Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Cirebon Merdeka Lebih Dulu, Tugu Proklamasi di Alun-Alun Kejaksan Jadi Saksi Bisu!

Sejarah Cirebon, Fokuscirebon.com - Cirebon MERDEKA lebih dulu, sebelum kemerdekaan yang dibacakan oleh SOEKARNO. Mungkin, tidak sedikit pun terbesit di pikiran warga Cirebon khususnya, dan Indramayu, Kuningan, Majalengka pada umumnya. Bahwa Cirebon (Ciayumajakuning) memiliki peranan penting dalam sejarah berdirinya Repbulik Indonesia. Pembacaan teks proklamasi pertama di lakukan oleh pemuda/i di Cirebon, tanggal 15 Agustus 1945 yang di pimpin oleh Dr. Soedarsono (pendiri Rumah Sakit Gunung Djati). Saksi bisu, sekaligus bukti sejarah yaitu adanya TUGU PROKLAMASI berbentuk pensil di depan alun-alun Kejaksan Kota Cirebon. 

Masih jarang yang mengetahui mengenai sejarah tersebut, janganjan orang diluar Cirebon. Masyarakat Cirebon itu sendiri tidak mahfum atas peristiwa sejarah yang sangat berpengaruh bagi daerahnya. Bagi warga diluar kota, yang pergi bolak-balik ke Cirebon, entah dalam urusan bisnis, atau ingin sekedar berwisata tentunya sering melintasi dan berkunjung ke alun-alun Kejaksan.

Namun, sedikit pernah bertanya tugu yang berbentuk pensil tersebut tugu apa? Di cirebon sendiri tugu proklamasi tersebut berada di tiga titik. Pertama di alun-alun kejaksan, kedua di Palimanan, dan ketiga di Waled (Cirebon Timur). 

Cirebon dan sekitarnya, yang merupakan basis masa dan gerakan bawah tanah dari Sutan Syahrir (Perdana mentri pertama RI), yang diberikan informasi bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 (Peristiwa Nagasaki-Hiroshima). Syahrir mengetahui berita tersebut dari Radio yang selalu dibawanya.

Mendengar kabar tersebut, sahrir menilai bahwa Kemerdekaan RI harus segera di rebut. Bukan atas dasar rundingan yang dilakukan oleh Soekarno. Kenapa? karena kemerdekaan ialah hak segala bangsa. Maka harus segera direbut melihat keadaan Jepang yang telah kalah oleh Sekutu.

Dari situ Syahrir memberikan informasi kepada kader-kadernya yang berada di Cirebon untuk segera membacakan teks proklamasi, atau memproklamasikan kemerdekaan. Dr. Soedarsono (Mentri Dalam Negri kabinet Syahrir) yang memimpin membacakan teks tersebut yang dihadiri pemuda dari beberapa daerah sekitar Cirebon. Di tingkat Nasional, Syahrir menggerakan Kader pemudanya untuk segera menculik Soekarno-Hatta dan menekan mereka untuk segera memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia. 

Saksi Republik Ini Berdiri

Tak banyak yang tahu, bahwa tugu berbentuk pensil yang terletak di alun-alun kejaksan Kota Cirebon dan setiap hari dilalui itu adalah sebuah monumen amat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Tugu itu dibuat untuk menandai bahwa proklamasi kemerdekaan pernah dikumandangkan di tempat itu, dua hari lebih awal dari proklamasi yang dikumandangkan oleh Sukarno dan Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No 56.

68 tahun yang lalu, pada tanggal 15 Agustus 1945 teks proklamasi dibacakan di tempat itu. Sejak tahun 2010 silam, kami telah menelusuri ke pusat arsip daerah dan mendatangi beberapa orang saksi yang menyaksikan pembacaan proklamasi itu langsung.  Namun sayang, teks tersebut hilang dan tak diketahui keberadaannya sampai sekarang.

Suganda (82) -saat ini beliau sudah tiada-  salah seorang saksi hidup yang menghadiri proklamasi tersebut menuturkan bahwa ketika itu jumlah orang yang hadir sekitar 150 sampai 200 orang.

“Orang yang membacakan teks itu kepala Rumah Sakit Kesambi -nama Rumah Sakit Gunung Jati di jaman pra kemerdekaan-, (alm) Dokter Sudarsono -ayah Dr Juwono Sudarsono- namanya.” ujarnya kepada SetaraNews yang kami wawancarai di bulan Agustus tahun 2010 silam.

“Saya ketika itu hadir sebagai tentara pelajar. Saat itu, saya mendengar kabar dari senior bahwa Jepang telah kalah perang. Saat itu banyak warga yang keluar rumah dan berkumpul di jalanan sepanjang palimanan (rumahnya) menuju ke Kota (Cirebon). Merinding kalau ingat masa itu. Rakyat terlihat gembira sekaligus gelisah. Kelompok pemuda takut setelah Jepang kalah Belanda akan datang lagi.” Terangnya.

Hasil Gerakan Bawah Tanah

Menurut buku yang ditulis oleh Rudolf Mrazek berjudul Sjahrir, Bung Sjahrir mengatakan teks proklamasinya diketik sepanjang 300 kata. Teks itu bukan berarti anti-Jepang atau anti-Belanda. ”Pada dasarnya menggambarkan penderitaan rakyat di bawah pemerintahan Jepang dan rakyat Indonesia tidak mau diserahkan ke tangan pemerintahan kolonial lain,” kata Sjahrir seperti ditulis dalam buku Mrazek. Sjahrir pun mengatakan kehilangan teks proklamasi yang disimpannya.

Selain itu, menurut (alm) Des Alwi, anak angkat Sjahrir. Teks proklamasi yang dibacakan Soedarsono adalah hasil karya Sjahrir dan aktivis gerakan bawah tanah lainnya.

Penyusunan teks proklamasi ini, antara lain, melibatkan Soekarni, Chaerul Saleh, Eri Sudewo, Johan Nur, dan Abu Bakar Lubis. Penyusunan teks dikerjakan di Asrama Prapatan Nomor 10, Jakarta, pada 13 Agustus. Asrama Prapatan kala itu sering dijadikan tempat nongkrong para anggota gerakan bawah tanah.
Des hanya mengingat sebaris teks proklamasi versi kelompok gerakan bawah tanah: ”Kami bangsa Indonesia dengan ini memproklamirkan kemerdekaan Indonesia karena kami tak mau dijajah dengan siapa pun juga.”

