Cerita Tentang Sebuah Negeri Sumber Energi yang Terlupakan: Ini Manfaat, Harapan dan Solusinya!
Sebuah Pengantar
Energi, Indonesia, Fokuscirebon.com - Akhir - akhir ini terdapat informasi yang Aku pikir bakal menyulut api, sekaligus membakar hati rakyat seantero bumi pertiwi. Betapa tidak, Indonesia atau Nusantara yang katanya memiliki kandungan Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat kaya, dan digadang - gadang sebagai pulau Atlantis yang hilang. Ternyata itu semua hanya MITOS belaka, sekedar cerita yang menemani tidur malamku. Padahal semenjak Aku masih buang air kecil dikasur, sampai sekarang sudah bisa buang air kecil di ruangan Rektor, cerita kekayaan dan kejayaan itu masih menempel permanen di benaku. Mitos tersebut apa karena sumber energi yang terkandung di tanahku ini dirampok, atau karena ada udang dibalik batu yang terdampar di Senayan sana? Aku, akan ceritakan disini. Silahkan teman - teman membacanya dengan seksama, sambil ketawa juga tak apa. Menertawakan lucunya negri ini.
BACA JUGA: PENGOPTIMALAN POTENSI TELEKOMUNIKASI INDONESIA, UNTUK MEMBANGUN KEDAULATAN DIGITAL!
Indonesia pusaka, terkadang Aku berfikir yang menjadi pusakanya adalah kekayaan alam dan keberagamannya. Lebih dari 1000 pulau terhampar dari ufuk barat hingga timur. Apabila di keruk, sumber - sumber energi seperti Minyak dan Gas Bumi (MIGAS) tersimpan didalamnya. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa energi sangatlah penting bagi kelangsungan hidup umat manusia, penggerak peradaban, pendorong laju perekonomian, dan penopang dalam kehidupan berbangsa - bernegara. Multi player Effect, dari energi (migas termasuk turunan energi lainnya) mengisi seluruh sendi - sendi kehidupan masyarakat. Tidak salah, ketika Pemerintah menyatakan bahwa energi migas merupakan industri strategis, sekaligus sebagai sektor pendapatan terbesar kas negara selain cukai. Lantas, masih menjadi pusaka kah ketika kegiatan eksploitasi dan eksplorasi masih bergantung erat pada perusahaan asing (MNC)?
Apabila kita semua mau jujur, berdamai dengan hati, walaupun mungkin terasa nyeri. Bicara soal penguasaan lahan energi, tidak bisa dipisahkan dari cerita imperialisme dan kolonialisme. Sedikit menoleh kebelakang, bercengkrama dengan masa lalu, ratusan tahun silam tepatnya. Dikisahkan bangsa asing datang ke Indoneisa mulanya hanya untuk berdagang, Belanda menggunakan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), Portugis menggunakan Companhia da India Oriental, dan East India Company digunakan Inggris sebagai alat perdagangannya. Dikisahkan selanjutnya, melihat potensi rempah - rempah bumi Nusantara sehingga timbul niatan menguasai, dari titik inilah awal mula kolonialisasi dimulai.
BACA JUGA: APLIKASI LAPOR UNTUK MENYAMPAIKAN ASPIRASI/KELUHAN DENGAN MUDAH KEPADA PEMERINTAH!
Sektor pertanian dan rempah - rempah menjadi sasaran utama, dimana pada saat itu harganya sebanding dengan logam mulia. Lalu cerita lain datang ketika salah seorang peneliti (penulis lupa namanya), berhasil menemukan cadangan migas, kemudian mulai melakukan eksplorasi dan eksploitasi menggunakan perusahaan multinasionalnya. Kegiatan industri energi sudah terjadi sejak masa kolonial, terutama paska Revolusi Industri yang membuat kapitalisme berkembang biak melebarkan sayap dan menancapkan pengaruhnya.
