Pengalaman menyusuri daerah Perbatasan, Senyuman di Balik Keterbelakangan!


Pengalaman menyusuri daerah Perbatasan, Senyuman di Balik Keterbelakangan!
Fokuscirebon.com, cerpen - Waktu itu, sekitar pukul 04 Pagi WIB, Aku menuruni anak tangga dari sebuah petak kamar tempat seorang Kerabat, Jakarta Selatan kalau tak salah.
Keluar dari pintu gerbang menuju jalan besar untuk menunggu Ojek yang telah Aku pesan sebelumnya, dengan jalan yang masih tergopoh, mungkin karena masih ngantuk, atau sebuah firasat buruk.
Sang penolongpun sudah tiba, tak banyak omong aku langsung menunggangi kuda dan menuju ke salah satu Wisma di Jakarta, tempat yang akan Aku kunjungi selanjutnya. Waktu masih petang Aku rasa, matahari belum terlihat oleh kelopak mata. Jalanan sudah ramai, lalu lalang kendaraan terlihat saling berkejaran,
tak peduli samping kiri-kanan, tak peduli depan atau belakang. Apa memang seperti ini kehidupan di sebuah Kota Megapolitan. Tak terasa, Aku sudah sampai di tempat tujuan. Beberapa teman sudah mulai berdatangan, dan kami pun saling bersalaman dengan sedikit perbincangan - perbincangan sambil menungu kedatangan teman lainnya.
Raut muka riang gembira terlihat dari teman - temanku, seolah - olah tidak sabar ingin segera sampai ke lokasi. Owh Ia, kami dikumpulkan sebagai 20 Besar Finalis lomba menulis Esai yang diselenggarakan oleh SKK MIGAS.

Dan sekarang ini Agendanya kita akan melakukan kunjungan ke Industri Hulu Migas, tepatnya wilayah operasi dan pemberdayaaan Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).
Teman - teman dari berbagai kampus, favorit dan unggulan di Indonesia, sudah berkumpul semua. Hanya saja, cuman Aku yang berasal dari kampus basa, di perbatasan Jawa Barat, tepatnya di Cirebon. Minder? Tak ada dalam kamusku, apalagi gengsi. Pendidikan pada dasarnya sama saja, kita yang menentukan pada akhirnya. Langsung saja, kita memasuki semacam Elf, beserta mas, akang dan teteh panitia yang ramah dan tidak sombong, Aku suka.

Mobil Elf, mulai bergerak menyusuri jalan - jalan tol dalam Kota Jakarta, menuju arah Karawang. Seperti biasa, pemandangan di Kota setiap pagi, hamparan kendaraan yang terbentang saling berdesakan menunggu gilirtan keluar dari kemacetan, serta gedung - gedung pencakar langit yang seakan bergandengan tangan, begitu dekat sekali. dan Dibawah gedung tersebut, bersarang rumah - rumah yang hemmm, lanjutkan sendiri cerita ini.

Aku fikir, jarak dari Jakarta ke Karawang tidaklah jauh, paling lama kalau terjebak macet pun sekitar 2 jam. Ternyata Aku salah, ketika nanya ke Pak Supir dan Teteh Panitia jarak tempuh ke Lokasi tempat beropasi PHE ONWJ sekitar 4 jam. Aku disitu sontak langsung terkejut, ko Bisa sampai sebegitu lama, padahal yang apabila ditarik garis lurus hanya 40 KM dari pusat ibu Kota menuju lokasi, kata Teteh Panitia yang lainnya. Hemm, jarak yang ditempuh berasa Aku mau balik lagi ke Cirebon. Karena jarak yang
ditempuh cukup lama, sedikit demi sedikit Aku mulai terhipnotis oleh jalan tol yang membosankan itu, dan akhirnya lambat laun aku tertidur. Teman - temanku yang satu mobilpun sama, pulas. Kecuali Pak Sopir yang masih duduk tegak. Aku tak tahu, kejadian apa saja yang terlewati saat Aku tidur, hanya saja Aku dan teman - teman lainnya mulai terbangun karena goyangan mobil makin lama makin asyik. Sangking Asyiknya sampai terpontang panting kepala ke kanan dan kiri. Kenapa bisa demikian? Ya tidak lain karena memang akses jalan transportasi menuju lokasi sangat menghawatirkan.