Selain mempersiapkan proklamasi, Sjahrir dengan semangat tinggi mengerahkan massa menyebarkan ”virus” proklamasi. Stasiun Gambir dijadikan arena untuk berdemonstrasi. Stasiun radio dan kantor polisi militer pun sempat akan diduduki. Kala itu, Des dan sekelompok mahasiswa bergerak hendak membajak stasiun radio Hoosoo Kyoku di Gambir agar teks proklamasi tersebar. Usaha tersebut gagal karena Kenpeitai menjaga rapat stasiun radio tersebut.

Tapi simpul-simpul gerakan bawah tanah terus bergerak cepat, menderu-deru dari satu kota ke kota lain, menyampaikan pesan Sjahrir. Dan keinginan Sjahrir agar proklamasi Indonesia segera didengungkan itu pun sampai di Cirebon.

Notes:
Informasi lebih lengkap kunjungi http://www.sosialiscirebon.com/
Datang ke tugu Proklamasi, agar lebih meyakinkan!

Perang Kedondong, Sebuah Perlawanan Rakyat Terbesar Melawan Belanda yang Terjadi di Cirebon!

Sejarah Cirebon, Fokuscirebon.com -   Perang Jawa yaitu sebuh perlawanan rakyat terhadap penjajah yang waktu itu di pimpin oleh Pangeran Diponogoro, atau juga disebut Perang Diponogoro. Padahal, jauh sebelum itu, sudah banyak sekali pertempuran dan perjuangan oleh rakyat, seperti di Cirebon. Perang Kedondong yang terjadi di Cirebon tahun 1812-1818, merupakan perlawanan rakyat terbesar melawan penjajah. Warga Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka (Ciayumajakuning) banyak yang bvelum tahu. Berikut ulasannya mengenai Perang Kedondong di Cirebon, sebuah perjuangan dan perlawanan rakyat terbesar dan terlama yang pernah terjadi sepanjang sejarah melawan penjajah di Indonesia.

Era penjajahan (kolonialisasi) di Indonesia oleh Belanda yang memakan waktu kurang lebih 350 tahun (3,5 abad), tentunya tidak berjalan semulus dan semudah yang dibayangkan. Banyak perlawanan - perlawanan rakyat, baik lokal maupun nasional.  Perang Diponogo kita sering mendengar sebagai perang besar berskala nasional. Padahan, jauh sebelum itu di Cirebon sudah terjadi.

Peperang atau pemberontakan rakyat sehingga memicu perang di akibatkan ketidakpuasan rakyat terhadap ketidkadilan dan kesewenang-wenang Belanda kepada rakyat yang juga di dukung oleh orang-orang keturunan Tionghoa (China). Keadaan keraton yang juga semakin rumit dan terjadi perselisihan di internal. Akhirnya merbekak sampai penjuru desa-desa. Pangeran Raja Kanoman dan Ki Bagus Rangin, merupakan seorang tokoh pemimpin perjuangan Perang Kedondong tersebut.Permasalahan kehidupan sosial-ekonomi yang lama terpendam dan buruk ini, Sistem persewaan desa dan penarikan pajak, memunculkan pemerasan oleh residen dan orang Cina, merupakan salah satu pemicu timbulnya pemberontakan rakyat Cirebon. Akhirnya melahirkan kekuatan perlawanan menjadi besar dengan skalanya yang luas.

Pemicu Perang Kedondong


Tahun 1802-1818 adalah waktu terjadinya rentetan pemberontakan, yang meletus pertama kali tahun 1802 dan berakhir tahun 1818. Pemberontakan tidak terjadi setiap tahun, namun ada dua periode pemberontakan besar yaitu tahun 1802-1812 pemberontakan dipimpin oleh Rangin dan periode tahun 1816-1818 pemberontakan dipimpin oleh Jabin dan Nairem.

Bersama para pengikutnya Bagus Rangin melakukan pemberontakan di Cirebon, bahkan sampai meluas ke luar karesidenan Cirebon. Dalam perjalanannya selanjutnya, Bagus Rangin hendak mendirikan negara Panca Tengah dan mengangkat dirinya sebagai raja dimulai dari tahun 1802

Diawal abad 18-an, kedua Putra Panembahan Sepuh Jaenuddin II, yang baru datang dari Pondok Pesantren itu merasakan ketidak nyamanan hidup dan tinggal didalam Istana. Menurut mereka sekarang Keraton itu sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan kehidupannya dulu sewaktu mereka masih kecil dan tinggal didalamnya. Hampir setiap hari sekarang selalu dipenuhi dan didominasi orang- orang bule atau inlander yang pro terhadap Pemerintah Kolonial Belanda. 

Banyak Para Pinangeran yang tidak senang dengan aturan yang sekarang, dimana Kedudukan Sultan sebagai penguasa politik itu dihapus, Sultan hanya diberikan kedudukan sebagai pengelola kesenian dan adat istiadat yang berjalan selama ini. Sultan tidak mempunyai kewenangan apa-apa, bahkan sampai pengangkatan Pangeranpun praktis tidak bisa, semuanya diatur oleh Pemerintah Kolonial Belanda, Sebagai gantinya Sultan mendapatkan subsidi atau gajih dan mendapatkan pensiun dari Pemerintah Kolonial Belanda.

Adanya aturan seperti itu praktis banyak para Pangeran yang tidak diper kenankan mendapatkan Gelar kebangsawanan dari Pemerintah Kolonial Belanda, dan Belanda mewajibkan para pinangeran yang tidak mendapatkan Besluit (SK) diharuskan menjadi Abdi Dalem yang ditugaskan Pemerintah dan Sultan untuk terjun ke masyarakat dalam rangka menangani masalah-masalah social, namun mereka tidak mendapatkan gajih dari Pemerintah. Termasuk diantara para pinangeran yang tidak mendapatkan SK itu adalah kedua putra Gusti Panembahan Sepuh Jaenuddin yakni Pangeran Penengah Abul Khayat Suryanegara dan Pangeran Idrus Surya kusuma Jayanegara atau Pangeran Aryajanegara (Gelar Pangeran itu pemberian langsung dari ayahandanya saat mereka usianya masih kecil-kecil).

Pada saat itu sekitar awal abad 18-an kedua putra mahkota itu memilih pergi meninggalkan kehidupan Keraton untuk menemui seorang ulama sufi yang sudah masyhur di daerah Cirebon dan sekitarnya Kiyai Abdul Mukhyi namanya yang kemudian dikenal dengan sebutan Ki Buyut Muji. Selang beberapa tahun kemudian mereka berdua dinikahkan dengan anak-anak gadisnya Ki Buyut Muji.