Penguasan faktor - faktor yang bisa menggerakan dunia industri dan memajukan peradabannya, maka menguasai ladang energi untuk menggerakan roda sekaligus memajukan industrinya tersebut. Melihat potensi energi di Indonesia, pasca Perang Dunia (II) bermunculan perusahaan - perusahaan multinasinal yang semakin masif mengeruk energi dengan keluarnya UU Penanaman Modal Asing di era Orde Baru tahun 1965. Namun, MNC masih bergerak di sektor hulu belum merambat sampai ke hilir. Pada saat itu Pertamina yang merupakan BUMN satu - satunya masih menjadi perusahaan yang memonopoli pengelolaan migas sampai hilir, Petronas Malaysia pun sempat belajar pada Pertamina, ingat waktu itu!
Keadaan berubah 350 derajat, mungkin bisa lebih, setelah pada tahun 2001, jreng - jreng keluarlah pruduk terbaru UU Migas namanya. UU yang sangat ramah ini mengisi daftar UU yang berpihak pada pemodal. Dengan lahirnya si jabang bayi UU tersebut, bermunculanlah anak - anak perusahaan asing yang bisa melakukan kegiatan usaha dari hulu sampai hilir, dan hak monopoli Pertamina di cabut sehingga menjadi anak tiri bukan lagi anak kandung. Saat ini, Pertamina harus ekstra banting tulang bersaing dengan saudara tirinya tersebut.
Ya, begitulah kondisi saat ini. Pengelolaan eksploitasi dan eksplorasi selalu bergantung pada perusahaan asing, dengan argumentasi klasik yang sedari dulu hingga detik ini Aku seringkali dengar, hafal betul Aku dengan ucapan dan tulisannya. Lebih kurangnya isinya yaitu "Untuk kegiatan industri ini membutuhkan modal besar, teknologi tinggi dan SDM yang mumpuni. Oleh karena itu, membutuhkan Investasi untuk menjalankannya, dengan begitu Pemerintah tak perlu lagi mengorbankan APBN" . Kran investasi memang selalu di buka lebar untuk industri sektor energi.
Bangsa kita memang terkenal ramah dari zaman nenek moyang, termasuk pada kolonial sekalipun. Tapi, sekarang lebih parah sepertinya ketimbang zaman buyut kita. Di masa Raffles (1811) pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun; di masa Hindia Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun; dan di masa Soesilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun, bisa nambah pula. Intinya, tidak terbatas!
Energi, Indonesia, Fokuscirebon.com - Akhir - akhir ini terdapat informasi yang Aku pikir bakal menyulut api, sekaligus membakar hati rakyat seantero bumi pertiwi. Betapa tidak, Indonesia atau Nusantara yang katanya memiliki kandungan Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat kaya, dan digadang - gadang sebagai pulau Atlantis yang hilang. Ternyata itu semua hanya MITOS belaka, sekedar cerita yang menemani tidur malamku. Padahal semenjak Aku masih buang air kecil dikasur, sampai sekarang sudah bisa buang air kecil di ruangan Rektor, cerita kekayaan dan kejayaan itu masih menempel permanen di benaku. Mitos tersebut apa karena sumber energi yang terkandung di tanahku ini dirampok, atau karena ada udang dibalik batu yang terdampar di Senayan sana? Aku, akan ceritakan disini. Silahkan teman - teman membacanya dengan seksama, sambil ketawa juga tak apa. Menertawakan lucunya negri ini.
BACA JUGA: PENGOPTIMALAN POTENSI TELEKOMUNIKASI INDONESIA, UNTUK MEMBANGUN KEDAULATAN DIGITAL!
Indonesia pusaka, terkadang Aku berfikir yang menjadi pusakanya adalah kekayaan alam dan keberagamannya. Lebih dari 1000 pulau terhampar dari ufuk barat hingga timur. Apabila di keruk, sumber - sumber energi seperti Minyak dan Gas Bumi (MIGAS) tersimpan didalamnya. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa energi sangatlah penting bagi kelangsungan hidup umat manusia, penggerak peradaban, pendorong laju perekonomian, dan penopang dalam kehidupan berbangsa - bernegara. Multi player Effect, dari energi (migas termasuk turunan energi lainnya) mengisi seluruh sendi - sendi kehidupan masyarakat. Tidak salah, ketika Pemerintah menyatakan bahwa energi migas merupakan industri strategis, sekaligus sebagai sektor pendapatan terbesar kas negara selain cukai. Lantas, masih menjadi pusaka kah ketika kegiatan eksploitasi dan eksplorasi masih bergantung erat pada perusahaan asing (MNC)?
