Opini, Fokuscirebon.com- Sejarah pasti berulang. Demikianlah pepatah kita sering mengungkapkan
dengan lantang. Namun, dalam benak dan fikiran penulis sering bertanya –
tanya, apakah benar? Bicara sejarah, baik atau buruk, kelam atau indah,
bagaimanapun bentuknya, bisa menjadi sebuah cerminan untuk menyongsong
masa depan yang lebih baik. Sejarah telah membuktikan – bukan penulis
yang mengatakan – bahwa peran dari kalangan menengah yang kebetulan bisa
mengenyam pendidikan, dalam hal ini mahasiswa, mampu memberikan
perubahan dan menciptakan sejarah melalui jalur pendidikan. Lantas
bagaimana peran mahasiswa saat ini? Silahkan jawab sendiri.
Kita semua sudah mahfum, mulai dari masih ingusan sampai
mengenal istilah percintaan, bahwa peran pendidikan begitu vital dalam
membangun sebuah bangsa. Di buku – buku sejarah, dan dari dongeng guru –
guru semasa di bangku sekolah, bahwa perlawanan Indonesia untuk bisa
memerdekan diri dari cengkaraman penjajah salah satu cara yang paling
efektif yaitu melalui jalur pendidikan. Masyarakat diberikan pendidikan,
pemahaman, kecerdasan, dalam kerangka kemanusian.
Tak salah, apabila bapak pendidikan kita – penulis tak perlu lagi
menyebutkannya – mengatakan dengan lantang bahwa sejatinya pendidikan
merupakan sebuah proses untuk memanusiakan manusia. Dengan jalur
pendidikan, setiap insan diajarkan untuk berfikir dan berjiwa merdeka.
Sehingga dari situlah akan muncul nalar – nalar kritis, kreatifitas, dan
semangat untuk memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negara
Peran kalangan menengah dalam semangat pendidikan inilah pada
akhirnya bisa menciptakan beberapa momentum sejarah. Dari titik inilah
peran dari pendidikan bisa dikatakan berhasil ketika mampu memberikan
perubahan terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya. Lagi –
lagi penulis bertanya, bagaimana pendidikan kita hari ini? Bagaimana
peran dari kaum atau insan terdidik kita? Suatu kemunduran zaman
mungkin!
Tanggung Jawab Moral Intelektual
Bicara soal pendidikan dan kaitannya dengan kalangan menengah
sebagain insan intelektual, sebut saja mahasiswa, mari kita sejenak
meluangkan waktu untuk merenungkannya. Merenungkan bukan untuk larut,
melainkan untuk bangkit. Jangan jauh – jauh dulu kepada peran dan
fungsinya, dari katanya saja sudah membawa beban moral luar biasa. Coba
bayangkan hanya ada satu-satunya kata ‘maha’ yang berada diawal selain
‘Maha-Esa’, yaitu hanya ‘Maha-siswa’. Dari nama saja posisi mahasiswa
berada satu tingkat dibawah Tuhan. Bisa dikatakan wakil Tuhan di dunia
ini berhubung tidak ada nabi, yaitu mahasiswa.
Kalau dulu, nabi ditugaskan untuk menyebarkan syiar – syiar
rohaniah, agar pemeluknya mengabdi pada Tuhan dan bercinta-kasih kepada
sesama umat . Nah, kalau sekarang mahasiswa ditugaskan untuk memberikan
pendidikan dan mengabdi pada masyarakat. Tidak hanya itu, peran dan
fungsinya sebagai kontrol sosial dan agen perubahan,akhirnya mahasiswa
mendapatkan tugas wajib lagi, yaitu untuk memerangi yang batil
(pemerintah atau korporasi zhalim), dan memperjuangkan yang hak (hak-hak manusia dan rakyat yang dirampas).
Tugas dan tanggung jawab tersebut semuanya dulu pernah dilakukan oleh
para pendahulu kita, dan terbukti bisa melakukannya. Sejarah
mencatatnya demikian. Mahasiswa hari ini? Hanya jadi serpihan dari
bagian sejarah. Larut dalam kenangan atau euforia masa silam. Hanya
pintar berdebat, dan mencaci dan menjatuhkan sesamanya. Gilirian ada
yang gemar membaca dan berdiskusi, tapi tanpa aksi, sama saja beronani.
Untuk bisa terjun langsung dalam dinimaka sosial kemasyarakatan,
tampaknya bagai mimpi disiang bolong. Mengkritisi keadaan sekitar,
sepertinya bagai katak merindukan bulan.