Jalan bebatuan, ditambah lumpur yang terendam air hujan, jalan off road banget pokoknya.
Aku tak terbayangkan sebelumnya, logika dan nalar sehatku tidak sampai. Bayangkan saja guys, daerah yang letaknya tidak jauh dari Ibu Kota tempat para Pejabat yang gagah, dan mungkin enggan ke tempat Ini, takut sepatu pantopel dan jaz kebanggannya kotor terkena lumpur pedesaan. Sudah 71 tahun Indonesia merdeka, dan perusahaan MIGAS (asing sebelum Pertamina) puluhan tahun bercokol dan beroparasi di daerah ini, akses jalan baru di bangun tahun ini, ya TAHUN INI! Ngapain aja? Desa tempat mereka merauk pundi - pundi keuntungan sampai tidak terawat, Pemerintah juga tak terlihat!
Pengalaman menyusuri daerah Perbatasan, Senyuman di Balik Keterbelakangan!

Berhubung sedang ada perbaikan jalan, Aku beserta rombongan lainnya tidak bisa melintasi agar sampai ke Loksi. Hanya ada satu alternatif, yaitu jalur Air, sungai tepatnya. Aku turun lebih dahulu dari mobil, teman - teman yang lain masih asik didalam mobil menikmati AC. Karena memang diluar panas, hemm lagian mana ada daerah pesisi yang sejuk! Sambil menunggu perahu dan perlengkapan keamanan untuk melintas, Aku memesan Es untuk menghilangkan dahaga, sekaligus mungking mendinginkan hati dan otakku yang mendadak panas melihat keadaan sekitar daerah ini. Dengan pelayanan ramah, dan sentuhan tangannya
yang sudah terlihat keriput seorang nenek memberikan ES yang Aku pesan. Sambil menikmati ES dan sebatang tembakau Aku ngobrol bersama para supir dan kaka panitia. Bagiku, tembakau dan kopi adalah media komunikasi. Suasana perbincangan akan semakin terasa aklrab. Sambil memperhatikan Nenek pemilik Warung Gubuk ini Aku bertanya, "Nek, Ini Jalan diperbaiki dari kapan? Dan sejak kapan terahir ada jalan dibangun seperti ini?" Sambi mata menatap ke atas, artinya Nenek sedang mengingat - ngingat lalu dengan lembut menjawab. " Tidak tahu Mas, Lupa. Tahunya, ini baru dibangun lagi jalannya," Entah karena faktor
usia, atau karena memang sudah begitu lama jadi Nenek ini tidak Ingat lagi. Namun, mendengar pertanyaanku, seorang panita ikut nimbrung dan menjawab, " Kami baru bangun Jalan Ini, bekerja sama dengan Pemda setempat," ujarnya.
Sebetulnya Aku masih ingin berbincang panjang lebar dengan Nenek ini dan warga lainnya. Sayangnya, perahu dan perlengkapan lain sudah tiba. Dan teman- temanku yang lainnya mulai turun dari mobil. Dengan bergesa - gesa, untuk mendapatkan perlengkapan. Hemm, takut tidak kebagian kayaknya. Perlengkapan seperti helm dan jaket pelampung sudah Aku pakai, kemudian ada sedikit arahan untuk safety prosedur. Aku mendengarkan, teman - temanku juga sama. Hikmat sekali kelihatannya. Selai arahan, Aku mulai menaiki perahu kayu warga sekitar, teman - temanku juga menaiki perahu, tentunya berbeda - beda, mengingat kapasitas daya tampung

