Sejarah Baridin dan Kemat Jaran Goyang Asli Cirebon, Kisah Cinta Berujung Maut!
Caruban nagari, sejarah cirebon, mitos cirebon - Sewilayah tiga Cirebon seperti Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning) tidak asing lagi dengan cerita yang melegenda yaitu kisah cinta Baridin dan Ratminah. Baridin seorang pemuda miskin menyukai seorang wanita cantik. Namun Ia selalu di tolak dan dihina. Latar belakang tersebut membuat Baridin menggunakan ajian/ilmu kemat jaran goyang untuk menaklukan hati Ratminah. Seperti apa kisah selengkapnya dan sejarahnya? Simak ulasannya dibawah ini guys.
Orang Cirebon tidak sedikit yang mempercayai bahwa kemat merupakan ajian dengan menggunakan doa-doa yang memiliki tuah begitu dasyat. Kepercayaan tersebut turun temurun disekitaran masyarakat Ciayumajakuning. Menggunakan kemat jaran goyang tersebut tidak semudah yang dibayangkan, yaitu harus melalui tahapan mati geni atau tidak makan, tidak minum, tidak tidur selama beberapa hari.
Kemat Jaran Goyang itu sendiri telah menjadi legenda hidup kisah nyata/cinta Baridin, seorang pemuda asal Gegesik yang memiliki pekerjaan sebagai petani miskin, dan merupakan anak dari seorang janda bernama Mbok Wangsih. Kala itu, Baridin mencintai seorang kembang desa yang begitu ayu bernama Ratminah, Ia merupakan anak dari seorang juragan di Desa tersebut, bisa dikatakan sebagai orang paling kaya.
Karena cinta Baridin ditolak secara mentah-mentah oleh Ratminah bahkan menghina dan mencaci maki secara berlebihan membuat Baridin sakit hati, ia hidup menyendiri tidak makan tidak minum selama 40 hari melakukan mati geni, sebagai ritual ajian kemat jaran goyang. Singkat cerita Ratminah kemudian menjadi terhipnotis setiap waktu mengingat, dan memanggil-manggil nama Baridin. Terkadang tertawa dan menangis sendiri seperti orang gila. Ratminah keluar dari rumah mencari-cari Baridin berjalan dari desa ke desa sambil bernyanyi dan tertawa-tawa menyebut nama Baridin sampai keduanya bertemu di pinggir pematang sawah.
Karena Ratminah berhari-hari tidak makan setalah bertemu, miminta maaf dan mengungkapkan rasa cintanya kepada Baridin. Akhirnya Ratminah mengembuskan nafas terakhir. Begitupun Baridin yang sudah kurus kerempeng karena mati geni, kemudian meninggal dunia menyusul Ratminah. Jasad keduanya diketemukan oleh sahabat dekat Baridin bernama Gemblung Pinulung. Sebagai saksi perjalanan kedua manusia yang saling menyinta akhirnya mereka dikubur bersama dan makamnya masih bisa disaksikan sampai sekarang di Cirebon sebagai ibroh dan pembelajaran untuk manusia yang masih hidup.
Berikut adalah contoh bacaan kemat jaran goyang Baridin yang sudah digubah oleh penulis, yang bisa jadi tidak kalah dengan sajak-sajak Ahda Imron atau pun pupuh guritan Asep Salahudin“Niat isun matak ajiku Jaran Goyang/ Sun tabukake petiku sawisi/Gemebyar gebyar marang badanku/Wong Sabuana ayu elinga/ welase ning badan isun si jabang nok ayu Ratminah/Mbrengenga kaya jaran/ teka welas, teka asih, marang badanku/ Lailahaillah Muhamammadurrulullah.”(Kubaca doa aji jaran goyang (kuda goyang), di sini kubuka peti sunyi batin runyam, saat gemerlap merasuki nalar ragaku, Wahai manusia sejagad, ingatlah sayangilah diriku/ semoga Ratminah menyayangiku/ seperti ringkik kuda/kasih dan sayangi diriku/Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu Rasul Allah).
Ekspresi kisah Baridin mengilhami esensi moral wong Cirebon-Dermayon yang mampu menebus sekat-sekat budaya.
Walaupun dalam guyonan Tandi Skober yang berkata sambil terkekeh “Cung!!!, Wadon sekien masangarah takluk kelawan kemat jaran goyang, pun kalah karo kemat Jepang hehe (Perempuan sekarang tidak bakal terpikat dengan kemat jaran goyang, karena sudah kalah dengan kemat Jepang)”.
Relasi Budaya
Baridin berupaya keras untuk menjadi manusia yang diewongke adalah suatu kewajaran sebagai manusia yang memiliki kedudukan yang sama dihadapan Tuhan. Setiap individu dimanapun dia dilahirkan adalah mahluk yang sama oleh karenanya setiap manusia memiliki hak yang sama dalam hidup. Logika yang dipakai manusia kebanyakan seperti halnya Baridin itulah yang melandasi lahirnya Declaration of Human Right. Logika Baridin sebagai manusia yang berkeinginan untuk memilih pendamping hidup tidak menutup diri dalam sekat si kaya dan si miskin. Mencoba membuka tabir yang masih menyelimuti kultur budaya Cirebon-Dermayon yang selalu melihat perjodohan agar selalu papak (sama derajat) dalam ekonomi ataupun keturunan keluarganya.