Sebagai mahasiswa seperti yang kita ketahui bersama, posisinya sangat
strategis. Bisa sebagai penyambung lidah antara rakyat dan penguasa.
Sebagai kaum muda yang memiliki semangat, jiwa idealisme tinggi, tenaga
dan fikirannya mumpuni untuk mempertahankan bahkan merebut harkat dan
martabat bangsanya. Kehadirannya ditengah – tengah dinamikan
kemasyarakatan merupakan fitrah yang tidak bisa tidak, sudah menjadi
kewajiban yang harus dilaksanakan. Seharusnya. Kalau sadar itu juga.
Kalau tidak, cuci muka dulu biar terlihat segar!
Ditambah lagi, mahasiwa diberi kesempatan bisa mengenyam ilmu dan
pengetahuan lebih dari kalangan masyarakat lainnya. Maka mahasiswa
seharusnya bisa berperan dalam dunia pendidikan. Memberikan pencerdasan.
Karena sejatinya sebagai kaum intelektual, memiliki tanggung jawab
moral untuk bisa memberikan sumbangsih baik tenaga atau fikiran dalam
hal mencerdaskan kehidupan bangsa. Selalu hadir dalam persoalan
masyarakat. Mahasiswa bisa dikatakan sebagai Outsidersnya. Seperti itulah tanggung jawab moral intelektual.
Bangkit Bergerak
Berbagai macam teori mengenai bagaimana seharusnya dunia pendidikan
di Indonesia dijalankan supaya lebih baik sudah banyak berserakan di rak
buku, bahkan sampai ke emperan kaki lima. Tak kalah, teori mengenai
peran dan fungsi mahasiswapun bisa sering didengar diruang – ruang
diskusi. Buku – buku juga banyak. Semuanya bisa dilahap habis, ditelan
bulat – bulat juga silahkan. Tapi, sekali lagi, tanpa adanya kemauan
untuk bisa hadir dalam dinamika kemasyarakatan semuanya omong kosong.
Berhayal. Mimpi. Beronani bisa jadi.
Apa gunanya semua ilmu dan pengetahuan yang dimiliki, apabila tidak
berpengaruh terhadap lingkungan sekitar. Dimulai dari lingkungan
sekitar, dari hal kecil. Manfaatkan semua yang dimiliki untuk memberikan
pendidikan bagi sesama. Walaupun kecil, apabila berguna dan bermanfaat
akan menjadi suatu kebanggan tersendiri. Karena hal paling penting dalam
menciptakan sebuah perubahan yaitu ketika kita ada didalam dinamika
perubahan itu sendiri. Pendahulu kita mencontohkan demikian.
Memanfaatkan ilmu dan pendidikan yang dimiliki dengan terjun langsung
dalam hiruk pikuk keadaan;baik sosial, politik, ekonomi, maupun budaya.
Penulis berusaha mengimplementasikannya dengan membuat suatu wadah
bagi masyarakat untuk bisa berkumpul, belajar, bahkan membangun kekuatan
ekonomi. Diantaranya yaitu, perpustakaan jalan Niskala Senja, Forum
Komunitas (Fokus), dan Usaha Bersama Komunitas (UBK). Semua wadah ini
dibuat dalam bingkai pendidikan. Membangun karakter dan mentalitas
sebagai seorang manusia yang bisa memanusiakan manusia. Pada akhirnya
diharapkan bisa berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Apapun itu, yang bisa dikerjakan, laksanakanlah. Ingat, keadilan
tidak semata – mata datang dari Tuhan. Keadilan harus diperjuangkan.
Berjuang dengan cinta. Manfaatkan semaksimal mungkin potensi yang ada
dalam jiwa mudamu, jiwa seorang mahasiswa, mentalitas pejuang. Sekarang
bukan saatnya lagi untuk saling menjatuhkan, mencaci maki, bergaya adu
gengsi. Karena ketercerai beraian kita lambat laut akan membunuh
Indonesia. Bangsa ini sudah tidak lagi melihat, atau merasakan sepak
terjangmu. Siapapun itu, yang merasa sebagai orang berpendidikan, atau
kaum intelektual. Bukannya begitu? Bangkit bergerak kawan!
Penulis adalah Anggota Lembaga Pers Mahasiswa Semua Tentang Rakyat (LPM SETARA), Unswagati Cirebon (SETARANEWS)
No comments:
Write komentarTerima kasih sudah bertanya dan memberi komentar. Mohon maaf apabila ada pertanyaan yang tidak bisa kami jawab atau kurang memuaskan!