Apabila kita semua mau jujur, berdamai dengan hati, walaupun mungkin terasa nyeri. Bicara soal penguasaan lahan energi, tidak bisa dipisahkan dari cerita imperialisme dan kolonialisme. Sedikit menoleh kebelakang, bercengkrama dengan masa lalu, ratusan tahun silam tepatnya. Dikisahkan bangsa asing datang ke Indoneisa mulanya hanya untuk berdagang, Belanda menggunakan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), Portugis menggunakan Companhia da India Oriental, dan East India Company digunakan Inggris sebagai alat perdagangannya. Dikisahkan selanjutnya, melihat potensi rempah - rempah bumi Nusantara sehingga timbul niatan menguasai, dari titik inilah awal mula kolonialisasi dimulai.
BACA JUGA: APLIKASI LAPOR UNTUK MENYAMPAIKAN ASPIRASI/KELUHAN DENGAN MUDAH KEPADA PEMERINTAH!
Sektor pertanian dan rempah - rempah menjadi sasaran utama, dimana pada saat itu harganya sebanding dengan logam mulia. Lalu cerita lain datang ketika salah seorang peneliti (penulis lupa namanya), berhasil menemukan cadangan migas, kemudian mulai melakukan eksplorasi dan eksploitasi menggunakan perusahaan multinasionalnya. Kegiatan industri energi sudah terjadi sejak masa kolonial, terutama paska Revolusi Industri yang membuat kapitalisme berkembang biak melebarkan sayap dan menancapkan pengaruhnya.
Penguasan faktor - faktor yang bisa menggerakan dunia industri dan memajukan peradabannya, maka menguasai ladang energi untuk menggerakan roda sekaligus memajukan industrinya tersebut. Melihat potensi energi di Indonesia, pasca Perang Dunia (II) bermunculan perusahaan - perusahaan multinasinal yang semakin masif mengeruk energi dengan keluarnya UU Penanaman Modal Asing di era Orde Baru tahun 1965. Namun, MNC masih bergerak di sektor hulu belum merambat sampai ke hilir. Pada saat itu Pertamina yang merupakan BUMN satu - satunya masih menjadi perusahaan yang memonopoli pengelolaan migas sampai hilir, Petronas Malaysia pun sempat belajar pada Pertamina, ingat waktu itu!
Keadaan berubah 350 derajat, mungkin bisa lebih, setelah pada tahun 2001, jreng - jreng keluarlah pruduk terbaru UU Migas namanya. UU yang sangat ramah ini mengisi daftar UU yang berpihak pada pemodal. Dengan lahirnya si jabang bayi UU tersebut, bermunculanlah anak - anak perusahaan asing yang bisa melakukan kegiatan usaha dari hulu sampai hilir, dan hak monopoli Pertamina di cabut sehingga menjadi anak tiri bukan lagi anak kandung. Saat ini, Pertamina harus ekstra banting tulang bersaing dengan saudara tirinya tersebut.
Ya, begitulah kondisi saat ini. Pengelolaan eksploitasi dan eksplorasi selalu bergantung pada perusahaan asing, dengan argumentasi klasik yang sedari dulu hingga detik ini Aku seringkali dengar, hafal betul Aku dengan ucapan dan tulisannya. Lebih kurangnya isinya yaitu "Untuk kegiatan industri ini membutuhkan modal besar, teknologi tinggi dan SDM yang mumpuni. Oleh karena itu, membutuhkan Investasi untuk menjalankannya, dengan begitu Pemerintah tak perlu lagi mengorbankan APBN" . Kran investasi memang selalu di buka lebar untuk industri sektor energi.
