengatasnamakan kemanusiaan, Timbul pengangguran, kemiskinan. kelapran Mengucapkan kerakyatan, Muncul kepermukaan sebuah kediktatoran. Dibuktikan Menangkap Mengasingkan Mereka yang memberikan kritikan Dengan alas an dan tuduhan penghasutan. Kau terlalu pintar sandiwara, fiktif belaka Kau angkuh merasa bisa, Kacau dalam bisa merasa Memanusiakan manusia, Itulah kunci utama Untukmu, yang selalu dengan atas nama. Bukan atas cita - cita bangsa, Pancasila Dan UUD seribu sembilan ratuh empat puluh lima

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sosker/sajak-sandiwara_5876d9b4707a61ca093b5810

5 Akibat Patah Hati Bagi Kesehatan Tubuh, Apa Saja?

55 Akibat Patah Hati Bagi Kesehatan Tubuh, Apa Saja?
Relationship, Asmara, Fokuscirebon.com - Bagi kalian, apalagi yang masih muda - mudi tentunya hidup serasa tak sempurna kalau tidak memiliki seorang pasangan, bak taman tanpa bungan, kalau kata Roma Irama. Ya, tidak dipungkiri memiliki kekasih bukan lagi soal hati, tapi soal kebutuhan dan juga gaya hidup. Tentunya banyak resiko yang harus ditanggung, berani bercinta harus berani sakit hatai atau patah hati, begitulah pepatah bilang. Menurut penelitian ternyata patah hati tidak baik untuk kesehatan loh guys, berikut ini akan disajikan akibat patah hati yang berdampak kepada kesehatan Anda.

Penelitian membuktikan bahwa patah hati dapat menyebabkan gangguan fisik yang nyata, bahkan di sejumlah kasus, bisa menjadi sangat serius. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh saat Anda patah hati? Ini dia 5 reaksi yang dialami oleh tubuh kita saat sedang patah hati menurut medis:

1. Otak mengirimkan sinyal rasa sakit dan rasa rindu yang nyata

Galau dan kangen ternyata tidak hanya sebatas gombalan. Studi tahun 2010 yang dimuat dalam Journal of Neurophysiology menyatakan, saat Anda dipaksa untuk berpisah setelah menghabiskan sebagian hidup Anda terbiasa dengan kehadiran seseorang yang Anda cintai, otak akan mengirimkan sinyal rasa sakit ke sekujur tubuh dan menimbulkan berbagai gejala withdrawal serius, layaknya orang sakaw.

Penelitian tersebut mengharuskan 15 orang yang baru saja putus cinta untuk memandangi foto mantan pacar dan kemudian memecahkan soal matematika. Kemudian proses tersebut diulang kembali, namun menggunakan foto relasi terdekat yang tidak memiliki hubungan romantis apapun. Hasil pindai otak dari para partisipan menunjukkan area tertentu dalam otak yang bisa memicu rasa sakit tampak teraktivasi saat melihat foto mantan mereka.

55 Akibat Patah Hati Bagi Kesehatan Tubuh, Apa Saja?
2. Tubuh Anda membangun respon fight or flight

Saat terancam, otomatis Anda akan melakukan berbagai macam cara demi bertahan hidup. Respon fight or flight merujuk pada reaksi fisiologis yang timbul akibat suatu pemicu stres, baik secara mental maupun fisik. Sebagai respon stres, sistem saraf simpatetik dalam otak akan diaktifkan akibat pelepasan sejumlah hormon secara tiba-tiba. Sistem saraf akan menstimulasi kelenjar adrenalin yang memicu produksi catecholamine guna menyiagakan tubuh Anda untuk mengambil tindakan.
Dan menurut sebuah studi tahun 1994, stres bahkan dapat mempengaruhi distribusi lemak, karena kortisol mempromosikan pengendapan lemak terutama di daerah perut Anda.

55 Akibat Patah Hati Bagi Kesehatan Tubuh, Apa Saja?
3. Jerawatan dan rambut rontok

Lagi-lagi karena hormon. Sebuah studi tahun 2007 yang dimuat dalam The New York Post berhasil mengesampingkan faktor-faktor penyebab umum jerawat (seperti polusi, dengan memelajari penduduk Singapura di mana perubahan iklim amat jarang terjadi) dan memastikan bahwa stres benar-benar dapat mengakibatkan peradangan jerawat. Peneliti mengatakan, sebesar 23% kasus peradangan jerawat muncul saat orang-orang berada di bawah tekanan stress yang sangat tinggi, seperti saat sedang patah hati.