Pangeran Suryanegara dinikahkan dengan Nyai Layyinah, dan kemudian menu runkan anak cucunya di daerah Mertasinga, sementara Pangeran Jayanegara dinikahkan dengan adiknya yaitu Nyai Jamaliyah, dan menurunkan anak cucunya kebanyakan tinggal didaerah Plered Cirebon, dan sebagian ada yang di Ciwaringin.

Detik- Detik Perang Kedondong

Pangeran Suryanegara pada saat belajar/nyantri dulu adalah ahli dalam bidang ilmu alat (Nahwu, Shorof, Balaghoh, Manthiq, Ma’ani, Bayan) atau ilmu yang dijadikan salah satu syarat berijtihad dalam menentukan hokum-hukum Islam, karena yang dapat menguasai ilmu tersebut sudah mampu untuk menafsiri al-Quran dengan benar. Sementara Pangeran Jayanegara adalah ahli dalam bidang ilmu fiqih, sehingga beliau selalu berpesan kepada anak cucunya, harus menguasai ilmu fiqih, paling tidak salah satu kitab fiqih Taqrib namanya itu harus bisa dan menguasainya, agar wasiat eyang Gusti 

Sinuhun Kanjeng Sunan Gunung Jati “Ingsun Titip Tajug lan Faqir Miskin” itu bisa dilaksanakan dengan benar. Disamping itu juga Pangeran Jayanegara adalah seorang ahli dalam bidang penyusunan setrategi, sementara Pangeran Suryanegara ahli dalam membuat natijah atau kesimpulan/keputusan. Klop sudah keahlian kedua putra Panembahan Sepuh itu untuk menyusun apa saja, hasilnya sangat bagus.

Keahlian kedua Pangeran itu rupanya sampai didengar oleh kalangan Istana Keraton Kanoman, Putera Mahkota Keraton Kanoman sendiri begitu mendengar ada seseorang yang sangat piawai dalam hal penyusun setrategi itu masih dari kalangan Keraton yang pergi meninggalkan Istananya, hal ini tidak disia-siakan Putra Mahkota yang sudah sangat tidak cocok dengan semua aturan yang ada, Putra Mahkota dengan membawa tekad yang bulat menemui kedua Pangeran itu, untuk membicarakan semua unek-uneknya.

Kehadiran Putra Mahkota ditempat kediaman Kedua Pangeran secara tiba-tiba itu sangat mengejutkan Kiyai Abdul Muhyi mertuanya, namun sebagai ulama sufi Kiyai itu lebih baik diam dan menyimak saja pembicaraan mereka. dalam pertemuan itu obrolan mereka sangat menarik, karena ketiganya sama-sama ahli dalam bidang Syari’at Islam dan sama-sama anti Kolonial Belanda yang telah menyusahkan Cirebon.

Kesimpulan obrolan dalam pertemuan tersebut antara lain : pertama, sepakat perlu diadakan perlawanan, dengan alasan untuk mengembalikan kedudukan Cirebon sebagai penguasa politik dan penentu kebijakan tradisi yang bersendikan syariat Islam, kedua, sepakat hal ini akan dikonsolidasikan dengan teman-teman nyantrinya dulu, seperti mbah Muqoyyim, Jamaluddin Bukhori, Raden Atasangin, Sya’roni, Pangeran Arya Sukmadiningrat, 

Syarif Abdur Rahman warga keturunan Arab yang mengadakan kegiatan da’wahnya di wilayah Cirebon bagian Timur, dan lainnya. Ketiga, semua nama asli akan diganti dengan nama sandi, agar gerak-geriknya tidak di ketahui baik oleh pihak keraton yang pro Belanda, maupun oleh pihak Pemerintah Kolonial.

Hasil kesepakatan itu tidak disia-siakan dan langsung diberitahukan kepada teman-teman dan saudara, secara diam-diam. Setelah mereka berhasil dihubungi kemudian mereka berkumpul lagi ditempat yang sama yaitu ditempat kediaman Kedua Pangeran tersebut. Dan sekaligus malam itu juga (27 Maret 1801) tempat pertemuan itu dikukuhkan sebagai Keraton Perjuangan atau Bayangan, kemudian tersusunlah sebuah rancangan yang sangat bagus. Yakni Putra Mahkota Raja Kanoman ditunjuk sebagai Panglima tertingginya, untuk Koordinator lapangan ditunjuk Pangeran Suryanegara, untuk Penyusun setrategi ditunjuk Pangeran Jayanegara, untuk Pimpinan Daerah ditunjuk mbah Muqoyyim dan dibantu teman-temannya seperti Jamaludin Bukhori, Sya’roni, Pangeran Aryasukma Diningrat, Syarif Abdur Rahman. Sebagai pendahuluan didalam perjuangan itu koordinator daerah ditugaskan sebagai pengganggu setabilitas keamanan daerah.

Pada hari itu juga mereka langsung merubah namanya, Pangeran Penengah Abul Khayat Suryanegara dan Pangeran Idrus Suryakusumah Jayanegara, namanya dijadikan satu menjadi Suryajanegara, Jamaludin Bukhori diganti menjadi Bagus Jabin, Raden Atasangin, diganti menjadi nama panggilan atau singkatan pada saat nyantri dulu yaitu Rangin artinya Raden Atasangin, kemudian dilengkapi dengan Bagus Rangin, dan ada juga yang memanggil Raden Serangin, itu sebenarnya sama sebagai nama julukan atau wadanan (Bahasa Cirebon), dan kemudian untuk Sya’roni sendiri dirubah menjadi Serit atau Bagus Serit, karena Sya’roni itu artinya dua rambut, sehingga dulu dijuluki pada saat nyantrinya dulu dengan nama Serit (Sisir lembut untuk mencari kutu/Tuma). Sementara Aryasukma Diningrat dirubah menjadi Arsitem. Syarif Abdur Rahman diganti menjadi Bagus Sidong

Landasa setrategi mereka dalam perjuangannya disusun dalam sebuah buku yang diberi Judul “Mujarobat” nama buku panduan itu adalah kepanjangan dari “Mujahidin poro Ahlul bait/ahli Keraton” dan agar buku itu tidak diketahui orang lain maka penulisnya ditulis dengan nama “Arsiqum” didalam kitab itu banyak berisi sandi-sandi yang hanya dimengerti kalangan sendiri. 