Bangsa kita memang terkenal ramah dari zaman nenek moyang, termasuk pada kolonial sekalipun. Tapi, sekarang lebih parah sepertinya ketimbang zaman buyut kita. Di masa Raffles (1811) pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun; di masa Hindia Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun; dan di masa Soesilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun, bisa nambah pula. Intinya, tidak terbatas!
Keadaan inilah, yang dikatakan oleh salah seorang pengamat UGM, Revrizon Baswir, sebagai warisan ekonomi bercorak kolonial, dimana negara yang lahir dari rahim penjajah, ditambah intelektualnya yang masih betah menghuni 'menara gading'. Lebih mengerikannya lagi, kata Dia, bukan kata Aku, asing tidak hanya akan mengendalikan ekonomi tetapi mereka akan mengendalikan semuanya. Sehingga siapa pun yang akan berkuasa di negeri ini selalu bergantung kepada asing, karena mereka yang mempunyai modal, dan menguasai lahan. Maka mengendalikan rezim yang berkuasa, mendikte pembuatan regulasi, sampai pada kebijakan-kebijakan di tingkat mikro langkah wajib yang harus ditempuh. Wuih, lalu sebagai warga negara yang mencintai tanah airnya yang bukan siapa - siapa, Aku bisa berbuat apa? Semoga semesta melindungiku.
Tentang Energi Migas
Cerita diatas sedikit intermezo, melihat kondisi objektif dengan bercermin pada sejarah. Kata Kakeku janganlah kamu sesekali meninggalkan sejarah. Sekarang lanjut ke cerita selanjutnya, lebih subjektif pastinya. Aku fikir menjadi suatu hal yang menarik untuk diperbincangkan ketika Kementrian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) merilis tren produksi positif dialami Pertamina sejak tahun 2003 - walaupun sejak saat itu pula keluar dari negara penghasil minyak - dengan tingkat pertumbuhan rata-rata (Capital Average Gross Ratio/CAGR) mencapai 3,1% dari level produksi 95,6 ribu barrel per hari (MBOPD) di 2003 menjadi 102,2 MBOPD di 2006. Ini merupakan rekor tertinggi. Namun, masih dibawah Chevron dan Total Indonesia untuk gas.
Apanya yang menarik? Fakta yang dirilis sendiri oleh Pertamina dengan mengatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi tren positif terebut dikarenakan adanya peningkatan produksi di blok Cepu, yang memang Pertamina memiliki ‘jatah’ untuk mengelola sampai memproduksi minyak di blok tersebut. Kalau semua blok dikuasai dan dikelola Pertamina bagaimana produktifitasnya dan dampaknya bagi perekonomian? Jawab sendiri! Yang jelas, Pertamina harus ektra ‘banting tulang’ agar dapat bersaing dengan perusahaan swasta (multinasional) lain dalam hal bisnis energi.
Apanya yang menarik? Fakta yang dirilis sendiri oleh Pertamina dengan mengatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi tren positif terebut dikarenakan adanya peningkatan produksi di blok Cepu, yang memang Pertamina memiliki ‘jatah’ untuk mengelola sampai memproduksi minyak di blok tersebut. Kalau semua blok dikuasai dan dikelola Pertamina bagaimana produktifitasnya dan dampaknya bagi perekonomian? Jawab sendiri! Yang jelas, Pertamina harus ektra ‘banting tulang’ agar dapat bersaing dengan perusahaan swasta (multinasional) lain dalam hal bisnis energi.
Tumbuh kembangnya industri ekstraktif (minyak, gas bumi dan sumber energi lainnya) tak dipungkiri sangat berpengaruh terhadap laju perekonomian. Juga merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar APBN. Akhirnya, - dan mungkin selalu jadi kebijakan - Pemerintah terus menggenjot produktifitasnya , dengan cara membuka kran investasi disektor migas (padat modal). Karena memang seperti yang diungkapkan Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS) Iklim investasi di sektor migas masih minim, minat investor masih rendah, perlu stimulus – stimulus untuk memancing investor menanamkan modalnya. Padahal Indonesia bakal terus menjadi sasaran ‘empuk’ investor, karena peluang dan potensi SDA yang terkubur di perut buminya, serta manusianya yang terkenal ramah dan ‘murah’.