perahu. Kebetulan sekali, Aku satu perahu dengan Kordinator Pemberdayaan masyarakat dari Pertamina. Dengan sedikit mendekatkan diri, karena tidak terdengar oleh suara mesin disel perahu, Aku dan teman lainnya mulai membuka obrolan. Berbagai pertanyaan dilontarkan teman - teman, mulai dari akses jalan, air, sanitasi, faskes dll. Yang intinya, semuanya masih sangat tertinggal dan terbelakang, titik!
Sungai terlihat lebar dan dalam ini sedikit menghibur mata, disamping kiri tanaman - tanaman bakau berhamparan, bisa dibilang hutan bakau. Disebelah kanan, terlihat anak - anak, pemuda, dan orang tua yang melihat perahu kami sambil tersenyum melambaikan tangannya. Luar biasa, serasa jadi bahan perhatian publik sekitar. Perahu kami tidak lepas dari tatapan mata para penduduk sekitar. Kemudian Bapak Kordinator ini mengatakan, "Jangan kaget, warga disini memang demikian. Jangankan perahu, melihat mobil juga udah kayak ngelihat harta karun. Benar - benar terisolir, sinyal ponsel pun hanya kartu tertentu. Tak terasa sudah sejam lebih kami mengarungi sungai yang menjadi akses tyransportasi warga ini,
dan akhirnya sampai di Desa Sedari, daerah paling ujung Kabupaten Karawang. Ada sekitar 4000 orang dan 100 lebih KK yang berada di Desa Sedari ini, dengan luas Desa sampai ribuan hektar. Mayoritas warga berperkerjaan sebagai petani tambak, nelayan sebagian, yang itu semua dijual ke tengkulak - tengkulak yang sudah siap menunggu. Karena memang tidak ada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Desa Sedari ini. Setelah turun dari perahu, jalan disini pun sama terlihat becek. Meamng terlihat seperti terkena pasang (rob) atau hujan. Kemudian, kami diajak oleh Panitia mengunjungi salah satu tempat pemberdayaan masyarakat yang dikelola oleh Pertamina. Sejak 2009 Pertamina mengakuisi blok ONWJ ini. Produksinya pun meningkat dari sebelumnya,
salah satu prestasi, Pertamina kembali melakukan nasionalisasi Aset SDA Indonesia. Dan pada Tahun 2013 kalau tidak salah, Aku lupa, mulai dibangun istalasi air bersih (mineral) program CSR dari PHE ONWJ. Karena memang Air di Desa Ini Asin, dan tidak layak untuk dikonsumsi. Air payau disini diolah menggunakan alat yang kemudian menjadi AIR MINERAL. Tempat isi ulang Air ini menjadi satu - satunya sumber air bersih yang ada di Desa Sedari.
Mnejadi tumpuan masyarakat untuk makan, minum, cuci hingga mandi.
Informasi yang membuat merinding, dan memilukan lagi yaitu selain soal akses jalan tadi. Akses terhadap Air layak konsumsi juga baru bisa dinikmati oleh masyarakat beberapa tahun kebelakang. Yang sebelumnya, selama berpuluh - puluh tahun masyarakat mengandalkan Air hujan dengan membuat penampungan untuk kebutuhan Airnya. Digunakan untuk minum, mandi dll. Tidak sedikitpun memikikran kesehatan, bagi masyarakat yang penting bisa mendapatkan Air. Bahkan sampai memburu Air Hujan. Jadi kalau di desa sebelah hujan, masyarakat membawa drigen untuk menampungnya. Istimewa bukan perjuangan masyarakat disini?
Padahal disebelahnya berdiri fasilitas pengeboran minyak dan gas bumi. Dilautnyapun terlihat ada fasilitas sama. Kita tahu sendiri, jumlah keuntungan yang diboyong perusahaan migas (asing) berapa selama berpuluh - puluh tahun beroprasi di blok ini? Dan ditinggalkan kembali ke negeri Asalnya dengan menyisakan ketimpangan sosial, ekonomi dan budaya. Berbeda setelah di pegang kendali oleh Pertamina. Yang secara psikologis sebagai orang Indonesia pasti setidaknya bakal terharu melihat kondisi warga sekitar sebagai seorang manusia. Kpedulian itu kemudian muncul dan membuat beberapa program CSR berbasis pemberdayaan dan perbaikan infrastruktur. Seperti tadik yang diceritakan, instalasi air bersih, jalan, BUMDES, sampai Jembatan Baru yang sangat dirindukan
oleh warga. Karena tadinya jembatan tersebut hanya dari susunan bambu selama berpuluh tahun, hanya bisa dilewati motor.
Soal akses kesehatan pun juga sama, tidak kalah mengagetkan dengan cerita tadi. Angka kematian bayi sangat tinggi, karena mengandalkan dukun bayi. Dan bidan baru ada sekarang - sekarang ini, tentunya yang juga memiliki jiwa sosial tinggi karena mau didempatkan di daerah pelosok, walupun dijawa, belum di Papua. Sanitasi juga masih buruk, walaupun sudah dibangun WC Umum tetap saja susah. Perlu waktu untuk merubah itu, karena memang sudah jadi kebiasaan,warga buang air besar dan kecil disungai, soal kenyamanan katanya.
Puskesma pembantu juga baru ada ada, sebelumnya warga perlu menempuh jarak puluhan kilo untuk ke Puskesmas. Dengan menggunakan perahu itu juga. Ditambah lagi soal rob dan pasang, sampai memasuki rumah - rumah warga. Menmbah sederet cerita haru selanjutnya, yang memang menjadi PR bagi tim pemberdayaan dari PHE ONWJ.