Orang Cirebon tidak sedikit yang mempercayai bahwa kemat merupakan ajian dengan menggunakan doa-doa yang memiliki tuah begitu dasyat. Kepercayaan tersebut turun temurun disekitaran masyarakat Ciayumajakuning. Menggunakan kemat jaran goyang tersebut tidak semudah yang dibayangkan, yaitu harus melalui tahapan mati geni atau tidak makan, tidak minum, tidak tidur selama beberapa hari.
Kemat Jaran Goyang itu sendiri telah menjadi legenda hidup kisah nyata/cinta Baridin, seorang pemuda asal Gegesik yang memiliki pekerjaan sebagai petani miskin, dan merupakan anak dari seorang janda bernama Mbok Wangsih. Kala itu, Baridin mencintai seorang kembang desa yang begitu ayu bernama Ratminah, Ia merupakan anak dari seorang juragan di Desa tersebut, bisa dikatakan sebagai orang paling kaya.
Karena cinta Baridin ditolak secara mentah-mentah oleh Ratminah bahkan menghina dan mencaci maki secara berlebihan membuat Baridin sakit hati, ia hidup menyendiri tidak makan tidak minum selama 40 hari melakukan mati geni, sebagai ritual ajian kemat jaran goyang. Singkat cerita Ratminah kemudian menjadi terhipnotis setiap waktu mengingat, dan memanggil-manggil nama Baridin. Terkadang tertawa dan menangis sendiri seperti orang gila. Ratminah keluar dari rumah mencari-cari Baridin berjalan dari desa ke desa sambil bernyanyi dan tertawa-tawa menyebut nama Baridin sampai keduanya bertemu di pinggir pematang sawah.
Karena Ratminah berhari-hari tidak makan setalah bertemu, miminta maaf dan mengungkapkan rasa cintanya kepada Baridin. Akhirnya Ratminah mengembuskan nafas terakhir. Begitupun Baridin yang sudah kurus kerempeng karena mati geni, kemudian meninggal dunia menyusul Ratminah. Jasad keduanya diketemukan oleh sahabat dekat Baridin bernama Gemblung Pinulung. Sebagai saksi perjalanan kedua manusia yang saling menyinta akhirnya mereka dikubur bersama dan makamnya masih bisa disaksikan sampai sekarang di Cirebon sebagai ibroh dan pembelajaran untuk manusia yang masih hidup.
Berikut adalah contoh bacaan kemat jaran goyang Baridin yang sudah digubah oleh penulis, yang bisa jadi tidak kalah dengan sajak-sajak Ahda Imron atau pun pupuh guritan Asep Salahudin“Niat isun matak ajiku Jaran Goyang/ Sun tabukake petiku sawisi/Gemebyar gebyar marang badanku/Wong Sabuana ayu elinga/ welase ning badan isun si jabang nok ayu Ratminah/Mbrengenga kaya jaran/ teka welas, teka asih, marang badanku/ Lailahaillah Muhamammadurrulullah.”(Kubaca doa aji jaran goyang (kuda goyang), di sini kubuka peti sunyi batin runyam, saat gemerlap merasuki nalar ragaku, Wahai manusia sejagad, ingatlah sayangilah diriku/ semoga Ratminah menyayangiku/ seperti ringkik kuda/kasih dan sayangi diriku/Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu Rasul Allah).
Ekspresi kisah Baridin mengilhami esensi moral wong Cirebon-Dermayon yang mampu menebus sekat-sekat budaya.
Walaupun dalam guyonan Tandi Skober yang berkata sambil terkekeh “Cung!!!, Wadon sekien masangarah takluk kelawan kemat jaran goyang, pun kalah karo kemat Jepang hehe (Perempuan sekarang tidak bakal terpikat dengan kemat jaran goyang, karena sudah kalah dengan kemat Jepang)”.
Relasi Budaya
Baridin berupaya keras untuk menjadi manusia yang diewongke adalah suatu kewajaran sebagai manusia yang memiliki kedudukan yang sama dihadapan Tuhan. Setiap individu dimanapun dia dilahirkan adalah mahluk yang sama oleh karenanya setiap manusia memiliki hak yang sama dalam hidup. Logika yang dipakai manusia kebanyakan seperti halnya Baridin itulah yang melandasi lahirnya Declaration of Human Right. Logika Baridin sebagai manusia yang berkeinginan untuk memilih pendamping hidup tidak menutup diri dalam sekat si kaya dan si miskin. Mencoba membuka tabir yang masih menyelimuti kultur budaya Cirebon-Dermayon yang selalu melihat perjodohan agar selalu papak (sama derajat) dalam ekonomi ataupun keturunan keluarganya.
Notes:
- Sebarkan jika dirasa penting
- Sumber bahasa cirebon, kompasiana.com