Aku sering mendengar, membaca, bahwa kebutuhan energi kita tiap tahun terus meningkat, sementara itu fakta lain juga mengatakan kebutuhan energi yang ada tidak seimbang dengan total produksi dalam negri. Produksi dalam negri, masih bergantung pada Pertamina yang saat ini baru memiliki 6 kilang, total mencapai 1.046,70 Ribu Barrel. Beberapa kilang minyak seperti kilang UP-III Plaju dan Kilang UP-IV Cilacap terintegrasi dengan kilang Petrokimia, dan memproduksi produk-produk Petrokimia yaitu Purified Terapthalic Acid (PTA) dan Paraxylene (Baca: http://www.pertamina.com/our-business/hilir/pengolahan/). Berbeda dengan Pemerintah yang merilis memiliki 8 kilang . dengan total kapasitas 1.169ribu barel/hari (Baca: http://www.esdm.go.id/). Entah ini mana yang benar, Aku sendiri bingung. Tanyakan pada rumput bergoyang kah?
Sumber: Kementrian ESDM, http://www.esdm.go.id/ |
Persoalan utamanya bukan soal kita menolak atau menerima perusahaan asing, yang kita tolak sistemnya yang menjerat dan menyengsarakan. Seperti diketahui, nilai tambah dalam sektor energi ini kita tidak punya, karena kecipratan bagi hasilnya saja dari yang telah disepakati dalam Kontrak Kerja Sama (KKS). Memproduksi bahan mentah, yang kesemuanya bergantung pada perusahaan asing. Walaupun memang terdapat beberapa kepemilikian berbagi bersama perusahaan asing, lumayan bisa meningkatkan produksi. Pertanyaan yang sama akan selalu Aku lontarkan, andai saja dikuasai semua oleh Negara apa dampaknya?
Sumber http://www.pertamina.com/media/62882c58-2b0b-49ad-a157-ef7cc8d26cbb/AR_2015_Pertamina.pdf |
Perlu diketahui juga, walaupun memang saat ini terdapat beberapa kemajuan yang bisa kita lihat. Selama 71 tahun Indonesia merdeka, baru tercapai pemerataan, khususnya dalam harga BBM yang sama nominalnya dari Sabang - Merauke. Berbagai proyek pembangunan infrastruktur ekplorasi- eksploitasi energi, dimana kesemuanya sudah tercantum dengan tegas dalam MP3EI, pasti bakal menjadi prioritas pembangunan, Pemerataan tersebut tentunya sebagai prestasi yang tidak bisa dielakan lagi. Walaupun sebetulnya bisa sedari dulu hal tersebut dilakukan, mungkin baru melek sekarang.
Masalah Utama Energi Migas Indonesia
Berbagai cerita di atas tersebutlah yang menurut sebagian kalangan; mulai dari akademisi, peneliti, cendekiawan, sampai Aku sendiri sebagai warga negara, menjadi masalah pokok, dan utama pula. Bayangkan saja oleh teman - teman sekalian, sudah lebih dari 100 tahun industri energi bercokol di bumi Zamrud Khatulistiwa. Namun, kiprah industri energi nasional masih rendah, masih berpegang teguh pada perusahaan asing untuk mencukupi energi dalam negri. Cerita berbeda dialami dari negara tetangga kita yang masih satu rumpun itu. Negara Jiran yang sempat belajar dari Pertamina, melalui Petronasnya saat ini sudah menguasai pengolahan dan pengelolaan energi di negaranya dan dilakukan oleh putra-putri Malaysia sendiri. Bukan itu saja, Petronas juga sudah merambat ke berbagai negara untuk melakukan kegiatan industri energi, termasuk di Indoneisa. Hemm kalah lagi, tepuk jidat lagi, ngurut hati lagi.