4. Tekanan darah tinggi

Menurut American Heart Association, tekanan darah dapat meningkat sementara saat Anda dilanda stres, namun stres semata belum dapat dipastikan sebagai penyebab penyakit darah tinggi kronis. Jadi, tidak perlu (tambah) khawatir soal ini. Akan tetapi, seseorang yang memiliki riwayat darah tinggi dan dilanda stres perlu berhati-hati. Peningkatan tekanan darah dalam waktu singkat bagi orang-orang dengan kondisi ini akan mendorong terjadinya krisis hipertensif, yang menyebabkan gejala seperti sakit kepala, kesulitan bernapas, bahkan hingga mimisan.

55 Akibat Patah Hati Bagi Kesehatan Tubuh, Apa Saja?
5. Sindrom patah hati

American Heart Association menjelaskan bahwa ketika di bawah stres berat (seperti saat patah hati), terkadang sebagian jantung Anda akan membesar sementara dan tidak dapat memompa darah dengan baik. Sementara fungsi bagian jantung lainnya bekerja dengan sangat baik, bahkan bisa berkontraksi dengan sangat kuat. Kondisi ini bisa menyebabkan gagal otot jantung jangka pendek yang parah. Teknisnya, kondisi ini disebut sebagai kardiomiopati induksi stres, namun labih sering disebut sebagai “sindrom patah hati”.
55 Akibat Patah Hati Bagi Kesehatan Tubuh, Apa Saja?

Cerpen: Laila, Jangan Bersedih!

Fokuscirebon, Cerpen, Mampir Nulis - Terkadang memang benar adanya, patut diamini, ketika petuah sudah berucap. Ungkapan yang muncul bukan bualan apalagi janji busuk ala tokoh Sengkuni yang melegenda.  “Negara mana di dunia ini yang tidak memiliki watak imperialisme? “ begitulah bunyi pepatah asli dari negeri timur. Sampai pada akhirnya, penjajahan bukan lagi dilakukan antar bangsa-negara. Lebih merasuk, sampai pada jiwa raga generasi emasnya. Mereka senantiasa hidup dalam bayang-bayang kegelisahan, kesedihan dan kecemasan. “ Mau sampai kapan jiwamu tercabik, dan dirimu lara dirundung duka cita?” tanyaku geram.

Langit masih gelap, dimeriahkan dengan titik yang telihat gemerlap seolah tak ada jarak antara bintang dan lampu yang berserakan. Bulan? Hanya terdiam diri dan mempertontonkan sabitnya bak senyum melihat seorang teman yang masih murung, meringkuk mengenang masa lampau. “Lihatlah Laila, bulanpun menyeringai nyinyir melihat tingkah lakumu!” kembali Aku mengingatkan.

Tak mempan, semua ucapan yang seraya seperti sabitan pedang Umar pun tak digubrisnya.  Lambaian dedauan yang nyangkut dibatang – batang pohon memantul memberikan sayup – sayup keheningan. Aku sedikit memalingkan pandangan, menengadah kedepan. Selentingan bisikan datang, merasuk menjalar ke ubung – ubun, menembus akal. Dimana saja, yang katanya zaman modern, permasalahan yang dihadapi oleh manusia sama saja. Manusia yang dibesarkan dalam bingkai latar belakang historis pendahulunya. Sehingga, tak ada bedanya mau dimanapun kita hidup.

“Apa yang kau ucapkan barusan Pram?” Laila langsung tersentak meronta, beranjak dari mimpi gelapnya. Aku diam sejenak, tak langsung menjawab pertanyaannya. “Cepat jelaskan padaku, Pram, apa maksudmu!” Melihat responku yang dingin sedingin malam, Laila kembali merebahkan sekujur tubuhnya. “Yasudah kalau tak mau,”.Suasana semakin hening, bulan sudah terlihat bundar dan condong ke kanan. Tinggal setumpukan abu dari pembakaran unggun yang menghangatkan. Dengan sedikit tambahan energi dari secangkir kopi Nusantara yang Aku gengam. Menyeruputnya merupakan kewajiban agar lebih tenang dan menghelakan napas panjang.