Markas Besar pertamakali untuk menyusun setrategi perang melawan Belanda dan Pihak Keraton itu berada di Desa Tengahtani tempat tinggalnya kedua Pangeran tersebut, sekaligus dikukuhkan menjadi Keraton perjuangan (sampai saat ini nama itu masih melekat dimasyarakat, dan dijadikan sebuah nama blok yaitu blok Keraton adanya dikomplek masjid Tengahtani).

Untuk lebih memudahkan dalam berkomunikasi, dengan kedua Pangeran itu, akhirnya sepakat nama Suryajanegara itu untuk Pangeran Suryanegara, dan untuk Pangeran Jayanegaranya sendiri lebih tepat diberi nama Rancang, sesuai dengan keahliannya yaitu merancang, sehingga sampai sekarang nama itu dikenal oleh masyarakatnya yaitu Buyut Rancang.

Kehidupan mereka sehari-harinya adalah sebagai tokoh masyarakat yang disegani, punya santri, punya pengajian, dan dakwah kedaerah-daerah. Seperti Jamaludin Bukhori atau Bagus Jabin, dia punya santri jumlahnya ribuan. Raden Atasangin atau Rangin punya santrinya juga ribuan, Sya’roni atau Serrit juga mempunyai ribuan santri, mbah Muqoyyim sama, begitu juga ke dua Pangeran, masing-masing punya santri yang jumlahnya ribuan, sementara Raja Kanoman punya pengaruh sangat besar. Dan hal ini dapat dibuktikan, melalui yang bersifat kerusuhan kecil- kecilan di daerah-daerah, seperrti di Kerawang atau daerah Pantura, Majalengka, Bandung, Sume dang, Cimanuk dan beberapa daerah Cirebon.

Meski satu persatu pemimpin pemberontakan itu tertangkap, namun tidak menyurutkan perlawanan atau pemberontakan terhadap tindakan Pemerintah Kolonial Belanda, seperti yang di alami pewaris takhta Kesultanan Keraton Kanoman yang diangkat sebagai pemimpin tertinggi dalam pemberontakan karena menolak pajak yang diterapkan Belanda, yang dapat memicu pemberontakan di beberapa tempat. Pangeran Raja Kanoman kemudian tertangkap oleh Belanda dan dibuang ke benteng Viktoria di Ambon, dilucuti gelarnya, serta dicabut haknya sebagai Sultan Keraton Kanoman. Namun karena perlawanan rakyat Cirebon tidak juga reda, Belanda akhirnya membawa kembali Pangeran Raja Kanoman ke Cirebon dalam upaya mengakhiri pemberontakan.

 Status kebangsawanan Pangeran Raja Kanoman pun dikembalikan, namun haknya atas Kesultanan Keraton Kanoman tetap dicabut. Sekembalinya ke Cirebon, pada 1808, Pangeran Raja Kanoman tinggal di kompleks Gua Sunyaragi dan bergelar Sultan Amiril Mukminin Muhammad Khaerudin atau Sultan Carbon, walaupun tidak memiliki keraton. Sampai wafat nya pada 1814, Sultan Carbon tetap konsisten dengan sikapnya dengan menolak uang pensiun dari Belanda.

Begitu juga Bagus Rangin tokoh masyarakat dari Bantarjati Majalengka, yang menentang dan memimpin pemberontakan melawan Belanda pada Perang Cirebon tahun 1805-1812. Pada 1805 pertempuran pecah di daerah Pangumbahan, juga terjadi lagi di daerah Karesidenan Cirebon dan pantai utara Jawa. Pasukan Bagus Rangin yang berkekuatan ± 10.000 orang kalah dan terpaksa mengakui keunggulan Belanda. Tanggal Bagus Rangin menerima hukuman penggal kepala di Cimanuk dekat Karangsembung Cirebon. Nama Bagus Rangin saat ini diabadikan menjadi sebuah nama jalan di Bandung dan Cirebon.

Sumber:
Wikipedia Indonesia
Facebook.com

Ini Daftar Nama Orang Cirebon yang Jadi Mentri Setiap Periode Pemerintahan RI, Siapa Saja?

Tokoh Cirebon, Fokuscirebon.com - Percaya atau tidak, Cirebon dan sekitarnya seperti Indramayu, Kuningan dan Majalengka, merupakan daerah yang setiap periodenya menciptakan generasi-generasi pemimpin di Republik Indonesia. Terbukti dengan selalu adanya kursi mentri yang di duduki warga Cirebon setiap periode pemerintahan mulai dari awal mula berdirinya Indonesia sampai saat ini. Siapa saja mentri-mentri asal Cirebon tersebut? Ini dia ulasannya Guys!

Sebelum membahas ke sosok profil mentri-mentri tersebut, kalian harus tahu, bahwa tokoh-tokoh tersebut merupakan orang berpengaruh di Cirebon dan Indonesia. Misalnya ada yang memproklamasikan pertama kali sebelum Soekarno dibuktikan dengan tugu proklamasi di depan alun-alun Kejaksan Cirebon, sampai mendirikan Rumah Sakit Gunung Djati Cirebon (RSGJ). Ini dia guys, profil singkat mentri-mentri asal Cirebon dan sekitarnya:


Dokter Soedarsono Mentri Era Kemerdekaan

Dokter Soedarsono merupakan putra daerah asli Cirebon, yang dimana pada saat perjuangan revolusi kemerdekaan merupakan salah satu tokoh politik sekaligus pejuang nasional di bawah garis kaderisasi Sutan Syahrir (Perdana Mentri Pertama RI). Dr. Soedarsono merupakan kader yang dibina langsung oleh Syahrir, dan pada saat Jepang menyerah pada sekutu pada tangga 14-15 Agustus 1945, Dr Soedarsono membacakan teks proklamasi pertama kali sebelum Soekarno pada tanggal 15 Agustus tersebut di alun-alun Kejaksan. Momentum tersebut di abadikan dengan adanya tugu proklamasi berbendul pensil di depan alun-alun Kejaksan Kota Cirebon.