Sedikit cerita dari saudara tetangga kita, dapat diambil kesimpulan sederhana, dimana bangsa lain berusaha untuk menguasai SDA energinya karena memiliki keyakinan bahwa penguasaan sumber energi akan menjadi kunci kemandirian dan kemajuan bangsa, mengapa keyakinan yang sama tidak ada pada Indonesia? Jadi, tidak salah kalau Aku atau orang diluaran sana mengatakan bahwa Indonesia memang masih dijajah dalam bentuk penjajahan yang berbeda. Penjajahan semakin mulus dan samar saat Indonesia memiliki banyak komprador dan agen kepentingan asing yang tidak peduli terhadap kepentingan nasional. Keadaan Inilah yang sering disebut dengan istilah Neo-Imperialisme, Sebagaimana definisi dari Prof Sarbini Sumadinata, bahwa Neo-Iperialisme bukan hanya bicara soal penjajahan. Lebih dari itu ketergantungan yang berkelanjutan dari negara berkembang terhadap negara maju (melalui MNCnya) sehingga kita tidak bisa melepas ikatan yang akhirnya hajat hidup kita dikuasai seutuhnya, lebih berbahaya dari kolonialisasi itu sendiri. Lantas apa solusinya? Apakah cukup dengan meratapi nasib dan menerima kutukan sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam (Baca: Kutukan Sumber Daya Alam)?
Solusi yang ditawarkan
Sebetulnya, Aku hanya ingin bercerita, berkeluh kesah, mungkin apabila lebih mainstreamnya yaitu mengkritik. Kritik harus membangun? Hemm, itu pola Orde Baru agar mereka yang ingin mengkritik berpikir terlebih dahulu, sampai akhirnya tidak jadi. Kritik, sudah dijamin dalam konstitusi, dengan begitu Pemerintahan introspeksi dan evalauasi, memikirkan jalan keluarnya yang memang menjadi tugas utamanya, tanpa kita yang harus pusing tujuh keliling memikirkan jalan keluarnya. Tapi, berhubung Aku juga Cinta terhadap bangsa dan negara, partisipasi aktif perlu ada dari semua lapisan masyarakat, walaupun hanya dalam bentuk solusi yang menggunakan mekanisme bercerita lewat sarana blog ini. Maaf, apabila data - data kuantitatif atau kualitatif tidak begitu banyak, karena Aku ingin bercerita bukan menulis skripsi atau penelitian lainnya, hehe.
Dilihat dari segi kemanfaatan, energi memiliki manfaat laur biasa, mempengaruhi sendi - sendi kehidupan yang langsung bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak. Menguasai industri ini secara tidak langsung menguasai manusia - manusia di dalamnya. Tidak salah kalau kemudian para pendiri bangsa menancapkan dengan sangat tegas, tertuang dalam konstitusi Pasal 33 UUD 1945. Apa isinya? Keterlaluan jika tidak mengetahui, siapapun pasti mengerti, kecuali mereka yang tidak bisa membaca. Maka dari itu, terdapat beberapa strategi kebijakan yang harus ditempuh.
Pertama, ketergantungan atas sektor bisnis hulu migas sebagai penopang perekonomian sedikit demi sedikit mulai diminimalisir, dengan menggenjot sektor lainnya seperti jasa telekomunikasi, manufaktur dan pariwisata untuk produktifitas ekonomi yang berkelanjutan. Dimana kita ketahui ketiga sektor tersebut sangat bisa sekali digenjot produktifitasnya. Kedua, program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) difokuskan pada pemberdayaan sumber daya yang ada, baik manusia maupun sumber daya alam, melalui program beasiswa pendidikan dan wadah untuk mengimplementasikan ilmunya. Dengan tujuan masyarakat bisa berdaya guna, bisa lebih maju dan kompetitif. Ketiga, menyisihkan anggaran dari hasil bisnis migas untuk inovasi teknologi dibidang energi baru terbarukan (Ranaweble Energy). Sumber energi terbarukan tersebut berserekan, tinggal mau atau tidak memanfaatkannya.