***

Sarung yang menggantung dipundak Aku selendangkan dileher. Kupluk yang sebelumnya hanya nempel di ujung tanduk kepala, Aku tarik sedikit sehingga menutupi daun telinga. Aku menoleh kebelakang, menarik selimut ala dataran tinggi untuk membelai menutupi badan Laila. “Terima kasih Pram,” ujarnya pelan. Aku sedikit membetulkan posisi duduk, bergeser kebelakang dan menyender pada badan pohon dibelakang layar. “ Mau pikiran khayalanmu itu pergi ke tembok berlin atau tembok raksasa khas negri Tirai Bambu, atau sekalipun ke padang pasirnya gurun Sahara, sama saja. Pada dasarnya merekapun hidup merasakan kegundahan, sulit tidur lantaran beban duka yan mendalam. Terjerat kisah haru biru masa lalu.

“ Siapa didunia ini, atau diantara kita yang tidak pernah mengalami semua itu,” kataku sedikit menekankan. Persoalan dunia bergitu runyam, serunyam layar kaya. Rentetan peristiwa membuat semakin keruh, lebih keruh dari sungai yang dipenuhi kotoran pabrik. Terkadang lebih lucu, bahkan menjijikan. Ya, seperti apa yang mengjangkit dirimu Laila,” ucapku menyindir.

“Setidaknya Aku tidak sedang bersandiwara. Menutupi kesedihan dengan cengengesan. Bersikap seolah rendah hati padahal tirani. Bertindak so tegas, padahal berwatak culas, buas! Menangkap dan mengasingkan mereka yang memberikan kritikan. Aku tidak sepicik Maciafelis itu.  Aku hanya sedang patah, ekspektasiku lenyap ke anta berantah!” Ucapnya menimpal.

Timpalan perkataan yang keluar dari rongga mulut Laila, itu hanya sebuah pembenaran. Seolah apa yang ia rasakan dan lakukan saat ini tak salah, wajar.. Raganya ada bumi, entah pikirannya melayang sampai kemana, bisa jadi menyelami samudera kenangan, menapaki jejak – jajak waktu yang sudah lama berlalu “Kau terlalu sibuk dengan urusan masa lalumu, Laila! Hanya gara – gara urusan Percintaan, kau uring – uringan. Jika terus seperti ini ketika ditempa masalah, niscaya kau akan tumbuh jadi generasi yang rapuh!” ucapku makin kesal mendengar omong kosong dari Laila.

Satuhal yang sampai ini masih Aku yakini sepenuh hati, tak ragu sedikitpun. Ketika ada seorang guru  memberikan wejangan bahwa mengingat dan mengenang masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa dan kegagalan didalamnya adalah tindakan bodoh dan gila. “           Dengan sikap kegaluan yang berlebih mengenang sang pangeran yang telah using, sama halnya kau membunuh semangatmu sendiri, memupuskan tekadmu, dan mengubur dalam – dalam masa depan yang belum terjadi,”

Kegalauan, keterpurukan, kesedihan yang sering menimpa kaum muda-mudi, menjadi focus perhatianku. Gara- gara putus cinta, seolah harapan sirna. Galau tak ada ujung serasa menjadi fatwa yang harus dipatuhi. Kegembiraan dan kebahagiaan seolah tak ada arti. “Aku sendiri sebetulnya ingin keluar dari jeratan masa laluku! Tapi entah, bayang – bayang itu seolah mengikuti kemanapun Aku pergi. Seolah tak ada tempat bagiku untuk bersembunyi di dunia ini, Pram!,”

***

Bagi orang yang berpikir, berkas-berkas masa lalu akan dilipat dan tak pernah dilihat kembali. Cukup ditutup rapat-rapat, lalu disimpan dalam 'ruang' penglupaan, diikat dengan tali yang kuat dalam 'penjara' pengacuhan selamanya. Atau, diletakkan di dalam ruang gelap yang tak tertembuscahaya. Yang demikian, karena masa lalu telah berlalu dan habis. Kesedihantak akan mampu mengembalikannya lagi, keresahan tak akan sanggupmemperbaikinya kembali, kegundahan tidak akan mampu merubahnyamenjadi terang, dan kegalauan tidak akan dapat menghidupkannya kembali, karena ia memang sudah tidak ada.

