Tentang
Bisnis Industri Hulu Migas
Fokuscirebon.com, Energi, Migas, - Menjadi suatu hal yang menarik untuk
diperbincangkan ketika Kementrian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM)merilis tren produksi positif dialami Pertamina sejak
tahun 2003 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata (Capital Average Gross
Ratio/CAGR) mencapai 3,1% dari level produksi 95,6 ribu barrel per hari (MBOPD)
di 2003 menjadi 102,2 MBOPD di 2006. Ini merupakan rekor tertinggi. Namun, masih dibawah Chevron dan Total Indonesia
untuk gas. Apanya yang menarik? Fakta yang dirilis sendiri oleh Pertamina yaitu
salah satu yang mempengaruhi tren positif terebut dikarenakan adanya
peningkatan produksi di blok Cepu,
yang memang Pertamina memiliki ‘jatah’ untuk mengelola sampai memproduksi
minyak di blok teresbut. Kalau semua blok dikuasai dan dikelola Pertamina
bagaimana produktifitasnya dan dampaknya bagi perekonomian? Jawab sendiri! Yang jelas, Pertamina harus ektra ‘banting
tulang’ agar dapat bersaing dengan perusahaan swasta (multinasional) lain dalam
hal bisnis industri hulu migas.
BACA JUGA: CERITA TENTANG SEBUAH NEGERI SUMBER ENERGI YANG TERLUPAKAN: INI MANFAAT, HARAPAN DAN SOLUSINYA!
BACA JUGA: CERITA TENTANG SEBUAH NEGERI SUMBER ENERGI YANG TERLUPAKAN: INI MANFAAT, HARAPAN DAN SOLUSINYA!
Tumbuh kembangnya industri ekstraktif (minyak
dan gas bumi ) ini tak dipungkiri sangat berpengaruh terhadap laju perekonomian.
Juga merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar APBN. Akhirnya,
- dan mungkin selalu jadi kebijakan - Pemerintah terus menggenjot produktifitasnya , dengan cara membuka kran investasi disektor
migas (padat modal). Karena memang seperti yang diungkapkan Satuan Kerja Khusus
Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS)
Iklim investasi di sektor hulu migas masih minim, minat investor masih rendah, perlu
stimulus – stimulus untuk memancing investor menanamkan modalnya. Padahal
Indonesia bakal terus menjadi sasaran ‘empuk’ investor, karena peluang dan
potensi SDA yang terkubur di perut buminya, serta manusianya yang terkenal ramah dan ‘murah’.
Memang sejarah membuktikan kita terlalu ramah, pada Kolonial sekalipun!
Tingginya ketergantungan atas bisnis hulu
migas masih berlangsung –sekaligus pada perusahaan – perusahaanya- mengingat migas masih menjadi sumber energi
utama, hari ini dan mungkin esok nanti. Lantas apa yang akan terjadi dengan
gempuran investasi di kemudian hari?
Realitas hari ini, di negara penghasil migas, berbagai cara telah diupayakan untuk bisa melawan kutukan sumber daya alam (tak perlu
dijelaskan lagi soal kutukan ini), salah satunya dengan program transparansi dan akuntabilitas,
kebjikan publik, meminimalisir praktik KKN dan mafia migas, serta pengalokasian perekenomian yang tepat guna. Tidak
sedikit organisasi (LSM dan NGO) yang mengkampanyekan program tersebut, termasuk
Pemerintah yang juga ikut latah. Akan
menjadi pembahasan panjang lebar jika mendiskusikan soal program tersebut, apalagi
soal praktik nekolim melalui Seven Sister dan lembaga keuangannya, tentu
menjadi perdebatan panjang dan sengit pastinya. Pokok permasalahannya, tampaknya
kita semua luput dari hal yang paling mendasar , yaitu nilai tambah dari eksplorasi
dan eksploitasi bisnis hulu migas yang kita tidak miliki serta pengelolaannya yang
masih bergantung pada perusahaan multinasional. Dengan hanya kecipratan dari bagi hasil migasnya (kontrak kerja sama) saja sudah riang
gembira, disitu terkadang penulis merasa sedih. Ini realitas yang mungkin
terkadang terlupakan, atau dlupakan bisa jadi. Bagaimana menurut Anda, sepakat
atau tidak?