Keempat, mendorong produktifitas tenaga kerja agar bisa menghasilkan inovasi – inovasi teknologi, khusunya disektor bisnis hulu - hilir migas . Kelima, Investasi dialihgunakan pada sektor industri padat karya – tidak melulu pada padat modal - mulai digerakan. Investasi di hilir dengan pembangunan kilang - kilang baru, untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negri. Harapannya dapat bermunculan industri – industri dalam negri yang menciptakan peradaban maju, sehingga bisa bersaing dengan Negara adidaya lainnya. Keenam, investasi di sektor ini bisa tetap dijalankan sepenuhnya, asalkan memenuhi prinsip keadilan, kemanusiaan, demokratis dan tentunya bermanfaat bagi nusa bangsa. Karena bukan kapitalisnya yang Aku tolak, tapi sistem dan ismenya. Dimana monopoli dan akumulasi, sehingga menyengsarakan dan mengakibatkan ketimpangan sosial, ekonomi, politik dan budaya. Sejarah membuktikan, dimana perusahaan MNC dalam sektor migas dan tambang lainnya beroperasi. Disitu kemiskinan ada, dan kedaulatan musnah tidak kentara.
Terahir, mungkin akan sulit dilakukan, karena mendapatkan perlawanan sengit dari berbagai penjuru. Tidak lain kebijakan tersebut yaitu melakukan nasionalisasi aset sumber daya energi. Bisa dengan cara Judicial Review UU yang tidak berpihak akan kepentingan nasional. Belum di revisi saja, sekedar berbagi jatah di Blok Cepu, hasilnya Pertamina sendiri telah merilisnya diatas; produktifitas melonjak derastis!
Terahir, mungkin akan sulit dilakukan, karena mendapatkan perlawanan sengit dari berbagai penjuru. Tidak lain kebijakan tersebut yaitu melakukan nasionalisasi aset sumber daya energi. Bisa dengan cara Judicial Review UU yang tidak berpihak akan kepentingan nasional. Belum di revisi saja, sekedar berbagi jatah di Blok Cepu, hasilnya Pertamina sendiri telah merilisnya diatas; produktifitas melonjak derastis!
Itulah cerita yang Aku bisa sajikan untuk Indonesia, dengan berbagai argumentasi dan solusi ala kadarnya. Tak apa lah, karena kata Bapak, terpenting ke jujuran. Aku berusaha untuk jujur melihat potret pembangunan Indonesia, khususnya di sektor energi. Sedikit mengingatkan, barangkali lupa, Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK dalam VISI-MISInya pada saat Pilpres 2014 silam, Aku masih sangat hafal diluar kepala, dengan lantang berucap melontarkan janji kampanyenya yang akan mengupayakan meraih KEDAULATAN ENERGI berbasis KEPENTINGAN NASIONAL.
Terobosan yang akan dibuat yaitu dengan mengeluarkan berbagai strategi untuk menjaga dan meningkatkan produksi jangka pendek, maupun panjang. Kemudian berkomitmen meningkatkan industri dalam negri, termasuk industri energi migas baik hulu-hilir. Fakta ini, dengan sadar menunjukan bagaimana pentingnya arti sebuah energi untuk Indonesia. Penting untuk pembangunan dan membesarkan bangsa. Hanya saja, ada satu keyakinan yang entah kenapa sulit sekali untuk berubah, semoga datang dari lubuk hati yang paling dalam. Ketahanan dan Kedaulatan Energi akan sulit dicapai, jika masih bergantung teguh pada orang lain. Silahkan fikirkan dengan seksama arti kedaulatan, kepentingan nasional, cinta dan harga diri sebagai sebuah bangsa yang merdeka, katanya. Apa sudah terjadi? Sebagai penutup cerita, Aku akan melampirkan sedikit puisi yang dikutip dari serial film "Tanah Surga, Katanya"