Selain itu, Dr. Soedarsono merupakan orang yang mendirikan rumah sakit ternama di Cirebon, yang kita kenal saat ini dengan sebutan Rumah Sakit Gunung Djati (RSGJ). Dr. Sudarsono adalah Menteri Sosial dalam Kabinet Sjahrir I sejak 5 Desember 1945 - 12 Maret 1946 menggantikan Dr. Adji Darmo Tjokronegoro, Menteri Sosial sebelumnya [1] dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Dalam Kabinet Sjahrir II[2] serta Menteri Negara dalam Kabinet Sjahrir III masa kerja 2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947

Prof. Dr. Ir. Zuhal MSc EE Mentri Era Reformasi

Mentri-Mentri Asal Cirebon dan Sekitarnya

Bukan hanya sebagai politisi, Prof. Zuhal merupakan seorang akademisi yang sangat berpengaruh di Indonesia. Ia merupakan guru besar Teknik Elektro ITB dan Universitas Indonesia (UI). Pendidikan tingginya ditempuh di ITB, University of Southern California, dan University of Tokyo.

Di bidang Riset dan Pengembangan Teknologi, ia pernah menjabat Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Ketua Dewan Riset Nasional (DRN). Di bidang korporat, ia pernah bertugas menjadi Direktur Utama (CEO) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), saat terjadi krisis listrik tahun 1992–1995. Sedangkan sebagai Pejabat Negara, ia diangkat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Meneg Ristek) pada Kabinet Reformasi, setelah sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Jendral Listrik dan Pengembangan Energi.

Dengan pengalamannya berkiprah di ranah akademis, bisnis, dan pemerintahan (triple helix) itu,ia merupakan salah seorang pendorong kuat terwujudnya Sistem Inovasi Nasional (SINAS) di Indonesia. ia adalah mantan Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) dan mantan Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN).[3] Zuhal adalah Guru Besar Elektroteknik pada Fakultas Teknik, Universitas Indonesia (FT-UI).

Juwono Sudarsono
Mentri-Mentri Asal Cirebon dan Sekitarnya

Memiliki benih dari ayahandanya yang juga merupakan pejuang sekaligus mantan mentri (Baca: Dr. Soedarsono), Juwono Sudarsono merupakan satu-satunya orang Cirebon yang berhasil menjabat sebagai mentri di era 5 Presiden sekaligus. Mulai dari Soeharto, Habibi, Gus Dur, Megawati, sampai SBY. Tidak hanya itu, Juwono pun merupakan wara sipil pertama yang menjadi Mentri Pertahanan.

Ia mendapatkan gelar kesarjanaan dari Universitas Indonesia dan selanjutnya gelar Ph.D. dari London School of Economics and Political Science. Dalam Kabinet Reformasi Nasional semasa pemerintahan Presiden BJ Habibie, Juwono Sudarsono menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional, kemudian pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dipercaya sebagai Menteri Pertahanan (1999-2000). Selanjutnya diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Inggris hingga tahun 2004. Pada tanggal 21 Oktober 2004 dilantik kembali sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Bersatu di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai 2009.

Prof. Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS
Mentri-Mentri Asal Cirebon dan Sekitarnya

Pria yang satu ini, meskipun lahir bukan di Cirebon, namun kecil hingga dewasanya tinggal di Cirebon, tepatnya yaitu di Gebang, Kabupaten Cirebon. Rokhmin Dahuri merupakan  Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Gotong Royong. Ia meraih gelar sarjana pada tahun 1982 dari Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor dan gelar doktor dari School for Resources and Environmental Studies Dalhousie University, Halifax, Nova Scotia, Kanada pada tahun 1991. Saat ini ia menjabat sebagai Dewan Pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Ketua DPP PDI-P).










Dr(Hc). Helmy Faishal Zaini, S.T., M.Si


Mentri-Mentri Asal Cirebon dan SekitarnyaPria yang satu ini merupakan putra daerah asli Cirebon, yaitu Cirebon Timur, Desa Babakan Gebang, Kabupaten Cirebon. Ia adalah seorang politisi Indonesia yang menjadi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal pada Kabinet Indonesia Bersatu II jaman SBY. Ia berhenti dari kursi menteri setelah terpilih menjadi Anggota DPR periode 2014-2019. Selain itu Ia pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada periode 2004-2009 dari Partai Kebangkitan Bangsa.

Saat ini ia menjabat sebagai anggota DPR RI, dan merupakan orang yang berpengaruh di lingkungan Nahdatul Ulama (NU). Semenjak ia terpilih menjadi Sekjend PBNU ia melepskan jabatannya di Partai Kesatuan Bangsa (PKB).

Prof. Yuddhi Chrisnandi


Mentri-Mentri Asal Cirebon dan Sekitarnya

Ia merupakan alumnus dari SMAN 1 Kota Cirebon,  saat ini Ia menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia pada Kabinet Kerja (2014–2019). Sebagai politikus, ia pernah menjabat sebagai anggota DPR pada periode 2004–2009 dari Partai Golongan Karya  dan periode 2009–2014 dari Partai Hati Nurani Rakyat.

Awal tahun 2016, Yuddy merilis kinerja akuntabilitas kementerian dan lembaga-lembaga negara. Sejumlah kementerian diberi nilai dan diberi peringkat. Ada yang mendapat nilai tertinggi seperti Kementerian Keuangan. Akan tetapi, ada juga yang mendapat nilai paling rendah, yakni Kejaksaan Agung. Yuddy mengatakan, dapat diketahui sejauh mana tingkat akuntabilitas atau pertanggungjawaban atas hasil penggunaan anggaran.

Anies Baswedan

Mentri-Mentri Asal Cirebon dan Sekitarnya

Nah, kalo yang satu ini bukan orang Cirebon, tapi orang Kuningan. Hemm, Kuningan dan Cirebon sama saja, masih mencakup dalam satu kawasan. Anies Rasyid Baswedan, Ph.D, (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; umur 47 tahun[1]) adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ke-26 Era Jokowi-Jk. Ia adalah seorang intelektual dan akademisi asal Indonesia. Cucu dari pejuang kemerdekaan Abdurrahman Baswedan, ia menginisiasi gerakan Indonesia Mengajar dan menjadi rektor termuda yang pernah dilantik oleh sebuah perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2007, saat menjadi rektor Universitas Paramadina pada usia 38 tahun.

Anies dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 7 Mei 1969 dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah Rasyid. Anies mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun. Saat itu, ia bersekolah di TK Masjid Syuhada. Menginjak usia enam tahun, Anies masuk ke SD Laboratori, Yogyakarta. Menjelang pemilihan umum presiden Indonesia 2014, ia ikut mencalonkan diri menjadi calon presiden lewat konvensi Partai Demokrat.