Solusi
yang Ditawarkan
Memang menjadi simalakama bagi Pemerintah,
disatu sisi membutuhkan investasi sebagai penopang ekonomi terutama disektor
migas. Karena memang bisnis hulu migas memiliki multiplayer
effect yang bisa menggerakan roda perekonomian (karena ketergantungannya
tadi). Di sisi lain, pemerintah, mungkin kita semua sebagai warga Negara harus
(dipaksa) merelakan isi perut bumi pertiwinya di kuras habis – habisan. Akan
tetapi, tidak akan menjadi simalakama jika menyiapkan beberapa langkah,
stimulus dan kebijakan, bahkan bisa melepas kutukan itu sendiri dimasa yang
akan datang, berikut 7 langkah solusinya
. Pertama, ketergantungan atas
sektor bisnis hulu migas sebagai penopang perekonomian sedikit demi sedikit
mulai diminimalisir, dengan menggenjot sektor lainnya seperti jasa, manufaktur dan
pariwisata untuk produktifitas ekonomi yang berkelanjutan. Kedua, program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) difokuskan pada pemberdayaan
sumber daya yang ada, baik manusia maupun sumber daya alam, melalui program
beasiswa pendidikan dan wadah untuk mengimplementasikan ilmunya. Dengan tujuan masyarakat bisa berdaya guna, bisa lebih maju
dan kompetitif. Ketiga, menyisihkan
anggaran dari hasil bisnis migas untuk inovasi teknologi dibidang energi baru terbarukan (Ranaweble Energy). Sumber energi terbarukan tersebut berserekan,
tinggal mau atau tidak memanfaatkannya.
Keempat, mendorong produktifitas tenaga kerja
agar bisa menghasilkan inovasi – inovasi teknologi, khusunya disektor bisnis hulu migas . Kelima, Investasi pada padat karya – tidak melulu pada padat modal
- mulai digerakan, agar bermunculan industri – industri dalam negri yang kompeten, dan menciptakan peradaban maju sehingga dapat bersaing dengan Negara
adidaya lainnya. Keenam, investasi
di sektor ini bisa tetap dijalankan sepenuhnya, asalkan memenuhi prinsip
keadilan, kemanusiaan, demokratis dan tentunya bermanfaat bagi nusa bangsa.
Saat ini bagaimana? Memang tidak dipungkiri sektor migas berkontribusi besar
bagi pembangunan. Akan lebih berkontribusi jika menggunakan cara Terahir ini, mungkin akan sulit dilakukan dan bakal mendapat perlawanan
dari berbagai penjuru, yaitu melakukan naionalisasi
aset atas bisnis hulu migas. Hasilnya Pertamina sendiri telah merilisnya
diatas , produktifitas melonjak derastis . Beberapa solusi ini penulis tawarkan bukan
sebagai ajang hardik menghardik atau saling menyalahkan. Melainkan sebatas
kewajiban sebagai warga negara, dan tentunya menjadi tanggung jawab moral
sebagai insan akademis. Perlu diyakini, Nusantara berpeluang besar menjadi negara adi daya dan
bangsa besar, sumber energi untuk menggerakan roda perekonomian ada disiini,
entah yang konvensional atau terbarukan. Hasil tambang lainnya juga masih
melimpah, yang oleh negara maju dimanfaatkan untuk mempertahankan hegemoni
peradaban, ekonomi dan politiknya hingga detik ini. “We Are The Real United Kingdom”. Semoga dengan melepas kutukan sumber daya alam,
keadilan ekonomi dan kedaulatan bangsa atas sumber daya alamnya bisa tercapai. Pada akhirnya, penulis yakin betul industri hulu migas ini bisa benar – benar
membesarkan bangsa. Betul atau tidak? Silahkan menyimpulkannya masing – masing!
Baca Artikel Menarik Lainnya Dibawah ini:
No comments:
Write komentarTerima kasih sudah bertanya dan memberi komentar. Mohon maaf apabila ada pertanyaan yang tidak bisa kami jawab atau kurang memuaskan!