Terobosan yang akan dibuat yaitu dengan mengeluarkan berbagai strategi untuk menjaga dan meningkatkan produksi jangka pendek, maupun panjang. Kemudian berkomitmen meningkatkan industri dalam negri, termasuk industri energi migas baik hulu-hilir. Fakta ini, dengan sadar menunjukan bagaimana pentingnya arti sebuah energi untuk Indonesia. Penting untuk pembangunan dan membesarkan bangsa. Hanya saja, ada satu keyakinan yang entah kenapa sulit sekali untuk berubah, semoga datang dari lubuk hati yang paling dalam. Ketahanan dan Kedaulatan Energi akan sulit dicapai, jika masih bergantung teguh pada orang lain. Silahkan fikirkan dengan seksama arti kedaulatan, kepentingan nasional, cinta dan harga diri sebagai sebuah bangsa yang merdeka, katanya. Apa sudah terjadi? Sebagai penutup cerita, Aku akan melampirkan sedikit puisi yang dikutip dari serial film "Tanah Surga, Katanya"
Tapi Kata kake ku hanya orang kaya yang bisa minum susu,
Kail dan Jala Cukup menghidupimu
Kata kakeku Ikan - ikan kita di curi banyak negara
Tiada badai tiada topan kau temui
Tapi ayahku terbawa angin ke malaysia
Ikan dan Udang menghampirimu
Kata kake, awas ada udang dibalik batu
Orang Bilang Tanah kita tanah surga
Tongkat kayu jadi tanaman
Kata dokter Intel belum semua rakyatnya sejahtera
Banyak pejabat menjual kayu dan batu untuk membangun surganya sendiri
Tanahku yang ku cintai engkau ku hargai. Pahami ini dengan seksama!
Sumber Referensi:
https://hizbut-tahrir.or.id/2013/11/28/inilah-penjelasan-sederhana-mengapa-kekayaan-negara-dikuasai-asing/
http://blognyaanjrah.blogspot.co.id/2015/01/data-impor-data-pengusaan-kekayaan-alam-data-export-data-migas-indonesia.html
https://hizbut-tahrir.or.id/2007/12/04/90-migas-kita-dikuasai-asing/
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jaree/article/viewFile/11302/8801
http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Buku%20Investasi%20ESDM%20Indonesia%20FINAL-1.pdf
http://www.pertamina.com/news-room/siaran-pers/produksi-migas-pertamina-hingga-juli-capai-640-ribu-boepd/
http://esdm.go.id/berita/40-migas/2766-pertamina-mencapai-rekor-tertinggi-produksi-migas.html
https://humasskkmigas.wordpress.com/2016/09/30/implementasi-teknologi-yang-tepat-akan-meningkatkan-efisiensi-dan-efektivitas-bisnis-hulu-migas/
http://www.pertamina.com/our-business/hilir/pengolahan/
http://www.skkmigas.go.id/
Referensi Video
1. Penyelamatan Sumber Daya Alam Migas di Indonesia
2. Energy For Indonesia
3. KANGEAN ENERGY INDONESIA
4. ConocoPhillips
5. Sumber Energi Ada di Di Indonesia, Mulai dari Konvensional Sampai terbarukan
Notes:
1. Artikel diatas ini sedang diikut sertakan dalam lomba menulis Government Public Relations dengan tema "Memotret Pembangunan Indonesia".
2. Kritik dan saran dari pemirsa sobat fokuscirebon sangat dinantikan, sukur - sukur bisa turut menyebarkan tulisan ini sebagai media komunikasi dengan masyarakat lainnya
Baca Artikel Lainnya Dibawah ini:
1, AKHIR DARI PERDEBATAN PANJANG TELUR VS AYAM MANA LEBIH DULU, BIKIN HEBOH DUNIA!
2. TANPA CALO MEMBUAT SERTIFIKAT TANAH HANYA 50 RIBU, BEGINI CARANYA!
3. INGAT SEMUA PEMBUATAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN GRATIS ,INI YANG PERLU DIKETAHUI WARGA!
4. PERTAHANKAN MOTOR/MOBIL JIKA DITARIK LEASING? YANG KREDIT KUDU TAHU, INI ALASANNYA!