Pengalaman menyusuri daerah Perbatasan, Senyuman di Balik Keterbelakangan!
Setelah diajak melihat - lihat kondisi desa, kemudian kami diajak menuju rumah Pak Lurah, atau Kepala Desa Sedari. Dengan melewati perkampungan warga, anak - anak menghampiri sambil berjabat tangan, ibu - ibunya tersipu ramah. Tibalah kami di rumah Kepala Desa tadi, yang katanya akan dijamu makan siang. Sesampainya di rumah Kades, sedikit terkejut juga Aku melihat rumah pak Kuwu. Warna cetnya yang begitu ngejreng, luas rumah dan perabotan dalamnya terlihat kontras dengan rumah - rumah yang ada di sekitarnya.
Rumah bilik, setengah bilik, setengah bata, ada yang belum jadi, yang reot juga banyak. Malum, namanya juga kepala Desa, tak Aneh kalau beda sendiri. Setelah usai makan di rumah Kuwu, kami melanjutkan Sholat Duhur dan kemudian menuju wilayah operasi PHE ONWJ.

Disini kami kembali mendapatkan berbagai materi, soal mitos Indonesia Kaya Migas. Soal investasi migas yang harus digenjot. Soal produksi migas. Kesemuany menambah wawasan kami tentunya. Dan pematerinya langsung oleh manajer PHE ONWJ, kesempatan menarik bisa bertemu.
Setelah itu kami semua berbondong - bondong menuju lahan untuk melakukan penanaman pohon bakau. Yang tujuannya tak lain dan tak bukan untuk mengatasi abrasi, rob dan pasang. Dengan harapan agar pohon ini bisa tumbuh kembang maksimal, dan bisa melindungi warga - warga sekitar. Program menarik, setiap karyawan pun diwajibkan menysisihkan gajihnya utuk membeli bakau dan ditanam langsung. Aspek lingkungan dan keberlanjutan jangka panjang benar - benar diperhitungkan.
Kegiatan kami hari ini selasi dengan mengunjungi Desa Sedari dan ditutup dengan penanman tadi. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Karawang untuk tidur di Penginapan.

Sebetulnya malu Aku menceritakan ini, setelah Aku mengnjungi daerah yang benar tertinggal di Jawa, bukan di Papua atau Kalimantan sana. Lalu Aku bisa tidur nyenyak dengan selimut tebal ala hotel berbintang.
Aku pun sedikit merenung, ngomongin soal rakyat digedung - gedung bertingkat. Membicarakan nasib pembangunan desa di auditorium hotel - hotel bintang tiga sampai lima. Ketika subsidi BBM dibegal entah ke mana. Mungkin dialihkan ke BUMN yang tengah dahaga Atau ke gedung DPR untuk jatah parpol berpesta, Tinggallah minyak yang kapan saja bisa naik harga, Rupiah tumbang kehilangan keperkasaannya, lalu kalian masih bicara semua baik-baik saja… 

Aku pun sama, kembali merenung melihat kondisi sebagai seorang Mahsiswabertumbuh menjadi generasi rapuh Belajar berdiskusi perihal rakyat di kafe-kafe yang mewah, Belajar problem solving di tengah hingar bingar musik diskotik yang hedonis, Belajar soal kebangsaan di mal-mal kota yang kapitalis, Belajar perihal cinta bangsa dari drama-drama korea yang sok romantis, Belajar nasionalisme sekedar dari menyusuri luasnya lapangan futsal. 

Ini ceritaku hari ini, besok dilanjut guys. Intinya pembangunan Desa menjadi tolak ukur kesuksesan sebuah pembangunan Nasional. Program Nawacita untuk membangun Indonesia dari pinggiran harus kita Kawal. Tentunya dengan adanya industri hulu migas yang kesemuanya berada di pinggiran, bukan di samping monas, atau belakang istana merdeka. Bisa mendorong pertumbuhan pembangunan di Desa sekitar tempat beroprasi. Harapannya, ya Ekonomi, sosial dan Budaya masyarakat bisa terpenuhi dengan adil, dan makmur. Maka membesarkan bangsa bisa sedikit demi sedikit kita raih. Sekian guys, selamat tidur. Jangan lupa cuci kaki, gosok gigi, gosok hati nurani. Sebelum Aku tidur, masih terngiang senyuman mereka, walaupun dalam keadaan apa adanya, dan tak ada apa - apanya.

Pengalaman menyusuri daerah Perbatasan, Senyuman di Balik Keterbelakangan!

No comments:
Write komentar

Terima kasih sudah bertanya dan memberi komentar. Mohon maaf apabila ada pertanyaan yang tidak bisa kami jawab atau kurang memuaskan!

Featured

Recent Posts Widget