“Kau kurang bersyukur, mengingkari kodratmu.  Seolah – olah kau ingin memasukan kembali bayi kepada rahim ibunya, atau memasukan kembali air mata ke kelopaknya. Yang kau cemaskan sia – sia, seperti menumbuk tepuh atau bisa jadi menggergaji serbuk kayu!”

Sejujurnya, dalam lubuk hati yang paling dalam, Aku mengagumi sosok Laila. Bagiku Ia bak intan permata yang dengan apapun takan pernah kujual, karena Ia tak ternilai. Matanya, takan kutukar walau dengan emas sebesar gunung Jawa Wijaya. Keelokan parasnya, walaupun dengan perak seluas Danau Toba, tak akan kuberikan. Budi – pekertinya yang luhur, walaupun dengan jaminan istana – istana yang menjulang tinggi, dengan untaian mutiara, secuilpun tak akan kuberikan kesempatan orang lain memilikinya. Begitulah Laila, sebetulnya Ia dalam kenikmatan tiada tara dan kesempurnaan tubuh. Hanya saja, Ia tak sadari itu semua. “Sayang kau tak memiliki kekuatan yang bisa mendengar bisikan suara hati manusia,” ujarku dalam relung jiwa.

Lalla mulai beranjak dari tidur panjang mengenang masa lalunya. Dengan tak canggung, Ia merebahkan kepalanya dipundak sebelah kiriku. “Lantas Aku harus gimana Pram, Aku percaya, Kau orang yang bisa menjadi obat penenangku,” ujarnya sedikit merayu.

Aku sedikit memejamkan mata, mencoba berfikir jernih, meminta pertolongan kepada semesta agar Aku bisa membuat Laila kembali riang gembira, menjadi Laila yang Aku kenal. Kemudian muncul pelbagai fikiran, bahwa  sangat disayangkan jika hidup hanya disibukan dengan urusan mengenang masa lalu. Tak ubahnya  memungut puing – puing bebangunan yang telah lapuk, sementara  istana megah yang ada didepan mata terabaikan begitu saja.

“ Kau pergi ke paranormal untuk mengumpulkan semua jenis Jin yang sakti mandraguna dan bersatu dengan kekuatan manusia, kemudian ditugaskan untuk mengembalikan semua hal yang telah berlalu. Aku yakin, tidak akan pernah mampu,” Laila masih bersandar mendengar ceramahanku.

Menurutku, ditengah – tengah suasa malam yang begitu syahdu, dapat ditarik kesimpulan, dengan latar belakang persoalan yang dialami oleh Laila. Karena Orang yang berpikiran jernih tidak akan pernah melihat dan sedikitpun menoleh ke belakang. Pasalnya, angin akan selalu berhembus ke depan, air akan mengalir ke depan, waktu berjalan kedepan, dan segala sesuatu didunia ini bergerak maju ke depan. Maka itu, janganlah pernah melawan sunah kehidupan.

“Laila, satu pintaku. Jangan bersedih, bergembiralah. Kau hidup di hari ini, bukan kemarin, bukan pula besok. Teruslah berjuang memaksimalkan hari yang sedang kau jalani, dan sambut mentari yang siap menuntunmu mengarungi samudera kehidupan. Sebagai penutup masa lalu, dan untuk menyongsong hari, Aku akan bacakansyair Kuno untuk Laila,” ucapku seraya memeluk tubuhnya.

Kutanamkan di dalamnya mutiara, hingga tiba saatnya ia dapat

menyinari tanpa mentari dan berjalan di malam hari tanpa rembulan

Karena kedua matanya ibarat sihir dan keningnya laksana pedang

buatan India

Milik Allah-lah setiap bulu mata, leher dan kulit yang indah mempesona,

“Thanks Pram, Kau pangeran yang selamai ini Aku nanti.”

 “Wahai masa lalu yang telah berlalu dan selesai, tenggelamlah seperti mataharimu. Aku tak akan pernah menangisi kepergianmu, dan kamu tidak akan pernah melihatku termenung sedetik pun untuk mengingatmu. Kamu telahmeninggalkan kami semua, pergi dan tak pernah kembali lagi.”

Featured

Recent Posts Widget