 
 Nah itulah orang-orang keturunan asli putra daerah Cirebon yang berhasil mengisi panggung Nasional sampai Internasional. Hemm, emang belum sampai ada yang menjadi Presiden sih. Tapi kita doain saja ya Sob, semoga ada orang-orang Cirebon yang terus mengeluarkan regenerasinya untuk menjadi seorang pemimpin yang adil, amanah , bisa memberikan manfaat dan kemajuan serta kesejahteraan sosial bagi Cirebon khususnya, dan Indonesia pada umumnya

Suku Bangsa Cirebon, Berbeda dengan Suku Jawa Maupun Suku Sunda

 Sejarah, Fokuscirebon.com - Sebagian orang, bahkan mungkin orang Cirebon dan sekitarnya sendiri mengira bahwa Cirebon termasuk kedalam suku Sunda ataupun Suku Jawa. Hal itu tidak lah salah, mungkin karena ketidak tahuan asal usul dan sejarah Cirebon. Padahal Cirebon merupkan suatu suku bangsa tersendiri yang tercipta dari akulturasi budaya. Cirebon sebagai sebuah suku memiliki bahasa tersendiri, adat istiadat sendiri, dan berbagai kesenian serta budaya tersendiri. Tidak percaya? Simak pembahasannya dibawah ini guys.

SUKU BANGSA CIREBON

Suku cirebon adalah perpaduan antara 2 suku besar yaitu suku jawa dan suku sunda akulturasi ke 2 suku tersebut melahirkan suku yang mandiri yaitu suku cirebon
Sejak dahulu hingga sekarang suku cirebon adalah suku yang berbeda dari jawa dan suku sunda hal itu terlihat dari jejak sejarah yang termuat dan terungkap dalam kitab Purwaka Caruban Nagari
Nama cirebon berasal dari kata Sarumban yang jika di ucapkan maka menjadi Caruban seiring perkembangan caruban berubah menjadi Carbon..Cerbon dan akhirnya menjadi Cirebon

Sarumban memiliki arti Campuran maka Cirebon berarti campuran. Orang atau etnis cirebon atau suku bangsa cirebon adalah kelompok etnis yang tersebar di sekitar kota cirebon dan kabupaten cirebon.kabupaten Indramayu Kabupaten Majalengka sebelah utara atau biasa di sebut sebagai wilayah " Pakaleran ". Kabupaten kuningan sebelah utara kabupaten subang sebelah utara mulai dari Blanakan pamanukan hingga Pusakanagara dan sebagian pesisir utara kabupaten karawang mulai dari pesisir Pedes hingga Cilamaya di provinsi jawa barat Dan di sekitar kecamatan losari kabupaten brebes jawa tengah Berjumblah sekitar 1,9 juta

Masyarakat suku cirebon memeluk agama islam..bahasa yang di tuturkan oleh orang cirebon adalah gabungan dari bahasa jawa sunda arab dan china yang mereka sebut sebagai bahasa cirebon
Mereka juga memiliki dialek sunda tersendiri yang di sebut bahasa sunda cirebon
Pada mulanya keberadaan etnis atau orang cirebon selalu di kaitkan dengan keberadaan suku sunda dan jawa namun kemudian eksistensinya mengarah pada pembentukan budaya tersendiri mulai dari ragam batik pesisir yang tidak terlalu mengikuti pakem keraton jawa atau biasa di sebut batik pedalaman

Hingga timbulnya tradisi tradisi bercorak islam sesuai dengan di bangun nya keraton cirebon pada abad ke 15 yang berlandaskan islam 100%. Eksistensi dari keberadaan suku atau orang cirebon yang menyebut dirinya bukan suku sunda atau pun suku jawa akhirnya mendapat jawaban dari Sensus penduduk tahun 2010Di mana pada sensus penduduk tersebut tersedia kolom khusus bagi suku bangsa cirebon. Hal ini berarti keberadaan suku bangsa cirebon telah di akui secara nasional sebagai sebuah suku tersendiri

Indikator itu (Suku Bangsa Cirebon) dilihat dari bahasa daerah yang digunakan warga Cirebon tidak sama seperti bahasa Jawa atau Sunda. Masyarakat Cirebon juga punya identitas khusus yang membuat mereka merasa sebagai suku bangsa sendiri. Penunjuk lainnya yang mencirikan seseorang sebagai suku bangsa Cirebon adalah dari nama-namanya yang tidak seperti orang Jawa ataupun Sunda. Namun, belum ada penelitian lebih lanjut yang bisa menjelaskan tentang karakteristik identik tentang suku bangsa Cirebon. Untuk menelusuri kesukuan seseorang, hal itu bisa dilakukan dengan garis keturunan ayah kandungnya. Selain itu, jika orang itu sudah merasa memiliki jiwa dan spirit daerah itu (daerah suku bangsa cirebon) maka dia berhak merasa sebagai suku yang dimaksud.

Keunikan Bahasa Cirebon

Bahasa Cirebon yang unik ini dikarenakan daerah Cirebon yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya sunda Kuningan dan sunda Majalengka. Selain itu juga karena dipengaruhi oleh budaya China, Arab, dan Eropa. Semua itu terbukti dengan adanya kata ‘Taocang” yang merupakan serapan bahasa China yang berarti kuncir, kata “Bakda” yang merupakan serapan bahasa arab yang berarti setelah, kata “Sonder” dari bahasa Eropa yang berarti tanpa. Bahasa Cirebon juga mempertahankan bentuk-bentuk bahasa kuno Jawa, misalnya “isun” yang berarti saya, kata “sira” yang berarti kamu. Semua bahasa tadi sudah tidak digunakan lagi oleh Jawa baku.

Keunikan Cirebon yang lain adalah kesenian dan kerajinannya yang berlimpah. Kesenian dan kerajinan itu diantaranya kesenian tari Topeng, Sintren, Batik, Kesenian Gembyung, Lukisan kaca, Topeng Cirebon, dan Sandiwara Cirebonan. Salah satu kerajinan Cirebon yang memiliki khas yang terkenal adalah dengan motif Mega Mendung.

Wisata Cirebon: Malang Sekali Nasib Situs Pejambon, Potensi Besar yang Terabaikan!

Situs peninggalan sejarah kuno yang berpotensi menjadi objek wisata di Cirebon

CIREBON,  Wisata, Fokuscirebon.com - Cirebon memang memiliki sejarah panjang dalam pendiriannya sebagai suiatu daerah. Mulai dari sejarah Islam, sampai sejarah Pra Islam, cirebon memegang peranan penting dalam peradaban tersebut. Hal ini, dibuktikan dengan adanya penemuan-penemuan arca dan artevak dari masa Pra-Islam yang dinamakan Situs Pejambon. Padahal, melihat dari sejarahnya, situs tersebut memiliki potensi dan daya tarik wisatawan yang memikat perhatian, bisa dijadikan salah satu objek wisata untuk Cirebon dan sekitarnya.

Selama ini kita mengira bahwa yang memiliki situs purbakala, atau situs arkeologi hanya didaerah tertentu, seperti Bali dan Yogyakarta. Bicara sejarah arkeologi, Cirebon tidak bisa dilewatkan begitu saja. Apalagi, untuk kalian pecinta wisata sejarah dan religi, situs pejambon ini salah satu yang bisa dijadikan sasaran. Dalam situs tersebut terdapat puluhan arca, bisa dibilang juga peninggalan arkeologis yang berada di Cirebon.
Peninggalan Sejarah kuno yang bisa dijadian potensi objek wisata di Cirebon
Situs, mau bagaimanapun, merupakan peninggalan sejarah. Kalo kata Soekarno sih, " Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan Sejarahnya,". Ya, seperti Situs Pejambon yang terletak di  Blok Pejambon Lor, Kelurahan Pejambon, Kecamatan Sumber berjarak sekitar 3 km sebelah timur laut ini merupakan peninggalan sejarah yang harus di rawat dan dilestarikan keberadaannya.

Salah satu peninggalan sejarah penting yang tidak disadari itu adalah sisa-sisa artefak sejarah yang masih ada, berasal dari masa pra Islam. Lebih tepatnya, masa di mana agama Sanghyang, Hindu, dan Budha sedang dianut. Ialah arca-arca yang berada di situs Pejambon.Pada mulanya situs tersebut ditemukan sekitar tahun 1960-1970 (Orde Baru) di tempat yang berbeda - beda dengan total jumlah kurang lebih 80 artefak.
peninggalan sejarah kuno yang menjadi potensi untuk objek wisata di Cirebon
Namun, akibat tidak terawat dan tidak dianggao keberadaannya, banyak artefak dan arca yang hilang. Saat ini, yang tersisa kurang lebih berjumlah 25. Tidak hanya itu, persoalan selanjutnya yaitu Terdapat koleksi tiga arca yang diberi keterangan dari Pejambon di Museum Sri Baduga Bandung ditulis berasal dari zaman Megalitikum, arca-arca tersebut dinyatakan sebagai figur nenek moyang atau leluhur.

Namun, setelah dikonfirmasi, arca yang berada di Museum Sri Baduga ternyata arca replika. Jadi kemungkinan besar arca-arca yang “asli” masih berada di situs Pejambon, Cirebon saat ini dan berada di beberapa tempat, entah berada di mana. Permasalahan yang kedua adalah, bangunan yang didirikan di atas tanah pemerintah kabupaten ini tidak terurus bahkan terabaikan. Kondisi kaca-kaca jendela yang berantakan dan membahayakan, kemudian kondisi arca itu sendiri mengalami pengrusakan secara orisinalitasnya dan kesimpang-siuran sejarah arca itu sendiri.

Melihat dari segi sejarah dan arkeologisnya, situs pejambon, apabila di pelihara, di lesatarikan, dan disosialisasikan keberadaannya kepada masyarakat luas sebagai sebuah objek wisata merupakan sebuah potensi besar yang bisa menarik wisatawan untuk datang ke Cirebon. Bagi kalian warga Cirebon, harus tahu peninggalan sejarah ini, sebagai kearifan lokal yang pernah ada di Cirebon sejak zaman kuno.

Bagi warga di luar Cirebon, kunjungilah Situs Pejambon jika anda sekalian ingin berwisata di Cirebon dan sekitarnya. Untuk menuju lokasinya pun tidak sulit, bahkan gratis. Cocok sekali untuk kalian yang ingin mengabadikan momen kembali kemasa silam. Cintailah budaya dan sejarah kita Sob, disitu tersimpan makna yang bisa dipetik untuk pelajaran hidup.



Sejarah Tarling Cirebon: Mulai Dari Dianggap Sebelah Mata Sampai Akhirnya Mendunia!

Sejarah Tarling Cirebonan
Cirebon, Fokuscirebon.com - Tarling merupakan kesenian khas dari wilayah pesisir timur laut Jawa Barat (Jatibarang, Indramayu-Cirebon dan sekitarnya). Bentuk kesenian ini pada dasarnya adalah pertunjukan musik, namun disertai dengan drama pendek. Nama "tarling" diambil dari singkatan dua alat musik dominan: gitar akuistik dan suling. Selain kedua instrumen ini, terdapat pula sejumlah perkusi, saron, kempul, dan gong. Awal perkembangan tarling tidak jelas. Namun demikian, pada tahun 1950-an musik serupa tarling telah disiarkan oleh RRI Cirebon dalam acara "Irama Kota Udang", dan menjadikannya popular. 
Pada tahun 1960-an pertunjukan ini sudah dinamakan "tarling" dan mulai masuk unsur-unsur drama. Semenjak meluasnya popularitas dangdut pada tahun 1980-an, kesenian tarling terdesak. Ini memaksa para seniman tarling memasukkan unsur-unsur dangdut dalam pertunjukan mereka, dan hasil percampuran ini dijuluki tarling-dangdut (atau tarlingdut). Selanjutnya, akibat tuntutan konsumennya sendiri, lagu-lagu tarling di campur dengan perangkat musik elektronik sehingga terbentuk grup-grup organ tunggal tarling organ. Pada saat ini, tarling sudah sangat jarang dipertunjukkan dan tidak lagi populer. Tarling dangdut lebih tepat disebut dangdut Cirebon.

Siapa yang tidak kenal dengan lagu warung pojok? Sebuah lagu yang telah diangkat menjadi satu lagu wajib peserta Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA), setiap 17 Agustus di Jakarta. Lagu dari daerah Cirebon ini diciptakan oleh seorang seniman Tarling. Sekalipun liriknya telah digubah ke dalam bahasa Indonesia, melodi musiknya masih tetap utuh.
Seni Tarling merupakan kesenian khas Cirebon dan Indramayu. Kesenian yang lahir sejak Indonesia dijajah oleh Belanda sekitar abad ke-19 ini, kini menjadi kesenian yang digemari masyarakatnya; terutama masyarakat Cirebon dan Indramayu.Istilah Tarling, merupakan sebuah singkatan dari nama alat musik pokok dalam penampilannya. Tar berasal dari kata ‘Gitar’ sedang ling berasal dari kata ‘Suling’. Sebagai seni teater rakyat materi tarling terdiri dari :
Seni Musik; Sebagai seni musik alat musiknya terdiri atas Gitar sebanyak 3 buah, gitar melodi, gitar pengiring dan bas gitar; sebuah suling Cirebon (di priangan disebut bangsing) yang dibuat dari bambu tamiang dengan diberi lubang sebanyak 6; seperangkat kendang (kendang besar dan kulanter); tutukan (kenong); sebuah gong; 1 set kecrek; sebuah tamborine; dan sebuah organ.
Penyanyi; Penyanyi Tarling terdiri dari penyanyi wanita (pesinden) dan penyanyi pria (wira swara). Pemeran Lakon; Sebagaimana halnya teater-teater rakyat yang hidup di Jawa Barat, dalam pementasan Tarling biasa diselingi sajian Lakon. Lakon cerita tersebut diperankan oleh pemeran khusus disamping para pemain musik dan penyanyi. Jumlah pemainnya disesuaikan dengan keperluan lakon yang akan dipentaskan. Terman lakonnya tidaklah terlalu berat, isinya hanya lukisan kehidupan masyarakat sehari-hari yang mudah dicerna oleh masyarakat pada umumnya. Untuk itu pemainnya pun tidak begitu banyak.
Sejarah Tarling Cirebonan


    Pelawak; Pelawak juga disajikan oleh grup Tarling yang bersangkutan. Pelawak-pelawak tersebut bertugas pula sebagai pembantu dialog dramanya. Dalam Pementasan seni Tarling ini menyajikan empat materi seni yaitu: 1. Sekar Gending, 2. Seni Drama, 3. Seni Lawak, Sedangkan medium utama bahasanya menggunakan bahasa Cirebon atau Indramayu, dan 4. seni Tari.

Penyanyi terkenal Tarling adalah antara lain: Aam Aminah, Nyi Dadang Darniah Biduanita Tarling Grup Endang Darna dari palimanan Cirebon.Pada umumnya seni Tarling dipentaskan terutama dalam acara hajatan masyarakat, baik pesta perkawinan maupun khitanan.(89.2/CR)
Bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai utara (pantura), terutama Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, kesenian tarling telah begitu akrab. Alunan bunyi yang dihasilkan dari alat musik gitar dan suling, seolah mampu menghilangkan beratnya beban hidup yang menghimpit. Lirik lagu maupun kisah yang diceritakan di dalamnya, juga mampu memberikan pesan moral yang mencerahkan dan menghibur. Meski telah begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat, tak banyak yang mengetahui bagaimana asal-usul terciptanya tarling. Selain itu, tak juga diketahui dari mana sebenarnya kesenian tarling itu terlahir. Untuk membuka perjumpaan kita, mari kita dengarkan sebuah alunan musik tarling khas Cirebon yang popular pada tahun 80-an berjudul "Pemuda Idaman" dinyanyikan Itih. S.
Namun yang pasti, tarling merupakan kesenian yang lahir di tengah rakyat pantura, dan bukan kesenian yang 'istana sentris'. Karenanya, tarling terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan tidak terikat ritme serta tatanan tertentu sebagaimana seni yang lahir di tengah 'istana'. Sebelum 'resmi' bernama tarling, kesenian ini dikenal dengan sebutan 'melodi kota ayu' di Kabupaten Indramayu, dan 'melodi kota udang' di Cirebon. Pada 17 Agustus 1962, ketua Badan Pemerintah Harian (BPH, sekarang DPRD) Kabupaten Cirebon, menyebut kesenian itu dengan sebutan tarling. Nama tarling itu diidentikkan dengan asal kata 'itar' (gitar dalam bahasa Indonesia) dan suling (seruling). Versi lain pun mengatakan bahwa tarling mengandung filosofi "yen wis mlatar kudu eling" (jika sudah berbuat negatif, maka harus bertaubat). Baiklah pendengar VOI, inilah alunan musik Tarling klasik yang sangat sulit di temui saat ini.
Alunan gitar dan suling bambu yang menyajikan kiser Dermayonan dan Cerbonan itu pun mulai mewabah sekitar dekade 1930-an. Kala itu, anak-anak muda di berbagai pelosok desa di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, menerimanya sebagai suatu gaya hidup. Bahkan pada 1935, alunan musik tarling juga dilengkapi dengan kotak sabun yang berfungsi sebagai kendang, dan kendi sebagai gong. Kemudian pada 1936, alunan tarling dilengkapi dengan alat musik lain berupa baskom dan ketipung kecil yang berfungsi sebagai perkusi. Perkembangan musik di Indonesia dan masyarakatnya yang semakin global membuat para seniman Tarling memikirkan kelanjutan dari seni tradisional tersebut.
Sebuah cara mengkolaborasikan dengan warna musik lain adalah pilihannya. Dangdutpun dipilih oleh para seniman Tarling untuk dilebur ke dalam seni tradisional Tarling. Hasilnya masyarakat Indonesia saat ini mengenal seni musik Tarling-dangdut. Sebagian seniman Tarling di cirebon menilai bahwa peleburan ini merusak sedikit demi sedikit seni Tarling klasik namun rupanya kebutuhan hidup tidak dapat diingkari untuk dipenuhi. Tarling selamanya tidak akan bisa dipisahkan dari sejarah masyarakat pesisir Pantai Utara. Untuk menutup perjumpaan kita, mari kita dengarkan sebuah alunan musik tarling klasik berjudul "Banyu Urip" hasil karya Embi. C. Noer. Selamat mendengarkan dan sampai jumpa pada Pelangi Nada edisi musik tradisional berikutnya.
Para pengusaha hotel dan jasa lain di Kota Cirebon diimbau memperdengarkan lagu-lagu tarling Cirebon kepada pengunjung atau wisatawan yang datang. Musik tarling, dipandang otoritas terkait kalah pamor dibanding dangdut pantura. Dengan memperdengarkan tarling, para wisatawan atau pengunjung dapat lebih mengenal jenis lagu satu ini sebagai musik khas Cirebon.

"Kami sudah membuat dan mengedarkan surat imbauannya,” ungkap Kepala Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata (Disporbudpar) Kota Cirebon, Dana Kartiman.
Kesenian tarling bahkan cukup banyak, seperti macapatan, gamelan renteng, tarling gamelan sekaten, angklung bungko, dan lainnya. Dia pun berharap pihak terkait, baik pengelola hotel, restoran, dan pengelola jasa wisata lain, dapat turut aktif melestarikan kesenian tarling Cirebon.



Featured

Recent Posts Widget